Sampoerna: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di hari + pada hari)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Di tahun +Pada tahun)
Baris 71:
Dalam tradisi keluarga Tionghoa, ketika seorang kepala keluarga meninggal, yang mewariskan bisnis keluarga adalah anak tertua di keluarga tersebut. Namun saat itu, anak tertua Liem, Swie Hua, sudah memiliki bisnis perdagangan tembakau sendiri di [[Jawa Tengah]] dan [[Kudus]] yang kondisi finansialnya saat itu mendekati bahkan di atas Sampoerna. Anak keduanya, Swie Ling, sudah membangun pabrik rokok sendiri, PT Panamas, di Bali. Anak bungsunya, Kwang, tidak menunjukkan minat terhadap bisnis ini. Akhirnya bisnis rokok Sampoerna dilanjutkan oleh anak ketiga dan keempatnya, Sien dan Hwee, bersama dengan suami masing-masing.
 
Setelah kematian Liem, bisnis rokok Sampoerna jatuh memburuk. Hal ini diperparah dengan adanya konflik manajemen dan buruh, serta persaingan bisnis yang semakin ketat terutama dari perusahaan-perusahaan asing yang menjual rokok [[sigaret kretek mesin]]. DiPada tahun 1959, pabrik-pabrik rokok Sampoerna dapat dikatakan hampir tidak beroperasi. Sebagian besar mesin pengaduk dan pembuat sigaret sudah dijual dan perusahaan dalam kondisi terpecah-pecah, terancam kebangkrutan.
 
Swie Hwa, anak pertama Liem, merasa perlu melakukan sesuatu. Namun masalahnya ia sudah memiliki bisnis perdagangan tembakau sendiri. Ia pun mengirimkan surat kepada adiknya, Swie Ling, di Bali dan menceritakan kondisi Taman Sampoerna kini, memohonny auntuk kembali. Mendengar betapa terpuruknya Taman Sampoerna, Swie Ling setuju untuk kembali. Ia mulai merintis kembali perusahaan tersebut dan memfokuskan produksinya pada merek ''Dji Sam Soe''.