CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa [[tindik]] (''piercing'') dan [[tatoo]]. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja [[Levi's]], [[Adidas]], [[Nike]], [[Calvin Klein]], dan barang bermerek luar negeri lainnya.
Komunitas punk Prinsip-prinsip ini mereka terjemahkan dalam wujud nyata. Perlawanan mereka tidak hanya diterjemahkan dalam kasus-kasus umum seperti HAM dan bobroknya birokrat, melainkan juga pada kasus yang lebih spesifik: korupsi. Cobalah tengok simbol-simbol yang melekat dalam diri punk. Baju alakadarnya yang mereka kenakan bukan berarti mereka tak mampu membeli baju. Baju compang-camping tersebut adalah simbol anti-kemapanan dan anti-kapitalisme. Lebih baik mengenakan baju seadanya dari jerih payah sendiri daripada mengenakan baju mewah akibat merampas hak orang lain. Begitu kurang lebih pekik mereka. Model rambut Mohawk yang kerap kita lihat juga menyimbolkan tekad siap perang melawan ketidakbenaran –termasuk korupsi. Sepatu hitam model ''boot'' yang sering mereka pakai juga menampilkan sindiran terhadap kaum penguasa yang kerap ‘menendangi’ kaum-kaum kelas bawah. Penguasa kerap ‘menginjak-nginjak’ rakyat kecil dengan cara-cara halus dan tak terlihat: merampas hak mereka lewat perilaku amoral korupsi.