Ranavalona I: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 36:
== Kehidupan awal ==
Putri Ramavo dilahirkan pada tahun 1778 di kediaman kerajaan di [[Ambatomanoina]],<ref>Campbell (2012),
Meskipun pangkatnya di antara para istri di istana kerajaan terbilang tinggi, Ramavo bukanlah istri yang diinginkan oleh Radama dan ia juga tidak mengaruniakannya dengan keturunan. Setelah kematian Andrianampoinimerina pada 1810, Radama menggantikan ayahnya sebagai raja dan mengikuti adat kerajaan dengan menghukum mati sejumlah kerabat Ramavo yang dianggap dapat menjadi ancaman, dan tindakan ini mungkin telah merusak hubungan di antara mereka.<ref name="Freeman" /> Ramavo merasa tidak puas dengan perkawinannya yang tanpa cinta, sehingga ia dan wanita-wanita istana lainnya menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk bergaul dan meminum [[rum]] dengan [[David Griffiths (misionaris)|David Griffiths]] dan para misionaris lainnya di rumah Griffiths. Berkat kunjungan-kunjungan tersebut, Ramavo bersahabat dengan Griffiths, dan hubungan ini terus terjalin selama tiga dasawarsa.<ref>Campbell (2012), hlm. 51</ref>
Baris 86:
Setelah para pemimpin keagamaan, politik, dan sosial masuk Kristen, muncul tanggapan keras dari banyak orang,<ref name="backlash" /> yang membuat Ranavalona menjadi semakin mengkhawatirkan dampak Kekristenan terhadap politik dan budaya Madagaskar, dan ia juga merasa bahwa agama tersebut membuat rakyat Madagaskar berpaling dari nenek moyang dan tradisi mereka.<ref name="Larson 1997">{{cite journal | last = Larson | first = Pier | year = 1997 | title = Capacities and modes of thinking: Intellectual engagements and subaltern hegemony in the early history of Malagasy Christianity | journal = The American Historical Review | volume = 102 | issue = 4 | pages = 996–1002 | doi = 10.2307/2170626 | jstor = 2170626 }}</ref> Pada Oktober dan November 1831, sang ratu melarang perkawinan Kristen, pembaptisan, serta misa di gereja bagi para prajurit dan anggota pemerintahan yang belajar di sekolah-sekolah misionaris.<ref>Ellis (1870), hlm. 71</ref> Pada bulan Desember, pelarangan ikut misa juga diberlakukan untuk semua orang Madagaskar.<ref>Ralibera and De Taffin (1993), hlm. 222–223</ref> Dari tahun 1832 hingga 1834, pembaptisan dan misa di gereja berlanjut, seringkali secara diam-diam.<ref name="secret" /> Pada masa tersebut, beberapa orang Kristen setiap tahunnya didakwa melakukan sihir dan diasingkan atau dipaksa melalui percobaan tangena.<ref name="secret">Ralibera and De Taffin (1993), hlm. 223</ref> Ranavalona juga meminta tiga misionaris keluar dari Madagaskar, dan ia hanya menyisakan orang-orang dengan keterampilan teknis yang dianggap berharga untuk kepentingan Madagaskar.<ref>Campbell (2012), hlm. 184–186</ref> Pada tahun 1835, sang ratu mencoba menutup percetakan tanpa menyasar LMS secara langsung dengan melarang orang-orang Madagaskar bekerja di percetakan tersebut. Namun, para misionaris LMS dapat memanfaatkan ketiadaan dekret-dekret resmi yang melarang kegiatan mereka di percetakan, sehingga mereka masih dapat melakukan percetakan secara independen dan juga mengedarkan materi-materi keagamaan.<ref name="press" />
{{Quote box | quote = Agama Kristen melibatkan penolakan terhadap adat nenek moyang negara, yang telah didirikan oleh penguasa-penguasa monarki sebelumnya yang merupakan nenek moyang [Ranavalona]. Keabsahan kekuasaan sang ratu bergantung kepada hubungannya dengan para pendahulunya, yang telah menganugerahkan kerajaan tersebut kepadanya. Selain itu ... ia menjadi ratu karena ia adalah keturunan para leluhur kerajaan, yang merupakan leluhur semua orang Merina berdasarkan pemahaman mistis. Tindakan menyangkal kekuasaan mistis [sang ratu] bukan hanya merupakan penolakan terhadapnya, tetapi juga terhadap para leluhurnya, contoh sempurna kebaikan dan berkat ... [Ranavalona] adalah penjaga kepercayaan suci ... maka dari itu, [[Kekristenan]] adalah pengkhianatan ... menurut Ranavalona, [Kekristenan] adalah "penggantian penghormatan terhadap para leluhurnya, [[Andrianampoinimerina]] dan [[Radama I|Radama]], dengan penghormatan terhadap leluhur orang-orang kulit putih: [[Yesus|Yesus Kristus]]." Ia menganggap penyebaran agama baru ini sebagai tindakan politik, dan tidak diragukan lagi bahwa ia memang benar.|source = Maurice Bloch, ''From Blessing to Violence'' (1986)<ref name="Bloch 1986 p18–19">Bloch (1986),
