Jurnalisme kuning: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
'''Jurnalisme kuning''', atau '''koran kuning''', adalah jenis [[jurnalisme]] dengan judul-judul berita yang bombastis, tetapi setelah dibaca isinya tidak substansial. Jurnalisme kuning adalah jurnalisme pemburukan makna. Ini disebabkan karena orientasi pembuatannya lebih menekankan pada berita-berita sensasional daripada substansi isinya.
 
Jurnalisme kuning bertujuan meningkatkan penjualan, oleh karena itu jurnalisme kuning sering dituduh sebagai jurnalisme yang tidak profesional dan tidak beretika.
Baris 8:
Frank Luther Mott mendefinisikan jurnalisme kuning dengan beberapa karakteristik dan menekankan bahwa jurnalisme kuning tidak boleh disamakan dengan sensasionalisme. Sensasionalisme melekat dengan aspek kejahatan, gosip dan skandal, perceraian dan seks dan sebagainya.
 
Tetapi, jurnalisme kuning lebih kompleks daripada itu, karena "membedakan teknik". Hal ini termasuk pada penggunaan atau penampilan.
 
* Berita utama yang menonjol dengan "teriakan kegembiraan" seringkali tentang berita yang relatif tidak penting.
* Berbagai jenis penipu dan penipuan, termasuk wawancara dan cerita palsu.
* ''Sunday Suplement''<ref>{{Cite journal|date=2017-09-15|title=Sunday Supplement|url=https://en.wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Sunday_Supplement&oldid=800722295|journal=Wikipedia|language=en}}</ref> dan komik berwarna.
* Kurang lebih simpati yang mencolok dengan ''underdog''<ref>{{Cite journal|date=2017-06-02|title=Underdog (istilah)|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Underdog_(istilah)&oldid=12971118|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref> dengan kampanye terhadap pelanggaran yang diderita oleh rakyat biasa.
 
== Karakteristik ==
Studi ini mendukung dan menyajikan kumpulan karakteristik jurnalisme kuning yang lebih menyeluruh, serangkaian karakteristik yang berasal dari pembacaan yang cermat atas isu-isu ''New York Journal'' dan ''New York World'' selama awal pertengahan tahun 1897.
 
* Seringnya penggunaan ''headline multikolom'' yang terkadang membentang di halaman depan.
* Berbagai topik yang dilaporkan di halaman depan, termasuk berita politik, perang dan diplomasi internasional, olahraga dan masyarakat.
* Penggunaan ilustrasi yang imajinatif termasuk foto-foto dan representasi grafik lainnya.
* ''Layout'' yang berani dan eksperimental termasuk di mana satu laporan dan ilustrasi akan mendominasi halaman depan. Tata letak seperti itu kadang-kadang ditingkatkan dengan penggunaan warna.
* Kecenderungan untuk bergantung pada sumber-sumber anonim, terutama dalam pengiriman para wartawan terkemuka (seperti James Creelman, yang menulis untuk ''Journal and the World'').
* Kecenderungan untuk promosi diri, untuk menarik perhatian dengan penuh semangat pada prestasi koran.
 
== Sejarah ==
Istilah Jurnalisme Kuning atau Yellow Journalism merujuk pada persaingan surat kabar di Amerika Serikat<ref>{{Cite journal|date=2018-09-18|title=Amerika Serikat|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Amerika_Serikat&oldid=14196979|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref>. berasal dari penggambaran tokoh ''Yellow Kid'' oleh R. F. Outcault. Outcault menggambarkan ''Yellow Kid''<ref>{{Cite journal|date=2013-04-30|title=The Yellow Kid|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=The_Yellow_Kid&oldid=6804746|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref> sebagai seorang anak laki-laki yang tidak sopan, terlalu banyak bicara serta berkunjung ke rumah-rumah petak di New York (Campbell, 2001: 25).
 
Outcault kemudian direkrut oleh ''New York World'' bersama ''New York Journal'' dan memuat karakter ''Yellow Kid'' (Malik, 2017: 3). Persaingan antara kedua media tersebut kemudian melahirkan istilah ''yellow press'' setelah keduanya menerbitkan saingan karakter mereka, ''Yellow Kids'' (Campbell, 2001: 26).
 
