Tahun Baru Imlek: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Melindungi "Tahun Baru Imlek": Vandalisme berulang-ulang ([Sunting=Hanya untuk pengguna terdaftar otomatis] (kedaluwarsa 7 Februari 2019 05.09 (UTC))) |
k Sunting ejaan, menanam tautan, dan menambahkan paragraf sesuai perkembangan terkini, yaitu ragam perayaan Imlek di kalangan warga Indonesia keturunan Tionghoa yang beragam pula agama dan kepercayaannya. |
||
Baris 1:
{{refimprove}}
{{Chinese
|t=農曆新年
Baris 36 ⟶ 10:
|l2=perayaan musim semi
}}
'''Tahun Baru Imlek''' merupakan perayaan terpenting orang [[Tionghoa]]. Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama ({{lang-zh|正月}}; pinyin: ''zhēng yuè'') di [[Imlek|penanggalan Tionghoa]] dan berakhir dengan [[Cap Go Meh]] 十五暝 元宵節 pada tanggal
Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan
Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk [[Korea]], [[Mongolia]], [[Nepal]], [[Bhutan]], [[Vietnam]], dan [[Jepang]] (sebelum 1873). Di Daratan Tiongkok, [[Hong Kong]], [[Makau]], [[Taiwan]], [[Singapura]], [[Indonesia]], [[Malaysia]], [[Filipina]], [[Thailand]], dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi [[suku Han]] yang signifikan, Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan
== Tanggal
{{utama|Astrologi Tionghoa}}
[[Berkas:Chinatown london.jpg|jmpl|ka|Sambutan Tahun Baru Imlek di [[Chinatown]], [[London]].]]
Baris 50 ⟶ 24:
! Hewan !! [[Dizhi|Cabang bumi]] !! colspan=2 | Tanggal
|-
| [[Tikus (shio)|Tikus]] || {{lang|zh|子}} ''zǐ
|-
| [[Sapi (shio)|Sapi]] || {{lang|zh|丑}} ''chǒu
|-
| [[Macan (shio)|Macan]] || {{lang|zh|寅}} ''yín
|-
| [[Kelinci (shio)|Kelinci]] || {{lang|zh|卯}} ''mǎo
|-
| [[Naga (shio)|Naga]] || {{lang|zh|辰}} ''chén
|-
| [[Ular (shio)|Ular]] || {{lang|zh|巳}} ''sì
|-
| [[Kuda (shio)|Kuda]] || {{lang|zh|午}} ''wǔ
|-
| [[Kambing (shio)|Kambing]] || {{lang|zh|未}} ''wèi
|-
| [[Monyet (shio)|Monyet]] || {{lang|zh|申}} ''shēn
|-
| [[Ayam (shio)|Ayam]] || {{lang|zh|酉}} ''yǒu
|-
| [[Anjing (shio)|Anjing]] || {{lang|zh|戌}} ''xū
|-
| [[Babi (shio)|Babi]] || {{lang|zh|亥}} ''hài
|}
[[Berkas:Red lanterns.JPG|jmpl|ka|250px|Lampion merah digantung selama perayaan Tahun Baru Imlek sebagai makna keberuntungan.]]
Kalender [[Kalender suryacandra|suryacandra]] Tionghoa menentukan tanggal
Dalam [[kalender Gregorian]],
Tanggal untuk
Banyak orang mengacaukan tahun kelahiran Tionghoa dengan tahun kelahiran Gregorian mereka
== Sejarah ==
Sebelum [[Dinasti Qin]], tanggal perayaan permulaan
Pada masa
Liu Shipei memperkirakan tahun 2711
Sebagian besar [[Tionghoa perantauan|masyarakat Tionghoa di luar negeri]] dan
▲Liu Shipei memperkirakan tahun 2711 BCE adalah tahun kelahiran Huangdi, jadi tahun 2008 CE adalah tahun 4719 H.E. Song Jiaoren ( 1882-1913 ) memperkirakan tahun 2697 BCE adalah tahun kelahiran Huangdi, dan akhirnya banyak orang yang sepakat untuk menerima tahun 2697BCE sebagai awal Huangdi Era. Dari angka inilah sekarang tahun baru Imlek ini bisa disebut tahun baru Imlek 4708 H.E. Selain masyarakat luas, umat Taoisme juga menyebutkan bahwa Huangdi Era adalah tahun yang digunakan oleh umat Taoisme dan mereka menyebutnya Daoli atau kalender Tao.
