Evolusi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Evolusi''' pada dasarnya berarti proses perubahan dalam jangka waktu tertentu. Dalam konteks biologi modern, evolusi berarti perubahan frekuensi gen dalam suatu populasi. Akumulasi perubahan gen ini menyebabkan terjadinya perubahan pada makhluk hidup. Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan [[Charles Darwin]], namun sebenarnya ide tentang teori evolusi telah berakar sejak jaman [[Aristoteles]]. Namun demikian, Darwin adalah [[ilmuwan]] pertama yang mencetuskan [[teori]] evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin tentang evolusi yang terjadi karena [[seleksi alam]], adalah teori yang terbaik yang dapat menjelaskan dan kemungkinan besar akan tetap begitu di masa depan<ref> White, Michael & Gribbin, John: "Darwin: A Life in Science", Simon & Schuster, London, 1995.</ref>
 
Teori evolusi menyatakan bahwa sebuah sel hidup—yang tak bisa dihasilkan bahkan dengan menyatukan segenap daya kecerdasan, ilmu pengetahuan, dan teknologi manusia—bagaimana juga berhasil dibentuk secara kebetulan di dalam lingkungan purba di bumi. Jika orang meyakini bahwa sebuah sel hidup bisa mewujud secara kebetulan, maka tidak ada yang menghalanginya dari memercayai cerita serupa yang akan kami uraikan berikut ini. Ini kisah sebuah kota.
Suatu hari, sebongkah tanah liat, yang terhimpit di antara bebatuan di sebidang lahan tandus, menjadi basah sehabis hari hujan. Tanah liat basah itu mengering dan mengeras ketika matahari bersinar, dan menjadi berbentuk kaku dan ulet. Setelah itu, bebatuan, yang juga bertindak sebagai cetakan, dengan suatu cara hancur berkeping-keping, dan lalu sebiji batu bata yang rapi, bagus bentuknya, dan kuat, muncul. Dalam keadaan alamiah yang sama, batu bata ini menunggu selama bertahun-tahun demi terbentuknya batu bata lain yang serupa. Ini terus berlanjut hingga ratusan bahkan ribuan batu bata terbentuk di lahan itu. Akan tetapi, secara kebetulan, tak satu pun batu bata yang sudah terbentuk rusak. Meskipun terpapar badai, hujan, angin, matahari yang membakar, dan dingin yang mencekam selama ribuan tahun, batu-batu bata ini tidak retak, pecah, atau tergeser, tetapi terus menunggu di tempat yang sama dengan ketabahan yang sama demi terbentuknya batu bata berikutnya.
Ketika jumlahnya telah mencukupi, batu-batu bata mendirikan sebuah gedung dengan saling menyusun diri ke samping dan ke atas, akibat terseret secara acak oleh kekuatan-kekuatan alam seperti angin, badai, atau tornado. Sementara itu, bahan-bahan seperti semen atau campuran tanah terbentuk di dalam “keadaan alamiah,” pada waktu yang tepat, dan menyelusup di antara batu-batu bata, lalu merekatkan batu-batu itu. Selagi semua ini berlangsung, bijih besi di bawah tanah terbentuk di dalam “keadaan alamiah” dan meletakkan pondasi bagi gedung yang akan dibangun batu-batu bata itu. Pada tahap akhir proses ini, sebuah gedung yang utuh berdiri beserta segenap bahan-bahan, kusen-kusen kayu, dan perangkat-perangkatnya.
 
== '''MEKANISME DARWINISME''' ==
Tentu saja, sebuah gedung tak hanya terdiri dari pondasi, batu bata, dan semen. Lalu, bagaimanakah bahan-bahan yang belum ada harus diperoleh? Jawabannya sederhana: pelbagai bahan yang dibutuhkan bagi pembangunan gedung ada di dalam bumi di tempatnya didirikan. Silikon untuk kaca, tembaga untuk kabel listrik, besi untuk pilar, tiang, pipa air, dan lain-lain. Semua ada di bawah tanah dengan jumlah yang melimpah. Hanya diperlukan keterampilan sang “keadaan alamiah” untuk membentuk dan menempatkan bahan-bahan ini di dalam gedung. Semua perangkat, kusen kayu, dan pernak-pernik ditempatkan di antara batu-batu bata dengan bantuan hembusan angin, hujan, dan gempa bumi. Semuanya berjalan begitu sempurna sehingga batu bata tersusun dengan cara yang menyisakan ruang bagi jendela, seakan mengetahui sesuatu yang disebut kaca nantinya akan dibentuk oleh keadaan alamiah. Terlebih lagi, batu-batu ini tak lupa menyisakan sedikit ruang untuk menyisipkan perangkat-perangkat air, listrik, dan sistem pemanas, yang nanti juga akan dibentuk oleh kebetulan. Semuanya berjalan demikian baik sehingga “kebetulan” dan “keadaan alamiah” menghasilkan sebuah rancangan yang sempurna.
----
Jika Anda sejauh ini berhasil mempertahankan keyakinan Anda terhadap cerita ini, seharusnya Anda tak menghadapi kesulitan memperkirakan bagaimana gedung-gedung lain, pabrik-pabrik, jalan-jalan raya, trotoar-trotoar, bangunan-bangunan penunjang, sistem-sistem perhubungan dan pengangkutan kota terwujud. Jika Anda berpengetahuan teknik dan fasih dalam masalah ini, Anda dapat menulis buku yang amat “ilmiah” beberapa jilid untuk menguraikan teori-teori Anda tentang “proses evolusi sistem pembuangan dan keserasiannya dengan bangunan-bangunan yang ada.” Anda mungkin akan diberi penghargaan akademis bagi kajian yang Anda lakukan, dan boleh menganggap diri orang yang mumpuni yang memberi pencerahan tentang sifat kemanusiaan.
 
