Suku Kokoda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k cosmetic changes
k Bot: Penggantian teks otomatis (-  + )
Baris 1:
'''Suku Kokoda''' adalah suku lokal yang bermukim di wilayah [[Provinsi Papua Barat]]. Pemukiman Suku Kokoda tersebar di dua lokasi besar, yaitu di Kelurahan Klasabi, Distrik Man[[Kota Sorong]] dan daerah IMEKO (Inanuatan, Matemani, Kais, dan Kokoda). Suku Kokoda yang tinggal di [[Kota Sorong]] umumnya sudah mulai mengenal penggunaan [[teknologi]], mengingat lokasi perkampungan mereka juga bersebalahan dengan lapangan terbang DEO, [[Kota Sorong]]. Sementara itu, Suku Kokoda yang tinggal di daerah IMEKO masih hidup dengan cara tradisional, seperti menokok sagu dan mencari ikan di dalam sungai atau kali dengan menggunakan alat berupa tangguh ayang yang dianyam dari pelepah sagu. Letak perkampungan itu sendiri sangat sulit dijangkau, baik dijangkau melalui jalur laut, darat, dan udara. Secara geografis, mereka merasakan dua musim, yaitu [[musim panas]] dan [[musim hujan]]. Ketika musim panas tiba, Suku Kokoda akan mengalami kekurangan [[air]]. Namun demikian, mereka akan menggali sumur sedalam mungkin sampai kemudian menemukan sumber air. Hal itu telah berlangsung secara turun temurun.<ref name=":1">Normaningrum, Arumi  (2011)  ''Tradisi peminangan dengan 1500-2000 jenis barang di kalangan masyarakat muslim Kokoda: Kasus di kalangan masyarakat muslim Kokoda Distrik Manoi Sorong, Papua Barat.''  Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Lihat melalui http://etheses.uin-malang.ac.id/1309/</ref>
 
== Gambaran Kondisi Sosial ==
Baris 8:
Dalam hal pendidikan, Suku Kokoda terhitung masih sedikit yang bersentuhan dengan dunia pendidikan. Banyak di antara mereka yang tidak menyelesaikan pendidikan [[Sekolah menengah atas]]. Mereka yang menyelesaikan pendidikan hingga ke tingkat perguruan tinggi (S1) umumnya adalah para pemuka agama dari kalangan mereka sendiri. Namun demikian, beberapa kalangan dari kelompok mereka juga ada yang telah mengerti akan pentingnya pendidikan. Terutama bagi yang beragama Islam, mereka membangun yayasan pendidikan berbasis [[pesantren]] sebagai tempat belajar bagi generasi muda di sana.
 
Selain itu, Suku Kokoda juga diberkahi dengan kekayaan alam berupa tanaman obat-obatan. Terhitung ada 70 spesies tanaman yang mereka gunakan sebagai obat-obatan tradisional. Jumlah tersebut meliputi 67 genus dan 41 familia tumbuhan obat. Familia tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional yaitu ''Fabaceae'' dan ''Euphorbiaceae''. Selama ini, telah terbukti bahwa spesies tanaman obat tersebut terbukti mampu mengobati 73 jenis keluhan penyakit. Keluhan yang paling banyak dialami masyarakat suku Kokoda antara lain: badan pegal-pegal, luka luar, dan tambah darah. Bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku obat oleh suku Kokoda adalah daun (50%). Cara meramu dengan merebus adalah yang paling sering dilakukan oleh masyarakat suku Kokoda.  <ref>Maulina, Cici Suci. 2011. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT TRADISIONAL OLEH MASYARAKAT SUKU KOKODA DI KAMPUNG UGAR, PULAU UGAR, FAKFAK, PAPUA BARAT. Skripsi Program Studi S1 Bilogi Universitas Gadjah Mada</ref>
 
== Tradisi Peminangan ==
Baris 20:
 
== Tifa Syawat ==
Tifa Syawat merupakan[[alat musik]] tradisional yang mirip seperti [[gendang]] yang cara memainkannya   adalah dengan dipukul. Alat musik ini yang terbuat dari sebatang [[kayu]] atau [[rotan]] yang dikosongi bagian isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi dengan menggunakan kulit hewan yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Formatnya pun biasanya dibuat dengan ukiran yang memiliki ciri khas masing-masing. Tifa Syawat sendiri telah berkembang di kalangan Suku Kokoda yang oleh mereka disebut sebagai orkes musik dengan tetabuhan yang terdiri dari ''adrat'', ''tifa'', suling, dan gong kecil. Kesenian ini menjadi media da’wah penyebaran [[agama Islam]] yang dilakukan oleh para da’i di luar wilayah tempat tinggal Suku Kokoda. Tifa sendiri merupakan alat musik asli [[Papua]], sedangkan suling dan gong dibawa langsung oleh para da’i tersebut dari tempat asal mereka. Kesenian ini biasanya ditampilkan ketika hari besar keagamaan tertentu seperti maulid nabi dan upacara-upacara seperti pengiring pengantin ke rumah keluarga laki-laki dan khitanan. Kesenian Tifa Syawat tersebut diyakini sebagai bentuk kebudayaan lokal yang muncul akibat ekspansi [[agama Islam]] ke wilayah [[Papua]], tepatnya di perkampungan Suku Kokoda.  <ref name=":0">Wekke, Ismail Suardi. 2012. TIFA SYAWAT DAN ENTITAS DAKWAH DALAM BUDAYA ISLAM: STUDI SUKU KOKODA SORONG PAPUA BARAT. Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 1, Juni 2012</ref>
 
Namun demikian, kesenian Tifa Syawat tersebut sebenarnya tidak murni berasal dari Suku Kokoda. Sebelumnya, kesenian tersebut pertama kali berkembang di wilayah [[Kokas, Fakfak]], Papua. Meskipun begitu, Suku Kokoda telah menguasai kesenian tersebut dengan sangat terampil. Hampir di beberapa acara besar keagamaan seperti Maulid Nabi dan kegiatan perayaan masyarakat seperti pernikahan dan khitanan tidak pernah lepas dari adanya kesenian Tifa Syawat.<ref name=":0" /> Tidak heran jika kemudian mereka juga pernah menjadi juarai peringkat kedua pada Festival Seni Budaya Islam Se-Papua Barat.<ref>{{Cite web|url=http://www.lensapapua.com/religi-budaya/festival-seni-budaya-se-papua-barat-akan-digelar-di-kabupaten-sorong/|title=Festival Seni Budaya Se-Papua Barat Akan Digelar di Kabupaten Sorong – Lensapapua.com|website=www.lensapapua.com|language=id-ID|access-date=2017-11-08}}</ref>