Dalam sebuah pidato ''kabary'' yang disampaikan pada tanggal 26 Februari 1835, Ratu Ranavalona resmi melarang praktik agama Kristen. Dalam pidato tersebut, ia membedakan rakyatnya (yang sudah tidak lagi boleh memeluk agama Kristen, kecuali jika mereka siap dihukum mati) dengan warga asing yang masih bebas memeluk agama yang mereka imani. Selain itu, ia mengakui bahwa sumbangsih intelektual dan teknologi dari para misionaris Eropa telah memajukan negaranya, dan ia mengajak mereka untuk meneruskan kegiatan tersebut asalkan mereka mau menghentikan upaya Kristenisasi Madagaskar:<ref name="Koschorko">Koschorko (2007), hlm. 199</ref>
Baris 95:
Akibat dari kebijakan anti-Kristen yang dilancarkan oleh Ranavalona, sebagian besar misionaris LMS meninggalkan negara tersebut.<ref name="Autarky" /> James Cameron dan misionaris-misionaris penting lainnya memilih untuk pergi daripada tetap berada di pulau tersebut tanpa izin untuk menyebarkan agama. Dua misionaris terakhir yang tersisa memilih untuk melanjutkan pengajaran keterampilan-keterampilan praktis dengan harapan agar suatu hari pembatasan dapat dikurangi, namun setahun kemudian, setelah mendapatkan informasi secara tak langsung bahwa pemerintah menginginkan kepergian mereka, mereka menghentikan misi LMS dan meninggalkan Madagaskar.<ref name="shuttered">Campbell (2012), hlm. 185–186</ref>
Sesuai dengan isi dekret 26 Februari, orang-orang yang tertangkap basah menyimpan Alkitab, mengikuti misa, atau masih tetap menyatakan diri sebagai seorang Kristen akan didenda, dipenjara, dibelenggu, dikenakan percobaan ''tangena'', atau dihukum mati.<ref>Oliver (1886),
=== Perlindungan kedaulatan ===
Baris 101:
Pada masa pemerintahan Ranavalona, Inggris dan Prancis saling bersaing untuk memperoleh kekuasaan di Madagaskar.<ref name="Autarky">{{cite journal | last = Campbell | first = Gwyn | year = 1987 | title = The Adoption of Autarky in Imperial Madagascar, 1820–1835 | journal = The Journal of African History | volume = 28 | issue = 3 | pages = 395–411 | doi = 10.1017/S0021853700030103 }}</ref> Prancis sudah mengendalikan beberapa pulau kecil yang terletak tidak jauh dari Madagaskar, dan mereka ingin menguasai seluruh pulau Madagaskar, tetapi Inggris menentangnya karena mereka ingin memastikan bahwa kapal-kapal mereka dapat lewat dengan aman dalam perjalanan menuju India. Ranavalona menerapkan kebijakan berdikari untuk membatasi pengaruh kekuatan-kekuatan asing.<ref>Oliver (1886), hlm. 48</ref>
Tak lama setelah naik tahta, Ranavalona mengeluarkan perjanjian Inggris-Merina yang dibuat antara para duta Radama dan Inggris, dan menolak untuk tetap meraih pembayaran tahunan dari Inggris dalam pertukaran untuk kesetiaan untuk pemberlakuan perjanjian tersebut. Kondisi paling signifikannya adalah kerajaan tersebut tak ikut serta dalam perdagangan budak internasional, yang dulunya adalah sumber pendapatan utama untuk kerajaan Imerina, [[suku Betsimisaraka|Betsimisaraka]], [[Sakalava]] dan kerajaan-kerajaan lain di belahan pulau tersebut. Salah satu dampak dari pemberlakuan perjanjian persahabatan Inggris-Merina adalah akhir pengiriman senjata Inggris, yang disewa ratu untuk melawan kekuatan-kekuatan asing dan meredam pemberontakan lokal.<ref name="foulepoint" /> Pemberlakuan tersebut batal pada 1829 saat armada enam kapal
Ratu meraih perhatian saat [[Jean Laborde]] asal
=== Persekongkolan asing ===