Teori evolusi, yang menyatakan bahwa kehidupan mewujud secara kebetulan, tak kurang ganjilnya dari kisah kami itu, sebab, dengan segenap sistem kerja, dan sistem-sistem perhubungan, pengangkutan, dan pengelolaan, sebuah sel tidak kalah rumitnya dari sebuah kota. Di dalam bukunya Evolution: A Theory in Crisis (Evolusi: Teori dalam Kegentingan), ahli biologi molekuler Michael Denton membahas struktur rumit sel:
Menurut teori evolusi, makhluk hidup terwujud melalui berbagai kebetulan, dan berkembang lebih jauh sebagai sebuah hasil dari dampak yang tidak disengaja. Sekitar 3,8 miliar tahun lalu, ketika tidak ada makhluk hidup di bumi, makhluk bersel satu (prokaryota) sederhana pertama muncul. Seiring dengan perjalanan waktu, sel-sel yang lebih kompleks (eukaryota) dan organisme bersel banyak muncul. Dengan kata lain, menurut Darwinisme, kekuatan alam membangun benda-benda mati sederhana menjadi rancangan sangat kompleks dan sempurna.
Untuk memahami keniscayaan kehidupan sebagaimana diungkapkan oleh biologi molekuler, kita harus memperbesar sebuah sel ribuan juta kali hingga garis tengahnya mencapai 20 kilometer dan menyerupai sebuah kapal udara raksasa yang cukup besar untuk menutupi sebuah kota raya sekelas London atau New York. Yang akan kita lihat adalah sebuah benda dengan rancangan tiada tara rumitnya dan mudah menyesuaikan diri. Di permukaan sel, kita akan melihat jutaan celah, bak jendela-jendela di lambung kapal induk antariksa, membuka dan menutup untuk menjaga aliran zat keluar-masuk dengan sinambung. Bila kita masuki salah satu celah ini, akan kita dapati diri kita di dalam dunia berteknologi canggih dan kerumitan mencengangkan… Dapatkah dipercaya bahwa suatu proses yang acak telah membangun keniscayaan ini, yang unsur terkecilnya—sepotong protein atau gen fungsional—rumit di luar jangkauan pembayangan kita, keniscayaan yang bertolak belakang dengan kebetulan, yang dalam segala hal melampaui apa pun yang dihasilkan kecerdasan manusia?237
Dalam menilai pernyataan ini, seseorang harus mengkaji apakah kekuatan semacam itu benar-benar ada di alam. Lebih jelas lagi, apakah benar-benar ada mekanisme alam yang bisa menghasilkan evolusi sesuai dengan sekenario Darwin?
Model neo-Darwinis, yang dapat kita anggap sebagai teori utama dari evolusi saat ini, menyatakan bahwa kehidupan berkembang atau berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: seleksi alam dan mutasi. Pada dasarnya teori ini menekankan bahwa seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme yang saling melengkapi. Sumber dari perubahan secara evolusi adalah mutasi acak yang terjadi dalam struktur genetik makhluk hidup. Sifat yang dihasilkan dari mutasi ini kemudian dipilah dengan mekanisme seleksi alam, dan dengan cara inilah makhluk hidup berevolusi. Akan tetapi jika kita kaji lebih dalam teori ini, kita akan menemukan bahwa tidak ada mekanisme evolusi seperti itu. Baik seleksi alam maupun mutasi tidak bisa menyebabkan spesies yang berbeda berkembang menjadi spesies lain, dan pernyatan bahwa keduanya bisa adalah benar-benar tidak berdasar.
 
== Tokoh Evolusi ==