Setelah ditemukan mesin cetak pada sekitar tahun 1980an, teknologi ''printing'' bertumbuh pesat sehingga semakin mudah untuk memperluas jaringan komunikasi dan penyeberan berita.
 
Teknologi percetakan memunculkan perusahaan media surat kabar sehingga banyak terjadi persaingan. Surat kabar internasional mengacu pada jurnalisme kuning (Rahmitasari, 2013:99-101).
 
Sebelumnya, ''Yellow Journalism'' menggambarkan persaingan bisnis<ref>{{Cite journal|date=2018-02-01|title=Bisnis|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Bisnis&oldid=13669653|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref> antarsurat kabar, namun terjadi perubahan makna ''Yellow Journalism''. ''Yellow Journalism'' kini beralih untuk mengungkapkan ejekan terhadap adanya berita yang berlebihan dan sensasional.
 
Ditambah pula ''Yellow Journalism'' tidak melalui proses ''gatekeeping''<ref>{{Cite journal|date=2018-10-16|title=Gatekeeping (communication)|url=https://en.wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Gatekeeping_(communication)&oldid=864364847|journal=Wikipedia|language=en}}</ref> sehingga ada beberapa fakta yang meleset.
 
Salah satu contoh ''Yellow Journalism'' adalah pada masa Perang Dunia I (PD I) yakni sebuah foto seseorang tehanan yang menghadapi regu tembak pada saat hukuman mati. Foto tersebut dimuat pertama kali di sebuah surat kabar ''Daily Mirror''<ref>{{Cite journal|date=2018-01-19|title=Daily Mirror|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Daily_Mirror&oldid=13582110|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref> pada tahun 1914 oleh Albert Rhys Williams<ref>{{Cite web|url=https://spartacus-educational.com/|title=Spartacus Educational|website=Spartacus Educational|language=en|access-date=2018-10-21}}</ref>.
 
Tujuan beredarnya foto tersebut adalah keinginan untuk memberitahukan kepada semua orang bahwa hukuman mati pada waktu itu benar-benar nyata. Sebelumnya, foto eksekusi hukuman mati tidak memiliki kisah nyata di baliknya.
 
== Era Internet ==
Berita-berita ''Yellow Journalism'' semakin berkembang dengan adanya internet<ref>{{Cite journal|date=2018-09-16|title=Internet|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Internet&oldid=14192372|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref>. Internet membawa ''Yellow Journalism'' ke media online<ref>{{Cite web|url=https://www.romelteamedia.com/2014/09/banyak-media-online-jadi-koran-kuning.html|title=Banyak Media Online Jadi Koran Kuning - Romeltea Media|last=Romeltea|website=Romeltea Media|access-date=2018-10-21}}</ref> atau ''web'' yang merupakan media massa dengan karakteristik yang melembaga serta dapat diakses oleh siapa saja. Media cetak bertransformasi menjadi bentuk ''online'' sebagai upaya untuk menjangkau para pembaca. Namun hal ini juga dilakukan oleh media berbasis ''Yellow Journalism''.
 
''Yellow Journalism'' tidak melulu ditentukan oleh persaingan surat kabar. Dengan adanya internet, ''yellow journalism'' banyak menemukan berita di portal berita dan situs ''[[World Wide Web|web]]''. Longgarnya regulasi yang mengatur perihal media jurnalisme memberikan kesempatan untuk media dengan pusar jurnalisme kuning untuk membuka ''platform'' baru dengan tujuan memperoleh klik maupun ''viewers'' dari para pembaca.
 
Terminologi ''Yellow Journalism'' muncul sebagai ejekan untuk berita yang berlebihan dan sensasional.
 
