Hamparan Perak, Deli Serdang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{noref}}
{{kecamatan
|nama=Hamparan Perak
Baris 14 ⟶ 15:
Mayoritas penduduk adalah [[suku Melayu Deli|Melayu Deli]] (70%), [[Suku Jawa|Jawa]] (10%), [[Suku Tionghoa|Tionghoa]] (10%) dan [[Suku Karo|Karo]] dan [[Suku Batak|Batak]] (5%) serta berbagai suku lainnya.
[[Berkas:Hamparan perak tempo dulu.jpg|jmpl|357x357px|Peringatan 17 agustus pada tahun 70-an di Hamparan Perak]]
'''Hamparan Perak''' berada di Pesisir Timur Pulau Sumatera. Di masa kini, Hamparan Perak termasuk salah satu desa dalam kecamatan Hamparan Perak yang berafiliasi ke Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Negara Republik Indonesia. Berjarak 20 km dari Medan, Hamparan Perak adalah ibukota terakhir dari Sepuluh Dua Kuta, sebuah kampung rintisan [[Guru Patimpus
Kerajaan Haru.
Hamparan Perak adalah salah satu daerah yang tidak dapat disebut maju apalagi masyhur pada era modern ini.
Seorang pakar sejarah bernama '''Winstedt''' beranggapan Kerajaan Haru memang pernah wujud dan berada di daerah yang sekarang disebut Tanah Deli. Sementara '''Groeneveldt''' menegaskan lokasi kerajaan Aru berada kira-kira di muara sungai Barumun (Padang Lawas) dan ahli sejarah lainnya, '''Gilles''' menyatakan di dekat Belawan. Sumber-sumber lain memperkirakan lokasi kerajaan Haru berada di muara Sungai Wampu (Teluk Aru, Langkat, yang akan dimekarkan menjadi Kabupaten Teluk Aru pada 2011) dan ada pula yang bersikeras di Sungai Panai.
Mari kita singkirkan kontroversi tersebut. Yang jelas kita patut menduga wilayah Hamparan Perak masa kini, dahulunya berada dalam pengaruh kekuasaan Kerajaan tersebut. Hal ini bukan tanpa alasan. Ditemukannya beberapa peninggalan arkeologi di daerah '''
Dalam Ying Yai Sheng Lan (1416) karya Ma Huan disebutkan bahwa di Kerajaan Aru terdapat sebuah muara sungai yang dikenal dengan “fresh water estuary” yang diasumsikan A.H. Gilles sebagai sungai Deli.
Baris 30 ⟶ 31:
Mengingat sistem transportasi zaman dahulu masih bertumpu pada jalur sungai, dapat kita asumsikan bahwa bandar-bandar perdagangan yang sering berfungsi sebagai pusat sebuah kekuasaan politik (kerajaan) pastilah berada di sekitar muara sungai. Dalam konteks ini, kita melihat di sepanjang pantai Sumatera Timur, ada beberapa sungai besar yang bermuara ke Selat Melaka. Misalnya Sungai Barumun, Sungai Wampu, Sungai Deli, dan Sungai Bedera. Dua sungai yang disebut terakhir ini bermuara ke Belawan dan sekitarnya (Hamparan Perak). Jika demikian tampaknya pendapat Gilles lebih masuk akal, apalagi jika dihubungkan dengan beberapa temuan arkeologis di Kota Rantang dan Labuhan Deli. Jika demikian adanya, maka Hamparan Perak sudah berada dalam kekuasaan kerajaan Haru meskipun masih berupa hutan belukar.
Nama Haru muncul pertama kali dalam kronik
Islam masuk ke kerajaan Haru kira-kira di abad 13. Para ahli sejarah berpendapat penduduk Haru lebih dulu memeluk Islam daripada Pasai. Disinyalir penduduk asli Haru berasal dari suku Karo, hal ini terlihat dari nama-nama pembesar Haru dalam Sulalatus Salatin yang mengandung nama dan marga Karo.
Buku ''Sejarah Dinasti Ming'' menyebutkan bahwa pada abad ke 15 “Su-lu-tang Husin” alias Sultan Husin, penguasa Haru, mengirimkan upeti ke
Pada 1511 Portugal menguasai Malaka. Haru menjalin hubungan baik dengan Portugal dan memanfaatkan Portugal dalam menyerang Pasai pada 1526. Ribuan penduduk Pasai tewas dalam invasi tersebut.
Baris 46 ⟶ 47:
'''Asal Usul nama Hamparan Perak dan hubungannya dengan Deli. '''
Kita tidak mendapatkan data memadai tentang Hamparan Perak dari sumber-sumber
Menurut teks tua tersebut, Datuk-datuk Hamparan Perak merupakan keturunan langsung dari Sisinga Manga Raja yang bertahta di Bakkara. Ceritanya dapat diuraikan sbb :
Baris 165 ⟶ 166:
'''Bergabung dengan Republik Indonesia.'''
Berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 telat datang di Medan. Lagi pula, di wilayah yang dimaksud Soekarno sebagai wilayah yang belum merdeka, Kesultanan Deli, Kesultanan Langkat, Kesultanan Serdang dan beberapa kesultanan lain di daerah Simalungun masih eksis dan bisa berdiri kembali sebagai sebuah kerajaan yang merdeka sebagaimana sejarah yang telah lewat. Lagi pula para sultan pun merasa tidak perlu bergabung dengan negara baru yang digagas oleh Soekarno tersebut. Namun euphoria rakyat atas proklamasi tersebut tidak terbendung lagi. Di Tanah Deli hingga Simalungun, rakyat (yang sudah didominasi oleh pendatang dari Tanah Jawa) mengobarkan genderang perang. Mereka mendirikan laskar-laskar rakyat kemudian menyerang dan merampok istana-istana yang ada. Kerusuhan yang bisa disebut genosida tersebut kini dialamatkan terhadap komunis
Puncaknya, pada 04 Maret 1946 yang disebut sebagai Revolusi Sosial tersebut, beberapa Kesultanan yang ada di Langkat, Deli hingga Simalungun dihabisi oleh laskar-laskar rakyat tersebut. Alasan penyerangan tak lain dan tak bukan adalah tuduhan bahwa pihak kerajaan merupakan kaki tangan feodal menyusul berkembangnya ide Van Mook dalam mendirikan Negara yang dianggap Soekarno sebagai Negara boneka, yakni Negara Sumatera Timur. Akibat kejadian tersebut banyak tokoh-tokoh terpelajar dari pihak kesultanan yang tewas, seperti pujangga Amir Hamzah di Kesultanan Langkat dan Datuk Hafiz Haberham di Kesultanan Deli. Sementara untuk kesultanan yang buru-buru menyatakan bergabung dengan NKRI seperti kesultanan Serdang, misalnya. Nasibnya lebih baik dari kesultanan-kesultanan yang dibinasakan oleh laskar-laskar tersebut.
|