Jaya Suprana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ongko354 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 47:
Jaya Suprana mengabdikan sisa hidupnya untuk membina anak anak Indonesia berbakat [[seni]] luar biasa agar dapat berkiprah di panggung dunia mengharumkan nama bangsa dan negara Indonesia di samping menulis artikel dan buku.
<!-- DARI TOKOH INDONESIA.COM
Jaya Suprana, yang bernama asli '''Poa Kok Tjiang''', adalah orang [[Tionghoa]] yang besar dalam budaya Jawa. Pria bertubuh tambun dan berkacamata tebal ini akrab di hadapan publik lewat acara televisi Jaya Suprana Show di [[TPI]]. Pendiri Museum Rekor MURI dan pencetus kelirumologi ini mempunyai beragam predikat – mulai dari pengusaha, pembicara, presenter, penulis, kartunis, pemain piano hingga pencipta lagu – yang diakui oleh media internasional seperti [[Die Welt]], [[Los Angeles Times]], [[The Guardian]], [[Wall Street Journal]], dan [[Straits Time]].
 
Semasa muda, Jaya pernah menjadi pedagang buku bekas di Semarang pada tahun 65-an. Bahkan ketika sekolah di Jerman ia tak sungkan menjadi tukang bubut, tukang pasang ubin, atau menjadi pegawai kafetaria mahasiswa. Sepulang belajar di Jerman ia sempat menjadi Manajer Pemasaran Jamu Jago, sebelum naik jabatan sebagai presiden direktur.
 
Setelah sekitar delapan tahun menjadi direktur di perusahaan jamu yang diwarisinya dari keluarga - yang berdiri sejak tahun 1918 - Jaya beralih ke posisi presiden komisaris. Kini, tugasnya hanya mengarahkan GBHP (Garis Besar Haluan Perusahaan) dan mengawasi kinerja perusahaannya.
 
Dalam berbagai kesempatan, Jaya selalu muncul bersama tokoh-tokoh politik kelas wahid di negeri ini. Meskipun begitu, Jaya tidak tertarik pada urusan politik. Di samping itu, ayahnya juga pernah berpesan agar Jaya tidak terjun ke dunia politik karena politik pada praktiknya justru sering menjadi berhala dan menguasai makhluk tertinggi ciptaan Tuhan itu.
 
Pada 27 Januari 1990, ia mendirikan [[Museum Rekor Indonesia]] (MURI) sebagai bagian dari visi ke depannya untuk menghimpun semua prestasi, perilaku, dan kegiatan yang unik, langka, dan kreatif. Museum yang selokasi dengan Museum [[Jamu Jago]] ini sudah menjadi objek wisata resmi kota [[Semarang]], [[Jawa Tengah]].
 
Sebagai seorang pemikir dan penulis, Jaya mengobok-obok berbagai literatur dan media untuk mempelajari kekeliruan dan kesalahkaprahan yang telah dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari. Hingga akhirnya, ia memelopori istilah ''kelirumologi'' dan melahirkan buku berjudul ''Kaleidoskopi Kelirumologi'', yang mengajak pembaca untuk lebih peka terhadap hal-hal yang dianggap benar padahal salah di tengah-tengah masyarakat. Misalkan saja, semboyan yang dipercaya masyarakat - ''mens sana in corpore sano'' (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat). Jaya mengatakan bahwa di dalam tubuh yang sehat, belum tentu hadir jiwa yang sehat. Jaya memberi contoh [[Mike Tyson]] atau penghuni rumah sakit jiwa, bertubuh sehat tapi jiwanya sakit.
 
Berkat kerja keras dan ketekunannya, ia memperoleh puluhan penghargaan nasional maupun internasional dalam bidang seni musik (dari Freundeskreis des Konservatoriums Muenster, [[Jerman]], dan dari Pangeran Bernhard, [[Belanda]]), kebudayaan (Budaya Bhakti Upapradana), komputer (Best in Personal Computing Award 1995 dari Apple Macintosh Inc.), industri-bisnis (The Best Executive Award 1998), prestasi perusahaan (Trade Leader's Club, Madrid, dan Institut pour Selection de la Qualite, [[Belgia]]), lingkungan hidup (Sahwali Award 1997), kemanusiaan (Duta Kemanusiaan 1991-1992 [[Palang Merah Indonesia]]), dan lain-lain
Baris 77:
{{DEFAULTSORT:Suprana, Jaya}}
{{lifetime|1949||}}
 
[[Kategori:Tokoh dari Denpasar]]
[[Kategori:Bali-Jawa]]