▲Sebagian besar masyarakat Tionghoa di luar negeri dan umat Taoisme lebih suka menggunakan Huangdi Era karena Huangdi atau kaisar kuning ini dalam sejarah Tiongkok dianggap sebagai bapak bangsa etnis Han atau orang Tionghoa secara umumnya. Dan para Taois menggunakan Huangdi Era, karena dalam kepercayaan Taoisme kaisar Kuning ini adalah pembuka ajaran agama Tao. Alasan inilah yang membuat timbulnya Huangdi Era dan Dao Era, di mana Huangdi Era dan Dao Era sama saja hanya penyebutan Dao Era atau Daoli digunakan oleh para Taois<ref><nowiki>http://web.budaya-tionghoa.net/index.php/item/219-selamat-tahun-baru-imlek-2562-atau-4708-?-1</nowiki></ref>.
== Mitos ==
[[Berkas:Chinese New Year's poetry.jpg|jmpl|[[Puisi]] Tahun Baru Imlek tulisan tangan ditempel pada pintu ke rumah orang, di [[Kota Lijiang|Lijiang]], [[Yunnan]], [[Tiongkok]].]]
Menurut legenda, dahulu kala, [[Nian|Nián]] ({{lang|zh|年}}) adalah seekor raksasa pemakan manusia dari pegunungan (atau dalam ragam hikayat lain, dari bawah laut), yang muncul di akhir musim dingin untuk memakan hasil panen, ternak, dan bahkan penduduk desa. Untuk melindungi diri mereka, para penduduk menaruh makanan di depan pintu mereka pada awal tahun. Dipercaya bahwa dengan melakukan hal itu, maka Nian akan memakan makanan yang telah mereka siapkan dan tidak akan menyerang orang atau mencuri ternak dan hasil
Dalam buku Jingchu sui shi ji 荊楚歲時記, catatan kebisaan tahun baru Jingchu yang dibuat di zaman dinasti selatan ( 420-589 BE ) dan ditulis oleh Zong Lin ( 501-565 BE ). Buku itu yang menulis mitos tentang ''nian'' .▼
▲
== Ucapan Salam ==
* [[Hanzi yang Disederhanakan|Aksara Tionghoa Sederhana]]: 恭喜发财 - [[Hanzi tradisional|Aksara Tionghoa Tradisional]]: 恭喜發財 = "selamat dan semoga banyak
** "''Gōngxǐ fācái''" ([[bahasa Mandarin]])
** "''Kung hei fat choi''" ([[bahasa Kantonis]])
** "''Kiong hi huat cai''" ([[bahasa Hokkien]])
** "''Kiong hi fat choi''" ([[bahasa Hakka]])
* "''Xīnnián kuàilè''" (新年快樂) = "Selamat Tahun Baru"
== Tahun Baru Imlek di Indonesia ==
=== Sejarah Tahun Baru Imlek di Indonesia ===
Baris 117 ⟶ 87:
Masyarakat keturunan [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] di [[Indonesia]] kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun [[2000]] ketika Presiden [[Abdurrahman Wahid]] mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden [[Abdurrahman Wahid]] menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor [[19 (angka)|19]]/[[2001]] tertanggal [[9 April]] [[2001]] yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun [[2002]], Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden [[Megawati Soekarnoputri]] mulai tahun [[2003]].