[[Berkas:Radama II with crown.jpg|jmpl|Putra dan pewaris Ranavalona, Pangeran Rakoto (kemudian Raja Radama II)]]
Gagal meraih bekingan kekuatan negara Eropa untuk menempatkan Radama di tahta dan memberlakukan perjanjian tersebut, Lambert memutuskan untuk mengadakan kudeta secara independen. Ia mendatangi istana Ranavalona pada Mei 1857 bersama dengan penjelajah dunia Austria abad ke-19 [[Ida Pfeiffer]], yang menjadi partisipan tak diundang dalam rencana tersebut. Ia mendokumentasikan sudut pandangnya tentang peristiwa tersebut dalam salah satu karya akhirnya. Menurut Pfeiffer, Radama dan Lambert berencana menggulingkan ratu pada 20 Juni, saat para menteri dan prajurit yang setia kepada Radama akan membangkangi Rova dan mendeklarasikan kesetiaan kepada pangeran tersebut dan mendukung transisi politik. Pfeiffer mengkhawatirkan rencana tersebut gagal pada [[Rainilaiarivony]], saat itu Kepala Komandan angkatan darat yang dikabarkan tak dapat melawan pasukan di halaman istana yang setia kepada Radama.<ref name="Pfeiffer">Pfeiffer (1861),
== Suksesi dan kematian ==
Saat ratu mengangkat putranya, Radama II, menjadi penerusnya, Rainimaharo dan faksi konservatif mengetahui pemahaman progresifnya dan berniat untuk menggantikannya dengan keponakan ratu, Ramboasalama, dan memajukan kesetiaan kepadanya dan agenda politik mereka.<ref>Ade Ajayi (1989),
Pada 16 Agustus 1861, Ranavalona meninggal dalam tidurnya di istana Manjakamiadana di Rova Antananarivo.<ref name="succession" /> Dua belas ribu [[zebu]] disembeli dan daging mereka dibagikan ke penduduk dalam menghormatinya, dan masa berkabung resmi berlangsung selama sembilan bulan. Jenazahnya dibaringkan di sebuah peti yang terbuat dari [[piastre]] perak di sebuah makam di kota kerajaan Ambohimanga. Pada upacara pemakamannya, sebuah percikan tak sengaja timbul di dekat barel bubuk meriam yang dipakai untuk upacara tersebut, menyebabkan ledakan dan kebakaran yang menewaskan sejumlah hadirin dan menghancurkan tiga kediaman kerajaan di kawasan Nanjakana dimana upacara tersebut diadakan.<ref name="mahandrihono">{{cite web |last=Ravalitera |first=Pela |title=Nampoina, des cases de ses ancêtres aux Rova |publisher=L'Express de Madagascar |date=19 July 2012 |url=http://www.lexpressmada.com/5276/print-opinion-2942.html |accessdate=11 November 2012 |archiveurl=https://www.webcitation.org/6C5lIDymD?url=http://www.lexpressmada.com/5276/print-opinion-2942.html |archivedate=November 11, 2012 |language=French |deadurl=yes |df= }}</ref> Pada 1897, otoritas kolonial
== Warisan ==
Kebijakan tradisionalis Ranavalona secara rancu direvisi di bawah pemerintahan putranya, Raja Radama II. Perebakan wabah "serangan roh" di seluruh Imerina menyusul konversi publik Radama ke agama Kristen dan lebih diatributkan kepada serangan roh Ranavalona I.<ref>Cole (2001),
Orang-orang asing yang sezaman dengan ratu sangat mengecam kebijakan-kebijakannya dan memandangnya sebagai tindakan tiran atau bahkan wanita jahat, sebuah karakterisasi yang tertoreh dalam sastra sejarah Barat sampai 1970an.<ref name="Berg">{{cite journal | last = Berg | first = Gerald | year = 1995 | title = Writing Ideology: Ranavalona, the Ancestral Bureaucrat | journal = History in Africa | volume = 22 | pages = 73–92 | doi = 10.2307/3171909 | jstor = 3171909 }}</ref><ref name="research" /> Meskipun Ranavalona biasanya digambarkan sebagai tiran xenofobik dan kejam, dalam analisis sejarah terkini, ia umum dipandang sebagai politikus cerdik yang secara efektif melindungi kedaulatan politik dan budaya atas negaranya dari cengkeraman Eropa.<ref name="research" /><ref>Sharp (2002),
Catatan fiksionalisasi dari Ranavalona dan pemerintahannya muncul dalam novel ''[[Flashman's Lady]]'' karya [[George MacDonald Fraser]]. Karakter utamanya, seorang prajurit dan agen Inggris bernama [[Harry Paget Flashman]], menjadi penasehat militer dan kekasih Ranavalona.<ref>MacDonald Fraser (1977)</ref>
|