Museum Maritim Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Di tahun +Pada tahun)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-  + )
Baris 2:
 
== Latar Belakang ==
Sejak abad ke-9 Masehi, nenek moyang kita telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Ke Utara mengarungi laut [[Tiongkok]], ke Barat memotong lautan Hindia hingga [[Madagaskar]], ke Timur hingga [[Pulau Paskah]]. Kondisi itu membuat bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa penjelajah samudera. Kenyataan akan kejayaan maritim Indonesia di masa lampau memang bukan sekadar mitos yang dilebih-lebihkan catatan sejarah. Sejak dahulu, bangsa Indonesia telah menjadikan laut sebagai bagian penting dari kehidupan keseharianya. Sebelum kedatangan bangsa penjajah, laut Indonesia juga telah digunakan sebagai “titik temu” berbagai suku bangsa yang saling berinteraksi dalam hal ekonomi, percaturan politik, hingga pertukaran bahasa dan budaya. Di seluruh penjuru [[Nusantara]] telah tersebar berbagai bandar dagang dan pelabuhan-pelabuhan besar. Sejarah pun telah menyebutkan bahwa bersatunya Nusantara adalah karena kebesaran armada maritimnya.  
 
Cerita tentang kejayaan maritim Nusantara juga tercermin dalam kisah Kerajaan [[Sriwijaya]]. Sriwijaya merupakan negara maritim yang kuat, sehingga dapat menguasai seluruh [[Sumatera]] dan mengirimkan ekspedisinya ke [[Jawa]] serta menguasai [[Selat Malaka]] hingga [[Tanah genting Kra]].<ref>Yuliati. 2014. Kejayaan Indonesia sebagai Negara Maritim (Jalesveva Jayamahe). Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Universitas Negeri Malang melalui journal.um.ac.id</ref> Di puncak kejayaannya, [[Sriwijaya]] menjadi tuan atas [[Selat Malaka]] dan menguasai rute perdagangan yang melalui selat ini. Pada tahun 1178, seorang penulis [[Cina]], Chou K’u-fei, melaporkan bahwa beberapa kapal asing yang lewat akan diserang jika tidak masuk pelabuhan Sriwijaya atau membayar tol. Kapal-kapal Sriwijaya melakukan pelayaran sendiri antara Cina dan [[India]]. Ia juga mengirimkan utusan ke Cina dan diakui sebagai negara penguasa di [[Asia Tenggara]].<ref>Yuliati. 2014. Kejayaan Indonesia sebagai Negara Maritim (Jalesveva Jayamahe). Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Universitas Negeri Malang melalui journal.um.ac.id</ref>
Baris 13:
Kehadiran museum bertema [[maritim]] di tengah persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia –pudarnya budaya dan pola pikir maritim– sangat relevan. Budaya [[maritim]] yang begitu kaya membutuhkan ruang untuk terus lestari dan berkembang. Kekayaan dan keberagaman budaya maritim akan hilang apabila tidak dikomunikasikan kepada khalayak dan diberi ruang untuk terus hidup. Terlebih lagi, di tengah dinamika sosial dan budaya yang berkembang begitu cepat, museum bertema maritim dapat menjadi media alternatif pendidikan non-formal yang berfungsi untuk merekonstruksi pola pikir maritim dan wawasan [[Nusantara]]. Hal itu ditegaskan oleh [[Sutan Takdir Alisjahbana]] dalam tulisannya yang mengatakan bahwa museum sebagai alat pendidikan zaman modern akan senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan dunia modern itu sendiri.<ref name=":0">Sadzali, Asyhadi Mufsi. 2014. ''Museum untuk Kebangkitan Maritim Indonesia Kajian Kritis Komunikasi Museum Bertema Maritim di Indonesia''. Tesis Sarjana S-2 Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.</ref> Sama seperti museum-museum pada umumnya, museum bertema [[maritim]] di [[Indonesia]] juga memiliki tanggung jawab dan fungsi untuk melestarikan, membina, sekaligus mengembangkan budaya maritim baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Melalui pesan-pesan yang dirangkai lewat ''display'' dan ruang pameran, museum bertemakan maritim di [[Indonesia]] berfungsi sebagai sarana komunikasi dan jembatan penghubung yang dapat memicu kesadaran dan pengetahuan bagi masyarakat.
 
