Asas legalitas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-  + )
Baris 12:
[[Adagium]] tersebut merupakan dasar dari asas bahwa ketentuan pidana tidak dapat berlaku surut (asas non-[[retroaktif]]) karena suatu delik hanya dapat dianggap sebagai kejahatan apabila telah ada aturan sebelumnya yang melarang delik untuk dilakukan, bukan sesudah delik tersebut dilakukan.<ref name="Hukum">[http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt514810646f40f/asas-legalitas,-kebebasan-hakim-menafsirkan-hukum,-dan-kaidah-yurisprudensi hukumonline.com]</ref>
 
Eddy O.S. Hiariej (2012) memberikan makna dalam adagium tersebut, sebagai asas yang memiliki dua fungsi: (i) Fungsi melindungi yang berarti Undang-Undang pidana melindungi rakyat terhadap kekuasaan Negara yang sewenang-wenang; (ii) Fungsi instrumentasi, yaitu dalam batas-batas yang ditentukan Undang-Undang, pelaksanaan kekuasaan oleh Negara tegas-tegas diperbolehkan.  Fungsi melindungi  lebih pada hukum pidana materil (hukum pidana) yang mengacu pada frasa pertama  (''nulla poena sine lege'')  dan kedua  (''nulla poena sine crimine''), sementara  fungsi instrumentalis  lebih pada hukum pidana formil (hukum acara pidana) yang mengacu pada frasa ketiga  (''nullum crimen sine poena legali'').
 
Satu dan lain dalam perkara-perkara pidana, untuk pemecahan kasus-kasus perbuatan pidana, penting untuk diketahui; empat makna asas legalitas yang dikemukakan oleh Jeschek dan Weigend (Machteld Boot: 2001) diantaranya:
 
# Terhadap ketentuan pidana, tidak boleh berlaku surut  (nonretroaktif/''nullum crimen nulla poena sine lege praevia''/''lex praevia'');
# Ketentuan pidana harus tertulis dan tidak boleh dipidana berdasarkan hukum kebiasaan  (''nullum crimen nulla poena sine lege scripta''/''lex scripta'');
# Rumusan ketentuan pidana harus jelas (''nullum crimen nulla poena sine lege certa''/''lex certa'');
# Ketentuan pidana harus ditafsirkan secara ketat dan larangan analogi  (''nullum crimen poena sine lege stricta''/''lex stricta'').
Berdasarkan keempat makna asas legalitas di atas, menjadi dasar dalam menganggap, kemudian membuktikan sejelas-jelasnya, dari setiap orang yang telah melakukan perbuatan pidana, sehingga patut mempertanggungjawabkan perbuatannya itu.