Kasus Tibo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Dikembalikan ke revisi 13826342 oleh Glorious Engine (bicara).
Tag: Pembatalan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 52:
Menurut Pastor J. Mangkey MSC yang mendapat informasi dari Roy Jening, sebelum dieksekusi Tibo, Dominggus dan Marinus melalui kuasa hukum dan penasehat rohani menyampaikan empat permintaan terakhirnya jika harus dieksekusi. Keempat permintaan itu adalah pertama akan menyampaikan pesan terbuka kepada Presiden melalui konfrensi pers, kedua meminta Antonius Sujata, Romo Nobert Bethan, Pst Jimmy Tumbelaka dan Roy Jening mendampingi pada saat eksekusi, ketiga meminta agar jenazahnya disemayamkan di Gereja Katolik St Maria Palu dan meminta Uskup Manado, Mgr. [[Joseph Theodorus Suwatan]], M.S.C. untuk memimpin misa arwah, keempat Dominggus Da Silva meminta jenazahnya dimakamkan di Flores Maumere sedangkan Tibo dan Marinus di Beteleme Morowali.
 
Salah seorang penasihat rohani Tibo Cs, Pst Jimmy Tumbelaka yang akan mendampingi proses eksekusi ketika dihubungi mengatakan kalau memang eksekusi dilakukan maka Tibo cs akan mendapatkan hak-hak mereka sebagai orang Katolik. Sehari menjelang eksekusi tepatnya Jumat mereka akan menerima sakramen tobat dan sakramen ekaristi. Selanjutnya 10 sampai 15 menit sebelum eksekusi pada Sabtu, mereka akan menerima sakramen perminyakan suci yaitu sakramen yang diterima oleh orang yang akan meninggal. Sesudah dieksekusi mereka akan disemayamkan di gereja St Maria Palu untuk menerima Misa Arwah yang akan dipimpin oleh Mgr. Suwatan. <ref name="manadonews">[http://www.manado-news.com/mpo/08ags06/11/dpn03.html Manado-News.com], 8 Agustus 2006</ref>
 
Satu jam sebelum eksekusi, berita dari Jakarta mengenai penundaan eksekusi mulai tersebar. Basri Akib lalu mengontak Jaksa Tinggi Yahya Sibe, yang sedang berada di Jakarta, dan membenarkan kabar penundaan tersebut.
Baris 71:
Sementara itu, kawasan Bandara Mutiara di pinggiran Selatan Kota Palu yang sejak Kamis malam hingga Jumat dini hari telah disterilkan serta mendapatkan pengamanan ekstra ketat oleh ratusan aparat keamanan bersenjata lengkap, hingga pukul 05:30 WITA belum dibuka untuk umum. Kuat dugaan sebuah bangunan di salah satu bagian bandara terbesar di provinsi Sulteng ini dijadikan tempat menyemayamkan jenazah Tibo dkk, sebelum dibawa ke tempat penguburannya.
 
Jenazah Tibo dan Marinus akan diterbangkan ke Soroako, Sulsel, menggunakan pesawat udara. Selanjutnya dari Soroako diseberangkan ke Danau Towuti, untuk kemudian dibawa melalui perjalanan darat ke desa Beteleme, ibukota Kecamatan Lembo di Kabupaten Morowali, guna dikebumikan di tempat domisili keluarganya. Sementara jenazah Dominggus langsung diangkut ke pekuburan Kristen Poboya, Palu Timur. <sup>[http://www.kompas.co.id/ver1/Nasional/0609/22/081523.htm] [http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/tgl/22/time/021007/idnews/680468/idkanal/10] [http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=2408&lang=]</sup>
 
Kejaksaan Agung menggelar jumpa pers, disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, I Wayan Pasek Suartha menjelaskan pelaksanaan eksekusi dipimpin pelaksana harian Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Mahmud Manan, dengan pelaksana Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah. Ketiga terpidana dijemput dari LP Kelas II Petebo. 01.00 Wita, ketiga terpidana tiba di tempat pelaksanaan eksekusi. Selang 15 menit kemudian terpidana mendapat bimbingan doa dari rohaniwan Katolik, Yosep Katilitaba.
Baris 77:
Eksekusi dilaksanakan di Desa Poboya, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Jumat 22 September, pukul 01.45 WITA atau pukul 00.45 WIB. Eksekusi dilaksanakan secara serentak di hadapan regu tembak dari Brimob Polda Sulteng yang terdiri dari tiga regu, masing-masing regu 12 personel. Pukul 02.00 WITA, tim dokter yang terdiri dari 6 orang yang dipimpin dokter Haris menyatakan ketiga terpidana benar-benar telah meninggal.
 