Pada tahun 1946, ketika Republik Indonesia baru berdiri, Presiden [[Soekarno]] mengeluarkan Penetapan Pemerintah 1946 No.2/Um tentang “Aturan tentang Hari Raya” tertanggal 18 Juni 1946. Penetapan Pemerintah tersebut
Yang dimaksud dengan Aturan Umum adalah aturan yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh golongan rakyat Indonesia. Aturan Khusus adalah aturan yang bersifat khusus dan hanya berlaku untuk golongan tertentu saja sebagaimana yang disebutkan dalam Penetapan Pemerintah ini. Pasal 1 mengatur mengenai Hari Raya Umum yang terdiri dari dua hari raya sebagai-berikut: 1. Tahun Baru, 1 Januari; dan 2. Hari Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus. Pasal 2 mengatur mengenai Hari Raya Islam (terdiri dari 8 (delapan) hari raya). Pasal 3 untuk Hari Raya Kristen (terdiri dari 5 (lima) hari raya). Pasal 4 mengatur hari raya khusus untuk etnis Tionghoa sebagai-berikut: Hari Raya Tiong Hwa (ejaan baru adalah Tionghoa) ialah, terdiri dari: 1.Tahun Baru (Catatan: Tahun Baru orang Tiong Hwa yaitu tahun baru Imlek); 2. Hari Wafatnya N. Khong Hu Cu (Catatan: 至聖忌辰 18 bulan 2 Imlek. 'N.' adalah singkatan dari 'Nabi'); 3. Tsing Bing (Catatan: Qingming (清明) / Cheng Beng (Bahasa Hokkian); dan 4. Hari Lahirnya N. Khong Hu Cu (Catatan: 至聖誕, 27 bulan 8 Imlek).
Hari Raya khusus etnis Tionghoa yang terdiri dari 4 (empat) hari raya sebagaimana yang dijelaskan di atas hanya berlaku dari periode 18 Juni 1946 sampai dengan 1 Januari 1953. Hari Raya khusus etnis Tionghoa tersebut dihapuskan seluruhnya secara resmi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1953 tentang "Hari-Hari Libur" tertanggal 1 Januari 1953, yang ditanda-tangani oleh Wakil Presiden Republik Indonesia H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama Mohammad Athar, populer sebagai Bung Hatta dengan masa jabatan sebagai Wakil Presiden dari tanggal 18 Agustus 1945 - 1 Desember 1956). Catatan: Walaupun menggunakan judul surat "Keputusan Presiden Republik Indonesia", namun keputusan ini tidak ditanda-tangani oleh Presiden Republik Indonesia. Besar Kemungkinan Presiden Soekarno tidak mengetahui isi surat Keputusan Presiden yang diterbitkan oleh Wakil Presiden. Pasal 1 dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1953 tersebut hanya menetapkan Hari Raya Umum (Catatan: Terdiri dari 2 hari raya), Hari Raya Islam (Catatan: Terdiri dari 6 hari raya ditambah 1 hari untuk Id’l Fitri hari kedua) dan Hari Raya Kristen (Catatan: Terdiri dari 5 hari raya) serta 1 (satu) Hari Raya Buruh (yang dirayakan setiap tanggal 1 Mei), sebagai hari libur nasional. Dengan demikian mulai 1 Januari 1953, hari libur umum yang berlaku berjumlah seluruhnya 14 hari libur. Sesuai dengan isi paragraph Penjelasan dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1953, paragraph ke-4 menyatakan sebagai berikut: "Hari-hari libur fakultatif ditiadakan. Pada hari-hari Santa Maria (15 Agustus), Natal Kedua (26 Desember), permulaan Ramadhan, Peringatan Angkatan Perang (5 Oktober), Pahlawan (10 November) dan Tahun Baru Imlek, bagi yang berkepentingan diberi kebebasan untuk menjalankan peribadatannya dengan lebih dahulu memberitahukan kepada Kepala Kantor yang bersangkutan". Paragraph ke-4 tersebut dengan tegas meniadakan adanya hari libur yang bersifat fakultatif. Bagi Pegawai etnis Tionghoa yang berkepentingan untuk merayakan Hari Raya Tahun Baru Imlek diberi kebebasan untuk menjalankan peribadatannya dengan syarat harus lebih dahulu memberitahukan kepada Kepala Kantor yang bersangkutan.▼
