Adityawarman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
Đông Minh (bicara | kontrib)
fixed cite error
Baris 77:
Dari [[prasasti Suruaso]] yang beraksara [[Melayu]] menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi ''taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi''<ref>Casparis, J.G., (1990), ''An ancient garden in West Sumatra'', Kalpataru, 40-49.</ref>, yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu [[Akarendrawarman]] yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan [[adat Minangkabau]], pewarisan dari ''mamak'' (paman) kepada ''kamananakan'' (keponakan) telah terjadi pada masa tersebut<ref name="Kozok" />. Selain itu juga terlihat kepedulian Adityawarman untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakatnya dengan tidak bergantung kepada hasil hutan dan tambang saja.
 
Ada pendapat yang mengatakan kenapa Adityawarman tidak bertahta di [[Dharmasraya]] karena dia tidak memiliki hak atas kerajaan Dharmasraya tidak dapat dibuktikan, karena dari sisi ibunya [[Dara Jingga]] adalah salah seorang putri dari ''[[Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa]]'' raja Melayu sebagaimana yang disebut pada ''Pararaton'', dan lagi pula dari manuskrip pada bagian belakang Arca Amoghapasa, Adityawarman jelas menyatakan dirinya sebagai raja dari ''bangsa'' Mauli serta ''memulihkan keadaan sebelumnya''<ref name="Kern1"/>, Arca Amoghapasa ini sebelumnya merupakan hadiah dari [[Kertanagara]] dan ditempatkan di [[Dharmasraya]], sebagaimana tersebut dalam [[prasasti Padang Roco]].<ref name="Muljana4Muljana4_B">Muljana, Slamet, (1981), ''Kuntala, Sriwijaya Dan Suwarnabhumi'', Jakarta: Yayasan Idayu.</ref>.
 
Kemungkinan yang menyebabkan Adityawarman untuk memindahkan pusat kerajaannya lebih ke dalam yaitu daerah pedalaman (Pagaruyung atau Suruaso) adalah sebagai salah satu strategi untuk menghindari konfrontasi langsung dengan kerajaan [[Majapahit]], yang pada masa itu lagi gencarnya melakukan penaklukan perluasan wilayah di bawah Mahapatih [[Gajah Mada]], karena dari gelar yang disandang oleh Adityawarman jelas menunjukan kesetaraan gelar dengan gelar raja di Majapahit, sehingga hal ini dapat menunjukan bahwa Adityawarman memang melepaskan diri dari pengaruh kerajaan Majapahit. Namun ada juga pendapat lain berasumsi bahwa Adityawarman pindah ke daerah pedalaman untuk dapat langsung mengontrol sumber [[emas]] yang terdapat pada kawasan [[Bukit Barisan]] tersebut<ref>Miksic, John., (1985), ''Traditional Sumatran Trade'', Bulletin de l'Ecole française d'Extrême-Orient.</ref>.