Pada tahun 1749, tentara Amarasi dipaksa untuk berpartisipasi dalam perang skala besar yang dipimpin oleh Portugal menghadapi Belanda di Kupang. Dalam [[Pertempuran Penfui]], Portugal dipukul mundur oleh pasukan VOC, sementara Amarasi melarikan diri dari lapangan pertempuran dan kemudian diserahkan ke VOC. Dalam waktu yang singkat, pada tahun 1752, Amarasi berusaha untuk menarik diri dari Belanda dan kembali bergabung kembali Portugal. Namun, kerajaan ini dikalahkan oleh negara klien Belanda lainnya, raja Amarasi bunuhdipaksa diri,memeluk danagama Protestan agar terbebas dari pemenjaraan. sebagianSebagian besar rakyat dibunuh atau diperbudak. Sisa penduduk Amarasi diperbolehkan menetap di tanah mereka setelah beberapa tahun. Dari titik ini, kerajaan ini tetap dalam kekuasaan Belanda sampai tahun 1940-an.<ref>H.G. Schulte Nordholt, ''The Political System of the Atoni of Timor''. </ref> Selanjutnya raja Don Alfonzo Koroh yang kalah dalam Perang Penfui ini kemudian dibebaskan. Ia dengan terpaksa memeluk agama Kristen Protestan. Kekalahan perang, yang diikuti dengan pemaksaan untuk menerima dan memeluk agama Kristen Protestan ini kemudian digambarkan oleh satu motif tenun ikat di Amarasi yang terkenal yaitu, Koroh natiik Maria. Terjemahan harfiahnya adalah, Koroh tendang Maria. Maknanya, raja Amarasi sebagai representasi masyarakat wilayah Amarasi yang memeluk agama Katolik melepaskannya dan beralih menjadi pemeluk agama Kriten Protestan. <ref>Bani Heronimus, ''Koroh natiik Maria, Tabloit InfoNTT, edisi Januari 2018''. </ref>