Pukul 04.00 WITA jenazah dikenakan pakaian jas lengkap dan dimasukkan ke dalam peti jenazah. Prosesi pemakaman Dominggus da Silva dilaksanakan atau diselenggarakan negara di pemakaman Poboya, Palu Selatan, Palu, pukul 04.15 WITA. Sementara, jenazah Fabianus Tibo dan Marinus Riwu pada pukul 06.00 diberangkatkan ke Morowali, menggunakan pesawat helikopter milik Polda Sulawesi Tengah. Permintaan Dominggus da Silva untuk dimakamkan di Maumere tidak dipenuhi atas penentuan Kajati setempat, dan pemakaman Dominggus diselenggarakan negara. <sup>[http://www.kompas.co.id/ver1/Nasional/0609/22/135227.htm] [http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/tgl/22/time/130219/idnews/680915/idkanal/10]</sup>
 
=== Permintaan terakhir ditolak ===
Baris 93:
[[Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan]] (Kontras) Sulawesi mengecam keras sikap kepolisian yang langsung memakamkan jasad Dominggus da Silva, setelah eksekusi mati, di daerah Poboya, Palu, dekat Markas Brimob, tanpa memberi tahu pihak keluarga. Tidak lama setelah melakukan eksekusi terhadap ketiga terpidana mati kasus Poso, pihak kepolisian selaku eksekutor langsung memakamkan jasad Dominggus da Silva tanpa memberi tahu pihak keluarga yang sudah menanti di Gereja Santa Maria, Palu. Dengan penguburan sepihak itu, keluarga tidak sempat melihat jasad Dominggus. Dalam amanat terakhirnya Dominggus meminta pihak keluarga memakamkan jazadnya di tempat asalnya, [[Nusa Tenggara Timur]].
 
Polisi pun ingkar janji untuk membawa jazad Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu ke Gereja Santa Maria, rencananya pihak keluarga akan melakukan misa requem. Akhirnya, misa yang dipimpin oleh Pastor Gereja Santa Maria, Melky Toreh, berlangsung selama 45 menit. Foto tiga terpidana mati dipajang di dalam gereja dengan tiga peti mati kosong. Dini harinya pihak kepolisian yang diwakili oleh Victor Batara sepakat memenuhi permintaan keluarga para terpidana agar menghadirkan jasad mereka pada misa pukul 09.00 WITA. Namun ternyata polisi langsung menerbangkan jazad Fabianus Tibo dan Marinus Riwu ke Beteleme dengan pesawat kepolisian pada pukul 06.00 WITA. Tidak ada alasan yang jelas dari pihak kepolisian kepada keluarga atas pengingkaran janji itu. <sup>[http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid=2410&lang=]</sup>
 
Bupati Sikka Alexander Longginus memutuskan mengirim utusan bersama dengan utusan keluarga ke Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, [[23 September]], guna mengurus membawa pulang jenazah Dominggus da Silva dimakamkan di kampung halamannya, di [[Kabupaten Sikka]], Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Bupati mengambil keputusan ini setelah diperoleh kesepakatan dengan keluarga Dominggus da Silva, di kediaman bapak angkat Dominggus, Ansel da Silva, di Jalan Nong Meak, Kampung Kabor, Kecamatan Alok. Sebelum kesepakatan, warga [[Maumere]] berunjuk rasa di Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Sikka. Mereka menuntut jenazah Dominggus yang telah dieksekusi dimakamkan di kampung halamannya.
Baris 117:
Senada dengan Suwatan, Ketua Umum Pucuk Pimpinan KGPM Gembala Tedius Batasina, Ketua SAG Sulutteng Pdt J. Sumakul, Ketua Umum [[Persekutuan Gereja Pentakosta Indonesia]] (PGPI) Pdt Dr. Lefrant Lapian, Ketua Dewan [[Sangha Budha]] Sulut dan [[Indonesia Bhikku Dharma]] Surya Maha Sthavhira sama-sama berpendapat bahwa penghukuman mati adalah hak Tuhan karena Ia yang menciptakan manusia.
 