Contoh konkret ''Yellow Journalism'' di internet adalah kasus persidangan antara Samsung<ref>{{Cite journal|date=2018-09-16|title=Samsung|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Samsung&oldid=14192683|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref> dengan Apple<ref>{{Cite journal|date=2018-10-09|title=Apple Inc.|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Apple_Inc.&oldid=14269235|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref>. Kasus tersebut diunggah ke situs ''web'' di Meksiko dengan berisi klaim tentang kewajiban Samsung untuk membayar denda sebesar $1,2 milliar dalam bentuk koin sehari setelah hakim memutuskan untuk mendukung Apple.
Baris 54:
Ada beberapa contoh jurnalisme kuning yang beredar di dunia internasional.
 
The ''Daily Sun''<ref>{{Cite web|url=https://www.dailysun.co.za/|title=Daily Sun {{!}} Home|website=DailySun|language=en|access-date=2018-10-21}}</ref> adalah salah satu surat kabar utama yang beredar di Afrika Selatan dengan menjual 500.000 eksemplar setiap harinya. Editor ''The Sun'', Trevor Kavanagh (2011), mengungkapkan bahwa "Kami mengubah subjek-subjek sulit seperti politik, perdagangan dan perang menjadi sesuatu yang lebih mudah dicerna dan dipahami".
 
Keberadaan ''The Daily Sun'' mengubah kultur berbedia masyarakat di Afrika Selatan, akses informasi tidak hanya dapat dinikmati oleh kalangan atas saja, melainkan juga seluruh kalangan luas pekerja.
 
Masyarakat juga beranggapan ''The Daily Sun'' sebagai penyelamat untuk para pekerja dan buruh kasar yang isunya tidak pernah dimuat di surat kabar non-tabloid.
 
Hingga 2018 surat kabar ini masih aktif melakukan produksi dan memiliki situs di ''web'' maupun linimasa seperti ''Youtube, Instagram, Facebook, Twitter'' maupun perangkat lainnya.
 
Lalu, Tabloid ''News of the World'' di Inggris. Tabloid ini pernah menjadi media berbahasa Inggris dengan penjualan tertinggi di dunia. Namun, media ini dikecam karena dalam praktiknya melakukan beberapa penyimpangan seperti dalam skandal penyadapan telepon. Hingga akhirnya penerbitan media ini diberhentikan pada tahun 2011 oleh pemiliknya.
 
== Jurnalisme Kuning di Indonesia ==
Jurnalisme Kuning di Indonesia berlangsung sejak era Demokrasi Liberal dan berlanjut di era Orde Baru (Orba). Hal tersebut beriringan dengan kemunculan koran Pos Kota dengan sajian informasi yang disampaikan berupa kriminalitas, kekerasan dan seksualitas.
 
Praktik jurnalisme kuning diikuti oleh media serupa setelah diberlakukannya Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 sehingga pemberitaan yang cenderung vulgar dan memiliki sensasi menjadi ''trend'' banyak media.
 
Persoalan terkait pemberitaan yang bersifat sensasional telah dikeluhkan sejak Demokrasi Liberal di mana Indonesia menganut sistem multipartai pada masa itu. Setiap partai memiliki penerbitan surat kabar sehingga memungkinkan banyaknya media terllibat dalam perang berita, tajuk rencana, maupun karikatur dengan tujuan untuk saling menjatuhkan (Malik, 2017: 1-4).
 
Tahun 2018 teknologi internet berkembang pesat. ''Yellow Journalism'' juga telah merambah ke ranah ''online'' dan dikenal sebagai media jurnalisme syahwat. Berikut adalah beberapa contoh media jurnalisme kuning yang masih beredar di Indonesia.
 
# Koran Lampu Hijau, surat kabar ini menggunakan bahasa judul yang kurang senonoh. Namun, hal tersebutlah yang menarik banyak pembaca. Meskipun isi beritanya bukanlah merupakan berita bohong, namun penggunaan ilustrasi yang vulgar menjadi alasan surat kabar tersebut banyak dikecam oleh berbagai pihak.
# Koran Lampu Merah, hampir sama dengan surat kabar sebelumnya, judul dengan penggunaan bahasa yang senonoh bertujuan agar para pembaca penasaran sehingga tertarik untuk membaca. Namun, judul yang terlalu bertele-tele dan cenderung menjelaskan ilustrasi peristiwa justru tidak menyisakan ruang untuk isi berita tersebut. Secara sederhana, koran ini menampilkan judul dengan ukuran yang besar dan mencolok hanya untuk membuat pembaca tertarik dengan topik tanpa harus mengetahui isi beritanya.
# Meteor Jogja, surat kabar yang berdomisili di kota Yogyakarta ini hadir dengan judul yang hampir sama dengan kedua koran sebelumnya. Hanya saja, tata bahasa yang digunakan cenderung menggunakan budaya lokal setempat. Tujuannya sama, yakni membuat pembaca penasaran untuk menyimak peristiwa yang terjadi.
# Koran Merapi, sama halnya surat kabar Meteor Jogja, surat kabar ini memuat berita-berita yang sensasional guna mempercepat penjualan.
 
