Keretek: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
bentuk baku
Baris 2:
{{refimprove}}
[[Berkas:Dji Sam Soe.jpg|ka|jmpl|[[Dji Sam Soe]], contoh rokok kretek buatan Indonesia.]]
'''Rokok kretek''' adalah [[rokok]] yang menggunakan [[tembakau]] asli yang dikeringkan, dipadukan dengan saus [[cengkehcengkih]] dan saat dihisap terdengar bunyi kretek-kretek. Rokok kretek berbeda dengan rokok yang menggunakan [[tembakau]] buatan. Jenis [[cerutu]] merupakan simbol rokok kretek yang luar biasa, semuanya alami tanpa ada campuran apapun, dan pembuatannya tidak bisa menggunakan mesin. Masih memanfaatkan tangan pengrajin. Ulasan tentang sejarah rokok kretek di Indonesia bermula dari kota [[Kudus]].
 
== Jenis ==
Ada Rokok Kretek non-filter dan dengan filter. Kretek yang non-filter masih terbagi dari yang tingwe (kependekan dari bahasa Jawa, ''ngelinting déwé'' yang berarti melinting sendiri, untuk diartikan sebagai lintingan tangan) tanpa saus tambahan, cerutu, klobot dan lintingan mesin dengan tambahan saus cengkehcengkih. Sedangkan kretek dengan filter berisi semacam gabus yang berfungsi menyaring nikotin dari pembakaran tembakau dan cengkehcengkih.
 
== Sejarah ==
[[Berkas:Cloves.JPG|ka|240px|jmpl|CengkehCengkih kering yang menjadi bahan pembuatan rokok kretek.]]
Kisah kretek bermula dari kota Kudus. Tak jelas memang asal usul yang akurat tentang rokok kretek. Menurut kisah yang hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan [[Haji Djamari]] pada kurun waktu sekitar akhir [[abad ke-19]]. Awalnya, penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak [[cengkehcengkih]]. Setelah itu, sakitnya pun reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkehcengkih dan mencampurnya dengan [[tembakau]] untuk dilinting menjadi [[rokok]].<ref name="sl">Gessler, Diana Hollingsworth. ''The Sampoerna Legacy: A Family & Business History''.</ref>
 
Kala itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkehcengkih. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya, Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada kerabat dekatnya. Berita ini pun menyebar cepat. Permintaan "rokok obat" ini pun mengalir. Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkehcengkih. Lantaran ketika dihisap, cengkehcengkih yang terbakar mengeluarkan bunyi "keretek", maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan "rokok kretek". Awalnya, kretek ini dibungkus ''klobot'' atau [[daun]] [[jagung]] kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung kemasan sama sekali. Rokok kretek pun kian dikenal. Konon Djamari meninggal pada [[1890]]. Identitas dan asal-usulnya hingga kini masih samar. Hanya temuannya itu yang terus berkembang.
 
Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh [[Nitisemito]] pada [[1906]] dan pada [[1908]] usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di [[Indonesia]].
Baris 21:
Nitisemito seorang buta huruf, putra Ibu Markanah di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi. Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa Janggalan. Pada usia 17 tahun, ia mengubah namanya menjadi Nitisemito. Pada usia tersebut, ia merantau ke [[Malang]], [[Jawa Timur]] untuk bekerja sebagai buruh jahit [[pakaian]]. Usaha ini berkembang sehingga ia mampu menjadi pengusaha konfeksi. Namun beberapa tahun kemudian usaha ini kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai usahanya membuat minyak kelapa, berdagang kerbau namun gagal. Ia kemudian bekerja menjadi kusir [[dokar]] sambil berdagang tembakau. Saat itulah dia berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus.
 
Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan ''nginang'' pada sekitar tahun [[1870]]. Di warungnya, yang kini menjadi toko kain Fahrida di Jalan Sunan Kudus, Mbok nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan ''nginang'' yang sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotornya warung Mbok Nasilah, sehingga dengan menyuguhkan rokok, ia berusaha agar warungnya tidak kotor. Pada awalnya ia mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkehcengkih ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan ''klobot'' atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok ini disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemarnya adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir.
 
Nitisemito lantas menikahi Nasilah dan mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi mata dagangan utama. Usaha ini maju pesat. Nitisemito memberi label rokoknya "''Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo''" (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa ''hoki'' malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan ''Tjap Bulatan Tiga''. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut ''Bal Tiga''. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (''Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito).
Baris 41:
Perusahaan rokok kretek [[Djarum]] berdiri pada [[21 April]] [[1951]] dengan 10 pekerja. [[Oei Wie Gwan]], mantan agen rokok Minak Djinggo di [[Jakarta]] ini, mengawali bisnisnya dengan memasok rokok untuk Dinas Perbekalan Angkatan Darat. Pada tahun [[1955]], Djarum mulai memperluas produksi dan pemasarannya. Produksinya makin besar setelah menggunakan ''mesin pelinting'' dan pengolah tembakau pada tahun [[1967]].
 
Di era keemasan Minak Djinggo dan di ujung masa suram Bal Tiga, aroma bisnis kretek menjalar hingga ke luar Kudus. Banyak ''juragan'' dan agen rokok bermunculan. Di [[Magelang]], [[Solo]] dan [[Yogyakarta]], kebanyakan pabrik kretek membuat jenis ''[[Rokok Klembak|rokok klembak]]''. Rokok ini berupa ''oplosan'' tembakau, cengkehcengkih dan [[kemenyan]].
 
== Perkembangan industri kretek di pulau Jawa ==