Pasal 5 menyatakan sebagai berikut: "''Pada Hari Raya Umum, Islam dan Kristen, maka semua kantor Pemerintah ditutup, kecuali kantor-kantor pejabatan penting yang menurut pendapat kepalanya harus dibuka sehari atau setengah hari. Pada hari Raya Tiong Hwa, maka semua kantor Pemerintah dibuka setengah hari, kecuali kantor-kantor pejabatan penting yang menurut pendapat kepalanya harus dibuka sehari, sedangkan pegawai bangsa Tiong Hwa diwajibkan masuk kantor''". Aturan Khusus, Pasal 6 menetapkan tanggal dan hari yang dirayakan untuk Tahun 1946, yang terdiri dari hari dan tanggal untuk Hari Raya Umum, Hari Raya Islam, Hari Raya Kristen, dan Hari Raya Tiong Hwa. Untuk tahun 1946, "''Hari Raya Tiong Hwa ditetapkan sebagai-berikut: 1.Tahun Baru 2 Februari 1946 (Catatan: Tahun Masehi); 2. Hari Wafatnya N. Khong Hu Cu 29 Maret 1946 (Catatan: Tahun Masehi); 3. Tsing Bing 5 April 1946 (Catatan: Tahun Masehi); dan 4. Hari Lahirnya N. Khong Hu Cu 22 September 1946 (Catatan: Tahun Masehi)''". Aturan Khusus, Pasal 7 menyatakan bahwa "''untuk seterusnya, buat tiap-tiap tahun, Hari Raya tersebut ditetapkan oleh Menteri Agama''". Aturan Tambahan, Pasal 8 menyatakan bahwa "''Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan''". Dengan demikian berdasarkan Penetapan Pemerintah 1946 No.2/Um tentang “''Aturan tentang Hari Raya” tertanggal 18 Juni 1946 secara tegas dapat dinyatakan bahwa Hari Raya Tahun Baru Imlek Kongzili merupakan hari raya Agama Tionghoa yang ditujukan khusus hanya kepada etnis Tionghoa''."
▲Hari Raya khusus etnis Tionghoa yang terdiri dari 4 (empat) hari raya sebagaimana yang dijelaskan di atas hanya berlaku dari periode 18 Juni 1946 sampai dengan 1 Januari 1953. Hari Raya khusus etnis Tionghoa tersebut dihapuskan seluruhnya secara resmi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1953 tentang "Hari-Hari Libur" tertanggal 1 Januari 1953, yang ditanda-tangani oleh Wakil Presiden Republik Indonesia H. [[Mohammad Hatta]] (lahir dengan nama Mohammad Athar, populer sebagai Bung Hatta dengan masa jabatan sebagai Wakil Presiden dari tanggal 18 Agustus 1945 - 1 Desember 1956). Catatan: Walaupun menggunakan judul surat "Keputusan Presiden Republik Indonesia",
Orang Tionghoa yang pertama kali mengusulkan larangan total untuk merayakan Imlek, adat istiadat, dan budaya Tionghoa di Indonesia kepada Presiden Soeharto sekitar tahun 1966-1967 adalah [[Kristoforus Sindhunata]] alias Ong Tjong Hay. Namun, Presiden Soeharto merasa usulan tersebut terlalu berlebihan, dan tetap mengizinkan perayaan Imlek, adat istiadat, dan budaya Tionghoa namun diselengarakan hanya di rumah keluarga Tionghoa dan di tempat yang tertutup, hal inilah yang mendasari diterbikannya Inpres No. 14/1967.
Pada 6 Desember 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Dalam instruksi tersebut ditetapkan bahwa seluruh Upacara Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Instruksi Presiden ini bertujuan mengeliminasi secara sistematis dan bertahap atas identitas diri orang-orang Tionghoa terhadap Kebudayaan Tionghoa termasuk Kepercayaan, Agama dan Adat Istiadatnya. Dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, seluruh Perayaan Tradisi dan Keagamaan Etnis Tionghoa termasuk Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh, Pehcun dan sebagainya dilarang dirayakan secara terbuka. Demikian juga tarian
LPKB (Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa) menganjurkan keturunan Tionghoa, antara lain, agar :
- Mau melupakan dan tidak menggunakan lagi nama Tionghoa.