Selain dalam bentuk koran, jurnalisme kuning melebarkan sayapnya ke dalam bentuk ''media online''. Salah satu ''media online'' berbasis jurnalisme kuning adalah media yang berasal dari pulau Kalimantan. Media jurnalisme kuning tersebut mengangkat kasus seorang anggota pejabat yang melakukan hubungan seksual di dalam mobil dinas miliknya dengan seorang perempuan berusia 17 tahun. Dalam artikel tersebut, berita yang dimuat menceritakan kronologis peristiwa pemerkosaan secara gamblang dan vulgar. Bahkan, bisa dikatakan bahwa berita tersebut tidak memenuhi kaidah jurnalistik, malah justru mirip seperti bacaan orang dewasa (Mardjianto, 2017).
 
Jurnalisme kuning bisa dikatakan media yang antimainstream dengan mengaburkan kaidah jurnalistik yang ada. Jurnalisme kuning tidak mengindahkan etika komunikasi massa dengan mengemas suatu peristiwa ke dalam bentuk berita yang vulgar dan sensasional seperti berita kriminal, pemerkosaan maupun pembunuhan dengan disertai foto apa adanya dan tidak disaring melalui tahap kurasi foto.
 
Hal ini tentu menimbulkan kesan bahwa jurnalisme kuning kurang memiliki rasa empati terhadap korban terdampak peristiwa.
 
== Sumber ==
 
* Buku Nurdin, Jurnalisme Masa Kini, Rajawali Pers, 2009
* Campbell, W. Joseph. (2001). ''Yellow Journalism: Puncturing the Myths, Defining the Legacies''. London: Praeger Publishers.
* Malik, Abdul. Desember 2017. “''Jurnalisme Kuning'', ‘Lampu Kuning’ Etika Komunikasi Massa”. ''Volume 1, No. 2,'' http://e-jurnal.lppmunsera.org/index.php/ajudikasi/article/download/492/555 (diakses Kamis, 4 Oktober 2018, pukul 19.54 WIB).
* Simkin, John. (2014). “British Journalism and the First World War”. <nowiki>https://spartacus-educational.com/FWWjournalism.htm</nowiki> (diakses Kamis, 4 Oktober 2018, pukul 00.16 WIB).
* Spencer, David R.. (2007). ''The Yellow Journalism: The Press and America Emergence as a World Power''. USA: Nortwestern University Press.
* Rahmitasari, D. H. (2013). Jurnalisme tabloid di Indonesia. Jurnal Ilmu Komunikasi, 10, 99-112
* Mott, Kathryn. 2012. Yellow Journalism – Present and Past. Diakses 3 Oktober 2018, dari <nowiki>https://www.americanhistoryusa.com/yellow-journalism-present-and-past/</nowiki>
* Campbell, W. J. (2001). Yellow Journalism. Wesport, London: Praeger.
* Romelteamedia. (2014). ''Banyak media online jadi koran kuning.'' Diakses dari https://www.romelteamedia.com/2014/09/banyak-media-online-jadi-koran-kuning.html
* Pakarkomunikasi. (2018). ''Contoh jurnalisme kuning di indonesia.'' Diakses dari https://pakarkomunikasi.com/contoh-jurnalisme-kuning-di-indonesia
* Mardjianto, F. (2017). ''Jurnalisme syahwat era internet.'' Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2017/05/25/17483201/jurnalisme.syahwat.era.internet
*