Keberadaan museum bertema maritim di Indonesia menjadi sangat penting mengingat museum tidak hanya memiliki fungsi sebagai pelindung benda [[cagar budaya]], melainkan juga sebagai tempat pembentukan ideologi, disiplin, dan pengembangan pengetahuan bagi publik. Hal itu juga ditegaskan dalam kode etik ''ICOM'', “Museum memiliki tugas penting untuk mengembangkan peran pendidikan dan menarik pengunjung lebih luas dari kalangan masyarakat, lokalitas, atau kelompok yang dilayaninya. Interaksi dengan masyarakat pendukung dan pembinaan serta promosi warisan yang diampunya merupakan bagian integral dari pendidikan yang harus dilaksanakan oleh museum.<ref>Rusdi, Fitriana Uli. 2013. Museum Transportasi Maritim Mengembalikan Kejayaan Maritim Indonesia di Masa Mendatang. Skripsi Sarjana S-1 Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Lihat: S1-2013-285153-chapter1.pdf  </ref>
 
== Menilai Kualitas Museum Maritim ==
Baris 77:
'''1.Sumber'''
 
Sumber daya manusia dalam Museum Kapal Selam Pasopati Surabaya berperan sebagai  pelaksana dan pengelola museum. Berdasarkan sumber penelitian sebelumnya, sumber daya manusia yang mengelola dan menjalankan fungsi di [[Museum]] Kapal Selam Pasopati termasuk dalam kategori kurang memadai. Hal itu disebabkan oleh banyaknya ketidaksesuaian antara peran yang diampu dengan latar belakang pendidikan. Sebagai contoh, di Museum Kapal Selam Senopati Surabaya, peran kurator, tata pameran, dan konservasi tidak memiliki ''background'' pendidikan formal. Padahal, standar minimal untuk menjadi kurator adalah S1 Permuseuman atau bidang lain yang sejenis; standar minimal untuk tata pameran adalah D3 seni rupa; sedangkan standar minimal untuk konservasi adalah SMA jurusan IPA.
 
'''2. Pesan'''
Baris 89:
'''4. Pengunjung'''
 
Berdasarkan hasil penelitian yang ada, 98% dari pengunjung museum menginginkan adanya pengetahuan baru mengenai perkembangan maritim dari museum. Pengunjung juga menginginkan adanya koleksi unik dan bernilai penting seperti kapal selam asli dan pelayaran yang maksimal. Di samping itu, pengunjung juga menginginkan penggunaan teknologi dalam komunikasi museum seperti audiovisual dan smart tablet. 
 
'''5. Efek'''
 
Secara garis besar, efek atau dampak buruk masih banyak bermunculan sebagai akibat dari sumber daya manusia museum yang kurang kompeten, pesan museum yang tidak dirancang dengan baik, serta adanya potensi gangguan yang cukup tinggi. Hal-hal itu menyebabkan munculnya kebingungan pengunjung, tidak terinspirasi, dan pengunjung merasa tidak memperoleh tambahan pengetahuan yang signifikan. 
 
'''6. Gangguan'''
Baris 100:
 
== Museum Kapal Samudraraksa ==
Museum Kapal Samudraraksa<ref>{{Cite news|url=http://news.liputan6.com/read/108468/museum-kapal-di-candi-borobudur|title=Museum Kapal di Candi Borobudur|last=Liputan6.com|newspaper=liputan6.com|access-date=2017-10-16}}</ref> berada di dalam Komplek Taman Wisata [[Borobudur]], Kabupaten [[Magelang]], [[Jawa Tengah]]. Museum ini baru dibangun pada tahun 2004 dan diresmikan pada tahun 2005 oleh Menkokesra dan Presiden Susilo Bambang [https://news.detik.com/berita/431532/sby-resmikan-museum-kapal-samudraraksa Yudhoyono]. Sementara itu, pengelolaan Museum Kapal Samudraraksa dibawahi langsung oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur. Sedangkan tema utama yang diangkat dalam museum tersebut adalah pelayaran Kapal Samudraraksa ke [[Afrika]] dalam rangka ekspedisi kebudayaan maritim sekaligus rekonstruksi pelayaran dan perniagaan pada masa lampau. 
 