Tiga pemimpin agama di [[Sulawesi Utara]] dan [[Sulawesi Tengah]] juga menyampaikan seruan kemanusiaan, minta pihak berwenang dan khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mempertimbangkan kembali rencana pelaksanaan eksekusi mati terhadap Tibo, Marinus dan Dominggus. Alasannya karena ''novum'' (bukti baru) yang ditemukan melalui sidang [[Pengadilan Negeri Palu]] tertanggal [[9 Maret]] 2006 lalu sampai hari ini belum dipakai oleh penegak hukum guna mencari kebenaran materiil atas kasus tersebut. Dalam surat seruan kemanusiaan tertanggal [[10 Agustus]] 2006, ketiga tokoh agama Sulawesi Utara, masing-masing Uskup Manado yang sekaligus membawahi wilayah pelayanan Sulawesi Utara dan Tengah Mgr Joseph Suwatan, Ketua [[Majelis Ulama Indonesia]] Sulawesi Utara KH Arifin Asegaf dan President of Asia Fellowship of Mission 21 Partner Churches Dr Nico Gara menyampaikan seruan yang menyatakan menolak pelaksanaan hukuman mati Tibo cs yang diyakini belum berkeadilan dan belum didapati kebenaran materiil. Menurut mereka, pelaksanaan hukuman mati kepada ketiga Tibo cs belum berkeadilan karena belum didapati kebenaran materiil, antara lain tidak dipertimbangkannya [[novum]] dalam sidang [[Peninjauan Kembali]] yang dilaksanakan oleh Tim Lima Hakim Agung pada tanggal [[9 Mei]] 2006, dan lebih sungguh tidak masuk akal menuduh Tibo cs menyerang kompleks Moengko, yang notabene adalah kompleks peribadatannya sendiri. Demikian juga tempat sekolah dan asrama anak-anak mereka sendiri. Dengan demikian sekurang-kurangnya materi tuduhan tentang peristiwa di kompleks Moengko pada tanggal [[23 Mei]] 2000, pasti tidak benar. <ref name="kompas2">[http://www.kompas.com/ver1/Nasional/0608/10/203134.htm Tiga pemimpun Agama Minta Pertimbangkan Ulang Eksekusi Mati Tibo Cs], Kompas, 10 Agustus 2006</ref>
 
Menurut Undang-undang Grasi Nomor 22 Tahun 2002, Tibo dkk masih mempunyai hak untuk mengajukan grasi kedua. Dan, pada pasal 3 UU itu disebutkan bahwa permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, '''kecuali''' dalam hal putusan pidana mati.
 
=== Seruan dari dunia internasional ===
Pemerintah Indonesia juga menerima keberatan maupun seruan anti-hukuman mati dari dunia internasional, termasuk dari Tahta Suci [[Vatikan]] serta sejumlah negara Eropa, terkait dengan rencana pelaksanaan hukuman mati pada Sabtu 12 Agustus 2006 dinihari bagi Tibo cs. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengaku menerima keberatan-keberatan, seruan-seruan, tidak hanya dari pemerintah atau Tahta Suci atau organisasi internasional, tapi juga pribadi-pribadi. <ref name="antara">[http://www.antara.co.id/seenws/?id=40000 RI Dikritik Dunia Internasional Soal Eksekusi Tibo Cs], Antara</ref>
 
Selama Agustus 2006, kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah di Palu, menerima ratusan surat dari berbagai elemen masyarakat di luar negeri, yang sebagian besarnya meminta institusi ini tidak melaksanakan hukuman mati terhadap Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu. Surat-surat yang ditulis dalam bahasa Inggris itu umumnya berasal dari [[LSM]], organisasi keagamaan dan pemerintah, serta perorangan dari negara-negara di [[Eropa]] dan [[Amerika Serikat]]. <ref name="gatra">[http://www.gatra.com/artikel.php?id=97549 Ratusan Surat Keberatan dari LN Diterima Kejati Sulteng], Gatra</ref>
 
