Buruan, Blahbatuh, Gianyar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
Angayubagia (bicara | kontrib) menambahkan sejarah desa |
||
Baris 25:
'''Buruan''' adalah salah satu [[desa]] yang berada di [[Blahbatuh, Gianyar|kecamatan Blahbatuh]], [[Kabupaten Gianyar]], provinsi [[Bali]], [[Indonesia]]. Desa Buruan memiliki luas wilayah 421 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 6.488 jiwa (Sensus BPS 2010).
Saat ini, dipimpin oleh I Gusti Ngurah Aryawan yang menggantikan I Ketut Sumarda.
== Sejarah Desa Adat Buruan ==
Pada awal abad ke 11, pada ''icaka warsa leng angapit lawang'' atau tahun caka 929. ''Leng'' artinya 9 (sembilan lubang), ''apit'' artinya dua, ''lawang'' artinya 9 (lawang berarti pintu atau dwara-dwara sanga). Atau pada tahun 1007 M, semenjak Sri Ratu Bali Pulina Sri Gunapria Darmapatmi wafat, abunya didarmakan dan dicandikan di Candi Bhurwan di hutan Kutri (''Datu Lumaheng Buruan''). Nama desa Buruan itu mengambil nama candi tersebut yaitu ''Bhurwan'' yang berasal dari bahasa sanskerta (''Bhur'' berarti tanah dan ''Wan'' berarti mulia atau suci). Karena perubahan pengucapan disesuaikan dengan kemampuan lafal orang Bali lama kelamaan menjadi Buruan. Sebagai suatu candi, raja Bali menempatkan prajurunya dan pengayah untuk mengurus candi Bhurwan tersebut yang kemudian bermukim di sana. Lama kelamaan menjadi sebuah pemukiman yang semula belum menetap meskipun hanya beberapa kubon saja.
Pada icaka ''Leng Panca Nawa'' (tahun caka 959), di sebelah timur Buruan ini berdiri pesraman seorang Pendeta yang bernama Empu Kidul. Asramanya tersebut didirikan pada Ceruk (lekukan atau gua) sehingga tempat ini sampai sekarang bernama desa Celuk.
Pada abad ke 14 M, sewaktu [[Gajah Mada]] menyerang [[kerajaan Bedahulu]], beliau menyusun rencana (siasat) di padukuhan dukuh Dangka (''kedangkan'') di sebelah barat Buruan yang lazim disebut Kedangan.
Pada abad ke 16 M, tatkala I Gusti Ngurah Jelantik pindah dari Gelgel ke Tojan, diantar oleh Ki Gusti Panji Sakti dari Den Bukit yang berkendaraan gajah. Ki Gusti Panji Sakti beberapa hari berada di daerah Tojan untuk mengisi waktu menghibur diri. Ki Gusti Panji Sakti bersama I Gusti Ngurah Jelantik berburu, kebetulan lokasi perburuan berada di dekat Candi Bhurwan. Yang diburunya bukanlah binatang besar tetapi binatang kecil seperti ''kelesih'' (trenggiling), landak dan biawak yang banyak terdapat di tempat itu. Tempat berburu itu amat indah sekali dan di sebelah selatannya terdapat kumpulan pohon mangga (''getes'') yang menghutan. Karena itu, tempat ini juga diberi nama Buruan. Sedangkan Gajah Ki Gusti Panji Sakti digembalakan di sebelah barat tempat berburu ini yang diberi nama ''Angon Liman''. ''Angon'' berarti mengembala dan ''Liman'' berarti Gajah. Lama-kelamaan lebih dikenal dengan nama Bangunliman.
Melalui proses yang panjang, terjadilah pemukiman dengan pola menetap. Karena penduduk semakin banyak dan tempat memenuhi kebutuhan hidup sudah ada serta terdorong oleh persamaan nasib dan penderitaan berdirilah ''pekraman'' yang berangsur-angsur mempunyai pura ''parahyangan'' (kahyangan tiga). Pekuburannya terletak di sebelah selatan Pura Dalem Buruan. Kemudian terjadi lagi perpindahan penduduk dari desa Bedahulu (penyungsung Pura Samuan Tiga) bermukim disebelah selatan desa. Disana mendirikan pemujaan berbentuk [[Lingga (arca)|Lingga]] dan Yoni, Ratu Panji dan lain-lain. Ditempat mendirikan pemujaan prahyangan itu ada pohon ''embacang'' (pakel) yang besar. Sehingga parhyangan itu disebut '''Pura Penataran Batan Pakel'''. Sedangkan wilayah pemukiman penyungsungnya disebut '''Hyang Angga Yoni''' atau Yangloni.
Beberapa puluh tahun kemudian, tatkala keturunan I Gusti Ngurah Jelantik sudah menetap di Blahbatuh dan memegang tampuk kekuasaan, beliau berunding dengan Ida I Dewa Pemayun di Puri Agung Blahbatuh untuk meminta salah seorang putranya memimpin desa Buruan (sebagai pacek), maka disetujuilah salah seorang putranya menjadi pacek di Buruan yang kemudian disebut sebagai ''I Dewa Buruan saha iringan panjak'' dari Blahbatuh dan tombak pusaka luk telu. Mulailah pekraman itu ditata lebih baik. Untuk memperkuat kedudukan I Gusti Ngurah Jelantik disebelah utara dibentuklah prajurit yang disebut ''bekelan'' yaitu :
* Bekelan Teruna (pasukan tempur pelopor) diberi bagian tanah awinih sibak (kurang lebih 25 are).
* Bekelan Senapang (pasukan bedil) diberi tanah awinih tenah (kurang lebih 36 are).
* Bekelan Manca (pengawal) diberi tanah awinih tenah.
Dengan demikian, mulailah pekraman itu ditata dengan tertib serta pembagian tanah dikelompokkan menjadi subak. Karena tata pemukiman semakin baik dengan jalan dan lorongnya, maka setra ( kuburan disebelah selatan Pura Dalem Buruan) dipandang kurang tepat letaknya, kemudian dipindahkan ke sebelah timur.
Semakin lama menjalani proses, pekraman itu semakin baik termasuk penataan pura. Merajapati yang semula terletak di lokasi Pura Dalem, dipindahkan sesuai dengan fungsinya yaitu di setra Buruan, sedangkan pejenengan bekas mrajapati itu disebut Ratu Sekar Pule. Demikianlah proses menuju pembaharuan sesuai dengan perkembangan jaman berjalan terus. Sampai dengan jaman pemerintahan Belanda masih tetap disebut Krama Desa (desa pekraman). Hanya bedanya sudah mulai nampak perbedaan tampuk pimpinan, ada ''kelian'' yang mengurus dinas dan ''Bendesa '' yang mengurus urusan adat.
Setelah masa kemerdekaan Indonesia barulah nama desa adat itu menjadi jelas. Terlebih setelah lahirnya [[Orde Baru|orde baru]], maka fungsi desa adat dan dinas menampakkan perbedaan yang jelas.<ref>{{cite web|url= http://mangayucute.blogspot.com/2015/08/sejarah-desa-adat-buruan.html |title= Sejarah Desa Adat Buruan |access-date= 2 Januari 2019}}</ref>
== Pembagian Administratif ==
|