Berikut ini penjabaran unsur-unsur pada Museum Kapal Samudraraksa<ref name=":0" />:
Baris 109:
|-
|1.
|Sumber             
|Staff museum teridiri dari penanggung jawab museum, juru penerang, resepsionis, perawatan, dan penjual souvenir.
|-
Baris 148:
'''4. Pengunjung'''
 
Pengunjung Museum Kapal Samudraraksa didominasi oleh pelajar (SMP dan SMA), mahasiswa, kalangan umum (guru dan orang tua). Berdasarkan hasil penelitian yang ada, 95% pengunjung menginginkan sebuah pengetahuan baru, misalnya pengetahuan tentang perkembangan maritim di Indonesia. Pengunjung juga menginginkan adanya pelayanan yang maksimal dari pegawai museum, salah satunya melalui partisipasi aktif pengunjung dan pemanfaatan [[teknologi]] informasi. Selain itu, pengunjung juga menyukai koleksi museum yang unik dan langka. 
 
'''5. Efek'''
Baris 159:
 
== Museum Bahari Yogyakarta ==
Museum Bahari Yogyakarta berada di Jalan R.E. Martadinata, [[Kota Yogyakarta]] dan baru diresmikan pada tahun 2005 atas prakarsa Paguyubaban Tri Sekar Lestari yang dibentuk dan dibina oleh Laksamana Madya (Purn) Didik Heru Purnomo. Ada pun tujuan utama dibangunnya Museum [[Bahari]] Yogyakarta adalah untuk membangkitkan cita-cita maritim Indonesia khususnya masyarakat Yogyakarta. Selain itu, Musuem Bahari [[Yogyakarta]] memiliki desain bangunan yang terbilang unik: menampilkan anjungan kapal perang yang lengkap dengan meriam berkaliber 85 milimeter. Desain bangunan tersebut membuat kesan kuat pada citra angkatan laut dan  kapal perang.
 
Berikut ini penjabaran unsur-unsur komunikasi pada Museum Bahari [[Yogyakarta]]:
Baris 203:
'''3. Media'''
 
Media utama dalam Museum Bahari [[Yogyakarta]] adalah cinderamata, alat navigasi amunisi, dan seragam [[Militer]]. Sementara media pendukungnya adalah gambar, poster, replika, patung peraga, ruang videorama, dan ruang simulasi anjungan kapal. Secara kesuluruhan, media-media komunikasi tersebut tergolong kurang baik. Hal itu disebabkan karena banyak media komunikasi utama yang tidak disertai dengan label informasi sehingga menyebabkan berkurang nilai kemanfaatannya.  
 
'''4. Pengunjung'''
Baris 254:
'''2. Pesan'''
 
Secara umum, masih terdapat ketidaksesuaian dan ketidakseimbangan pesan antara tema besar yang diangkat dengan isi serta perbandingan antara objek dengan informasi. Sebagai contoh, tema museum tentang kebaharian Indonesia yang seharusnya mengangkat sejarah kemaritiman kerajaan-kerajaan [[Nusantara]] justru malah mengangkat kejayaan VOC. Selain itu, pesan museum yang akan lebih sesuai jika mengangkat kemaritiman pada abad pra-sejarah justru mengangkat pelayaran [[VOC]] dan pelayaran [[Kapal Phinisi]] ke [[Kanada]].   Selain contoh tersebut, masih ada beberapa contoh mengenai ketidaksesuaian pesan museum dengan tema utama yang disampaikan Museum Bahari Jakarta.
 
'''3. Media'''