Jurnalisme sastra: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
KatyaU20 (bicara | kontrib)
Baris 9:
Tokoh-tokoh jurnalistik sastrawi memperkenalkan gaya penulisan narasi dan peliputan reportase dalam karyanya. Setelah Wolfe, terdapat banyak pemikir jurnalistik yang mulai mengembangkan jurnalisme sastra. Pada tahun 1970-an, tokoh-tokoh seperti John McPhee, John Hoagland, dan Richard Rhodes mulai memperluas cangkupan jurnalisme sastra. Selanjutnya, pada tahun 1980, muncul tokoh-tokoh baru yang saling bekerja sama untuk menyebarkan dan mengembangkan jurnalisme sastra di berbagai daerah. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya: Tracy Kidder dan Mark Singer, Richard Preston dan Adrian Nicole LeBlanc. Mereka mulai mengembangkan gaya penulisan seperti di tulisan wisata'','' memori, esai-esai, dan lain-lain. Adanya tokoh-tokoh tersebut kemudian menginspirasi kelahiran jurnalisme sastra di berbagai belahan dunia.
 
== JurnalistikJurnalisme Sastrawisastra di Indonesia ==
JurnalistikJurnalisme Sastrawisastra di Indonesia baru mulai dikenal pada tahun 1990-an. Majalah ''Tempo'' disebut-sebut sebagai salah satu media yang menjadi inisiator dalam penerapan jurnalistikjurnalisme sastrawisastra di Indonesia. Saat berdiri, ''Tempo'' merupakan satu-satunya media yang menggunakan teknik bercerita dalam menulis kontennya.
 
Kemudian, media lain mulai mengikuti ''Tempo''. Ketidakraguan ''Tempo'' dalam mengadopsi “jurnalistik baru” ini disebabkan karena para awak ''Tempo'' didominasi oleh sastrawan. Sehingga apa yang mereka tulis dan laporkan, ikut terpengaruh gaya sastra. Mereka adalah Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Eka Budianta, Fikri Jufri, Lelila Chudori, dan Bondan Winarno serta kolumnis lainnya yang juga merupakan jurnalis-sastrawan.
 
Selain dari jurnalis-sastrawan ''Tempo'', banyak jurnalis-sastrawan yang ikut turut andil dalam dinamika jurnalistikjurnalisme sastrawisastra di Indonesia, diantaranya Remy Syldo dari majalah ''Aktuil'', Korrie Layun Rampan dari majalah ''Sarinah'', Titie Said dari majalah ''Kartini'' dan banyak jurnalis-sastrawan lain. Tidak hanya sebagai inisiator, para jurnalis-sastrawan juga memberikan pelatihan bagi jurnalis yang ingin mengetahui jurnalistikjurnalisme sastrawisastra lebih jauh. Para awak jurnal Pantau contohnya yang dengan gencar mensosialisasikan jurnalistik sastrawi bagi jurnalis-jurnalis pemula.
 
Sekitar tahun 2010, perguruan tinggi juga mulai aktif mengambil bagian dalam pengembangan dan sosialisasi jurnalistikjurnalisme sastrawisastra, namun tidak secara terang-terangan sebagai bagian dari kajian ilmu. Hal tersebut terlihat dari materi kuliah yang masih memandang bahwa jurnalistikjurnalisme sastrawisastra dan ''feature'' hanyalah pelengkap sebuah berita.
 
Istilah jurnalisme sastra dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari istilah ''literary journalism'' ([[Inggris]]).<ref name="salemba"> {{cite book|title=Literary Journalism, Jurnalistik Sastrawi|author=Masri Sareb Putra|year=2010|publisher=Salemba Humanika|year=2010|location=Jakarta|page=47-49|ISBN=978-602-8555-16-6|location=Jakarta}} </ref> Jurnalisme artinya pekerjaan mengumpukan, menulis, dan menyunting berita atau kewartawanan.<ref name="kamus"> {{cite web|url=http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php|title=KBBI daring|accessdate=22 April 2014}} </ref> Istilah yang juga sering digunakan adalah jurnalistik sastra.<ref name="salemba" /> Istilah yang salah namun sering dipakai adalah jurnalisme sastrawi.<ref name="salemba" /> Istilah jurnalisme sastra secara kaidah bahasa baku menerangkan diterangkan tidak tepat karena keduanya kata sifat.<ref name="salemba" />
 
== Jurnalisme sastra sebagai jurnalisme baru ==
Baris 28 ⟶ 30:
 
Sama halnya dengan ''hard news'' atau jenis berita lain, jurnalisme sastra juga menggunakan unsur 5W + 1H (''What, Who, When, Where, Why, How''). Namun tentu dengan penyajian dan elemen yang berbeda pula.
 
== Istilah Jurnalisme Sastra di Indonesia ==
Istilah jurnalisme sastra dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari istilah ''literary journalism'' ([[Inggris]]).<ref name="salemba"> {{cite book|title=Literary Journalism, Jurnalistik Sastrawi|author=Masri Sareb Putra|year=2010|publisher=Salemba Humanika|page=47-49|ISBN=978-602-8555-16-6|location=Jakarta}} </ref> Jurnalisme artinya pekerjaan mengumpukan, menulis, dan menyunting berita atau kewartawanan.<ref name="kamus"> {{cite web|url=http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php|title=KBBI daring|accessdate=22 April 2014}} </ref> Istilah yang juga sering digunakan adalah jurnalistik sastra.<ref name="salemba"/> Istilah yang salah namun sering dipakai adalah jurnalisme sastrawi.<ref name="salemba"/> Istilah jurnalisme sastra secara kaidah bahasa baku menerangkan diterangkan tidak tepat karena keduanya kata sifat.<ref name="salemba"/>
 
== Karakteristik ==