Baris 133 ⟶ 107:
- Menikah dengan orang Indonesia pribumi asli.
- Menanggalkan dan menghilangkan agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa, termasuk bahasa maupun semua kebiasaan dan kebudayaan Tionghoa dalam kehidupan sehari-hari, termasuk larangan untuk perayaan tahun baru imlek.
Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC)
Kemudian dengan diterbitkannya SE Mendagri No.477 / 74054 tahun 1978 tertanggal 18 Nopember 1978 tentang pembatasan kegiatan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, yang berisi antara lain, bahwa pemerintah menolak untuk mencatat perkawinan bagi yang Beragama Khonghucu dan penolakan pencantuman Khonghucu dalam kolom Agama di KTP, yang didukung dengan adanya kondisi sejak tahun 1965-an atas penutupan dan larangan beroperasinya sekolah-sekolah Tionghoa, hal ini menyebabkan terjadi eksodus dan migrasi identitas diri sebagian besar orang-orang Tionghoa ke dalam Agama Kristen sekte Protestan, dan sekte Katolik, Buddha bahkan ke Islam. Demikian juga seluruh perayaan ritual kepercayaaan, agama dan adat istiadat [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] termasuk perayaan Tahun Baru baru Imlek menjadi surut dan pudar.
Surat dari Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Depag No H/BA.00/29/1/1993 menyatakan larangan merayakan Imlek di [[Vihara|wihara]] dan
Pada tanggal 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keppres No.6/2000 tentang pencabutan Inpres N0.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tionghoa. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa diberikan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan Upacara-upacara Agama seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.
Pada Imlek 2551 Kongzili pada tahun 2000 Masehi, [[Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia]] (
Pada tanggal 19 Januari 2001, Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan No.13/2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.
Baris 149 ⟶ 123:
Pada saat menghadiri perayaan Imlek 2553 Kongzili, yang diselenggarakan Matakin dibulan Februari 2002 Masehi, Presiden Megawati Soekarnoputri mengumumkan mulai 2003, Imlek menjadi Hari Libur Nasional. Pengumuman ini ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek tertanggal 9 April.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek yang mulai berlaku sejak tanggal 9 April 2002 ditetapkan karena adanya pertimbangan bahwa penyelenggaraan kegiatan agama, kepercayaan, dan adat istiadat, pada
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia telah melakukan inventarisasi hari-hari penting di Indonesia, dan mengelompokkannya ke dalam 5 (lima) kelompok, yaitu: 1. Hari-Hari Besar Nasional yang Ditetapkan oleh Presiden; 2. Hari-Hari yang Ditetapkan oleh Masing-Masing Menteri/Kepala Lembaga; 3. Hari-Hari yang Ditetapkan/Disepakati oleh Masing-Masing Lembaga/Komunitas Tertentu; dan 4. Hari-Hari Besar Keagamaan. Hari Tahun Baru Imlek masuk ke dalam kelompok Hari-Hari Besar Nasional, dan kelompok Hari-Hari Besar Keagamaan. Hari Tahun Baru Imlek merupakan 1 (satu) dari 42 (empat puluh dua) Hari-Hari Besar Nasional yang Ditetapkan oleh Presiden, dan merupakan 1 (satu) dari 11 (sebelas) Hari-Hari Besar Keagamaan di Indonesia. Di dalam kolom keterangan yang disusun oleh Sekretariat Kabinet Republik Indonesia mengenai Hari-Hari Besar Keagamaan di Indonesia dinyatakan bahwa Hari Tahun Baru Imlek dirayakan hanya oleh Umat Tionghoa.