=== Aksi ===
Sejak awal Agustus 2006 bendera setengah tiang berkibar di seluruh penjuru [[Tentena]], ibu kota [[Kabupaten Poso]], [[Sulawesi Tengah]]. Lapangan bola di kota itu juga dipenuhi massa, yang tiap hari menggelar protes atas rencana eksekusi mati Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu. Para pengunjuk rasa tidak terima ketiga pria itu dihukum sebagai penggerak kerusuhan Poso. Gelagat ancaman kerusuhan ini membuat Kepala Polda Sulawesi Tengah, Brigjen Oegroseno, berkunjung ke Tentena dari Palu, Rabu 9 Agustus untuk memantau keamanan langsung di lapangan. Ratusan warga dari Pendolo, wilayah di perbatasan Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, ikut bergabung. Mereka melempari kantor polisi di Tentena, juga menggembok pintu keluar di Kantor Cabang Kejaksaan Negeri Poso di Tentena, sekalian menyandera Mathius, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri di Tentena. Malam harinya, sejumlah pohon di daerah Pamona Utara dan Selatan ditebang untuk merintangi jalan. <ref name="tempo">Majalah Tempo 26/XXXV/21 - 27 Agustus 2006</ref>
 
Pada [[4 September]] [[2006]] sekitar 4000 warga muslim Poso mengadakan protes penuntutan pelaksanaan hukuman mati Tibo cs dilaksanakan dengan segera. Demo ini menyebabkan sekolah, pasar, dan pusat bisnis lainnya tutup. <sup>[http://www.asianews.it/view.php?l=en&art=7119]</sup>
 
[[Berkas:Malamrenunganuntuktibo 01.jpg|ka|350px|jmpl|Aksi doa untuk Tibo cs di Tugu Proklamasi]]
Baris 135:
 
=== Kerusuhan ===
[[22 September]] 2006, Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Atambua dan rumah dinas Kepala Kejaksaan Negeri Atambua, NTT, menjadi sasaran amuk massa yang memprotes eksekusi Tibo Cs, yang dilaksanakan dini hari. Ribuan warga Atambua mengamuk merusak kantor Kejari Atambua di Jalan Timor Raya, Kota [[Atambua]], [[Nusa Tenggara Timur]], pukul 08.00 WITA. Massa merusak kaca-kaca dan inventaris kantor seperti bangku dan meja. Kaca-kaca hancur berantakan dan meja serta kursi pun patah-patah. Tidak hanya itu, massa langsung menuju rumah dinas Kepala Kejaksaan Atambua Saut Simanjuntak, yang berjarak 50 meter dari kantor Kejari. Rumah itu ditimpuki batu dan dirusak lalu dibakar. <ref>[http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/tgl/22/time/095245/idnews/680784/idkanal/10]</ref>
 
Rumah Tahanan (Rutan) Atambua, [[Kabupaten Belu]], Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), sekitar pukul 09.00 WITA, dibobol massa simpatisan Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marianus Riwu sehingga sebanyak 190 orang napi dan tahanan kabur. <sup>[http://www.kompas.co.id/ver1/Nasional/0609/22/135937.htm]</sup>
 
Massa yang mengamuk, merusak gedung perkantoran, warung-warung, pos polisi hingga SPBU. Meski sudah ada pengarahan dari Uskup Atambua, Kapolda NTT, Bupati dan tokoh agama lain, kerusuhan masih saja berlangsung. Hingga pukul 14.00 WITA, massa terus beringas sehingga aparat polisi berusaha menghentikan dengan mengeluarkan tembakan gas air mata dan peluru karet. Warga yang terkena peluru karet terakhir dilarikan ke RSUD Atambua. Massa yang berjumlah sekitar lima ribu lebih menggempur Kota Atambua. Sebuah hotel berbintang, King Star, juga dirusak. Upaya massa untuk membakar beberapa warung milik warga pendatang dan sebuah rumah ibadah berhasil digagalkan petugas pemadam kebakaran yang telah disiagakan. Sebuah mobil dinas Kejaksaan Negeri Atambua yang dibakar massa di depan kantor Kejaksaan. <sup>[http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/09/tgl/22/time/141306/idnews/680968/idkanal/10]</sup>
 
== Referensi ==