Waryo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 24:
''Ki'' Waryo (ejaan lama : Warjo) atau dikenal juga dengan nama ''Ki'' Waryo Sela merupakan seorang seniman multitalenta dari Cirebon yang lahir di Bongas, Sumberajaya, [[kabupaten Majalengka]], ayahnya merupakan ''Ki'' Miskat (''Ki'' Empek) yang juga dikenal sebagai seniman serba bisa pada masanya. ''Ki'' Waryo berasal dari keluarga seniman legendaris Cirebon yang dekat dengan kalangan masyarakat biasa bernama ''Ki'' Koncar (nama aslinya ''Ki'' Konya) yang turut mempengaruhi kesenian tari wilayah Priyangan pada sekitar periode akhir 1800an hingga awal 1900an, hasil karya seni leluhur ''Ki'' Waryo ini bahkan dikagumi oleh Bupati Sumedang, Pangeran Arya Soerjakoesoemahadinata (1882-1919). ''Ki'' Koncar bersama dengan seniman Cirebon lainnya yakni ''Ki'' Wentar kemudian diminta oleh Pangeran Aria Soerjakoesoemahadinata untuk melatih para penari di lingkungan keraton [[Sumedang Larang]]<ref>Rusliana, Iyus. 2008. Wayang Wong Priyangan : Kajian Mengenai Pertunjukan Dramatari Tradisional di Jawa Barat. [[Bandung]] : Kiblat</ref>
''Ki'' Waryo dilahirkan dari keluarga besar seniman (keluarga besar ayahnya), mereka dahulu pernah berjaya dan memiliki beberapa bidang tanah di sekitar Bongas, [[Sumberjaya, Majalengka
Pernikahan ''Ki'' Miskat dengan ibu Junah dikaruniai lima orang anak, dua anak lelaki dan tiga orang anak perempuan semuanya dilahirkan dan didik atas dasar kasih sayang namun karena kondisi ekonomi pas-pasan yang bersekolah hingga tamat Perguruan Tinggi hanya ''Ki'' Waryo seorang, mengulas masa kecil seorang Waryo, pada masa itu Waryo kecil yang sedang bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Negeri Bongas 2 harus terseok-seok membagi waktu antara kehidupan di panggung sebagai seniman cilik dan sebagai seorang pelajar, beruntung para guru memahami kondisi Waryo kecil pada saat itu yang berasal dari keluarga seniman, Waryo kecil selalu mendapat perhatian dan apresiasi guru-gurunya jika berkenaan dengan persoalan kesenian sehingga jika Waryo kecil ijin dalam jangka waktu lama para guru mengetahui bahwa Waryo kecil sedang berkeliling daerah untuk manggung, kehidupan berat membagi waktu antara manggung keliling, sekolah dan rumah yang dijalani oleh Waryo kecil pernah mencapai puncaknya ketika dia sangat merindukan sekolah dan ibunya karena tidak berjumpa selama kurang lebih satu minggu, Waryo kecil yang pada saat itu sedang manggung di daerah Bojong Banteng (kini masuk wilayah desa [[Randegan Kulon, Jatitujuh, Majalengka
[[Berkas:Reynan Wayo-1987.jpg|jmpl|ka|Waryo pada tahun 1987, <br> foto diambil di sebuah studio foto]]
[[Berkas:Reynan Wayo-Pramuka.jpg|jmpl|ka|Waryo (kanan) bersama Rosadi (kiri) yang sama-sama berasal dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri [[Jatiwangi, Majalengka
Pada saat kelas empat Sekolah Dasar (SD) Waryo kecil paling suka jika ditunjuk menjadi petugas upacara terutama pemimpin upacara,
Pada tahun 1978 (pada usia 11 tahun) Waryo kecil bersama dengan bapaknya dan ''Ki'' Sana
Pada saat tamat dari Sekolah Dasar (SD) Negeri Bongas 2, Waryo kecil nyaris putus sekolah karena tidak ada biaya, dia sempat membantu adik ibunya (paman) yang bernama Rasa dan ibunya hampir menjadi tukang kayu, tidak lama kemudian Waryo kecil mendapat kesempatan bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) PGRI dan berhasil lulus, ketika Waryo kecil bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) PGRI dia berusaha mencari cara agar dirinya bisa diterima di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri, dengan usahanya akhirnya dia bisa masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Jatiwangi. Pada saat baru masuk kelas satu di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Jatiwangi [[Majalengka]], dia sudah dikenal oleh teman-temannya bisa bermain kesenian, dari situlah yang mengantarkan Waryo bertemu dengan para sahabat yang hebat dan mendukung langkahnya, mereka aktif di gamelan dan seni lawak, bahkan teman semejanya yang bernama Deni Mardiana (Deni Oncel) sangat terinspirasi dengan apa yang Waryo
Pada masa awal perkuliahan Waryo sempat frustasi hingga Indek Prestasinya (IP) buruk, selain itu Waryo juga berusaha bertahan dengan kondisi keuangan yang pas-pasan, di semester berikutnya Waryo mampu bangkit dan dipercaya menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa (HIMA)
''Ki'' Waryo menikah dengan seorang wanita yang berasal dari [[Bayat, Klaten|Bayat]], [[Kabupaten Klaten]], [[Jawa Tengah]] yang bernama Sri Hartati pada tahun 1996 dan telah dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Ratih Wulandari Pramudya Wardani yang juga menggeluti bidang kesenian.
Baris 44:
== Topeng Cirebon ==
''Ki'' Wayo berpendapat bahwa [[Topeng Cirebon]] memiliki peranan penting dalam membentuk sejarah Cirebon terutama pada masa [[kesultanan Cirebon]] dipegang oleh [[Sunan Gunung Jati
== Referensi ==
|