Selama dua ratus tahun pertama, orang-orang Kristen "menolak untuk membunuh di dalam militer, dalam mempertahankan diri, atau di dalam sistem peradilan.<ref name=Surlis/> Ketika Gereja pertama kali diakui sebagai suatu lembaga publik pada [[EdikMaklumat Milan|tahun 313]], sikapnya terhadap hukuman mati menjadi suatu bentuk toleransi meski bukan penerimaan secara langsung.<ref name=Surlis/> Hukuman mati mendapat dukungan dari para teolog Katolik awal, kendati demikian beberapa dari mereka seperti [[Ambrosius]] mendorong para klerus agar tidak memaklumkan atau melaksanakan hukuman mati. [[Agustinus dari Hippo|Agustinus]] menjawab keberatan-keberatan yang berakar pada perintah pertama dalam buku ''[[Kota Allah]]'' karyanya.<ref name="dulles">{{cite news|authorlink=Avery Dulles|last=Dulles|first=Avery|date=April 2001|title=Catholicism and Capital Punishment|url=http://www.firstthings.com/article/2001/04/catholicism-amp-capital-punishment|work=First Things: A Monthly Journal of Religion and Public Life|pages=30–35| volume=121|publisher=catholiceducation.org|accessdate=2016-02-26}}</ref> [[Thomas Aquinas]] dan [[Duns Scotus]] berpendapat bahwa pelaksanaan hukuman mati oleh otoritas sipil didukung [[Kitab Suci Katolik|Kitab Suci]].<ref name="dulles"/> Sebagai prasyarat untuk rekonsiliasi dengan Gereja, [[Paus Innosensius III]] mengharuskan [[Peter Waldo]] dan kaum [[Waldens (Aliran Kristen)|Waldens]] agar menerima bahwa "kekuasaan sekuler dapat, tanpa berdosa berat, melakukan penghakiman darah, asalkan menghukum dengan keadilan, bukan karena kebencian, dengan kehati-hatian, bukan ketergesa-gesaan".<ref name="dulles"/> Paul J. Surlis menyatakan bahwa ajaran-ajaran resmi Gereja tidak secara mutlak mengutuk ataupun mendukung hukuman mati, toleransi terhadap pelaksanaannya mengalami fluktuasi sepanjang zaman.<ref name=Surlis>{{en}} {{cite web |first=Paul|last=Suris |title=Church Teaching and the Death Penalty |url=http://www.vincenter.org/95/surlis.html |accessdate=2009-05-05|publisher=The Vincentian Center for Church and Society|archiveurl=https://web.archive.org/web/20090629182039/http://www.vincenter.org/95/surlis.html|archivedate=2009-06-29|deadurl=yes}}</ref> [[Inkuisisi]] merupakan contoh yang paling sering dikenang terkait dukungan Gereja atas hukuman mati, walaupun sejumlah sejarawan menganggapnya lebih lunak daripada pengadilan-pengadilan sekuler pada zaman tersebut.<ref name="Vidmar150">Vidmar, p. 150</ref><ref name="Peters112">Peters, p. 112</ref>
KGK menyatakan bahwa hukuman mati diizinkan dalam kasus-kasus ekstrem. Hal ini dimungkinkan jika "tanggung jawab dan identitas pihak yang bersalah telah dipastikan sepenuhnya" dan jika hukuman mati adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan kehidupan manusia lainnya dari pihak yang bersalah. Namun demikian jika ada cara-cara lain untuk membela orang-orang dari "penyerang yang tidak dapat dibenarkan", cara-cara tersebut lebih diutamakan karena dipandang lebih menghormati martabat manusia dan menjaga kebaikan bersama.<ref name="Cat2258"/> Karena masyarakat modern telah memiliki cara-cara efektif untuk mencegah kejahatan tanpa perlu eksekusi, KGK menyatakan bahwa, "kasus-kasus yang mutlak memerlukan eksekusi pelaku kejahatan 'adalah sangat langka, atau bahkan tidak ada.{{'"}}<ref name="Cat2258"/> [[Paus Yohanes Paulus II]] membahas dan menegaskan hal ini dalam ''[[Evangelium Vitae]]'' yang dipublikasikan pada tahun 1995.<ref name=Surlis/>