=== Praktik
Pada malam tanggal 8 menjelang tanggal 9 pada saat
▲Tahun baru Imlek biasanya berlangsung sampai 15 hari. Satu hari sebelum atau pada saat hari raya Imlek, bagi etnis Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada leluhur, seperti dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau lingwei (lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), bersembahyang leluhur seperti yang dilakukan pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan kuburan leluhur). Oleh sebab itu, satu hari sebelumnya atau pada saat Hari Raya Imlek para anggota keluarga akan datang ke rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei (meja abu) leluhur untuk bersembahyang, atau mengunjungi rumah abu tempat penitipan lingwei leluhur untuk bersembahyang. Sebagai bentuk penghormatan dan sebagai tanda balas-budi maka pada saat acara sembahyang dilakukan pula persembahan jamuan makan untuk arwah para leluhur. Makna dari adanya jamuan makan untuk arwah leluhur adalah agar kegembiraan dan kebahagian saat menyambut hari raya Imlek yang dilakukan di alam manusia oleh keturunannya juga dapat turut serta dinikmati oleh para leluhur di alam lain. Selain jamuan makan juga dilakukan persembahan bakaran '''Jinzhi''' (Hanzi=金紙;<small>sederhana</small>=金纸;<small>hanyu pinyin</small>=jīnzhǐ;<small>Hokkien</small>= kimcoa;<small>harafiah</small>=kertas emas) yang umumnya dikenal sebagai '''uang arwah''' (''uang orang mati'') serta berbagai kesenian kertas (紙紮) '''''zhǐzhā''''' (pakaian, rumah-rumahan, mobil-mobilan, perlengkapan sehari-hari, dan pembantu). Makna persembahan bakaran '''Jinzhi''' dan '''''zhǐzhā''''' yang dilakukan oleh keturunannya adalah agar arwah para leluhur tidak menderita kekurangan serta sebagai bekal untuk mencukupi kebutuhannya di alam lain. Praktik jamuan makan dan persembahan bakaran '''Jinzhi''' dan '''''zhǐzhā''''' yang dilakukan oleh keturunannya untuk arwah para leluhur di alam lain merupakan bentuk perwujudan tanda bakti dan balas-budi atas apa yang telah dilakukan oleh orang-tuanya saat masih hidup kepada anak-anaknya di alam manusia.
Pada hari Cap Go Meh, tanggal 15 Imlek saat bulan purnama,
▲Pada malam tanggal 8 menjelang tanggal 9 pada saat Cu Si (jam 23:00-01:00) Umat melakukan sembahyang lagi. Sembahyang ini disebut Sembahyang “King Thi Kong” (Sembahyang Tuhan Yang Maha Esa) dan dilakukan di depan pintu rumah menghadap langit lepas dengan menggunakan altar yang terbuat dari meja tinggi berikut sesaji, berupa Sam-Poo (teh, bunga, air jernih), Tee-Liau (teh dan manisan 3 macam), Mi Swa, Ngo Koo (lima macam buah), sepasang Tebu, dan tidak lupa beberapa peralatan seperti Hio-Lo (tempat dupa), Swan-Loo (tempat dupa ratus/bubuk), Bun-Loo (tempat menyempurnakan surat doa) dan Lilin Besar.
Kini, tahun baru Imlek dirayakan dengan beragam cara, mengingat Indonesia memiliki beragam budaya dan warga Indonesia keturunan Tionghoa telah memeluk keberagaman dan menganut agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Meski demikian, berkumpul bersama, makan [[Kue keranjang|kue keranjang]], dan berbagi [[angpau]] menjadi benang merah dari perayaan tahun baru Imlek.[https://nasional.kompas.com/read/2019/02/05/15310011/perayaan-imlek-bagi-muslim-tionghoa-di-indonesia-]
▲Pada hari Cap Go Meh, tanggal 15 Imlek saat bulan purnama, Umat melakukan sembahyang penutupan tahun baru pada saat antara Shien Si (jam 15:00-17:00) dan Cu Si (jam 23:00-01:00). Upacara sembahyang dengan menggunakan Thiam hio atau upacara besar ini disebut Sembahyang Gwan Siau (Yuanxiaojie). Sembahyang kepada Tuhan adalah wajib dilakukan, tidak saja pada hari-hari besar, namun setiap hari pagi dan malam, tanggal 1 dan 15 Imlek dan hari-hari lainnya.
== Lihat pula ==
|