Penjarahan Amorion: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HaEr48 (bicara | kontrib)
→‎Latar belakang: ejaan mu'tashim
HaEr48 (bicara | kontrib)
Zibathra/Sozopetra: karena daerah Abbasiyah menurutku nama Arabnya lah yang menjadi nama utama. Sozopetranya di dalam kurung saja
Baris 28:
Dengan maksud untuk mendapatkan berkat Allah dan membalas persekongkolan kaum "[[ikonofilia|ikonofil]]", Teofilos menindas para "ikonofil" dan orang-orang lainnya yang dianggap sesat pada Juni 833, termasuk dengan melakukan penangkapan, pengasingan, pemukulan, dan penyitaan harta benda. Dari sudut pandang para pendukung ikonoklasme, Allah tampak telah merestui tindakan tersebut. Al-Ma'mun wafat pada tahap-tahap pertama serangan besar-besaran yang dilancarkan Abbasiyah dengan tujuan menaklukkan Konstantinopel, sementara saudara sekaligus penerusnya, [[al-Mu'tashim]], memilih untuk memusatkan perhatiannya pada urusan-urusan dalam negeri karena ia menghadapi kesulitan dalam menegakkan kekuasaannya. Al-Mu'tashim sendiri juga harus memadamkan pemberontakan sekte Khurramiyah yang dipimpin oleh [[Babak Khorramdin]]. Hal ini memungkinkan Teofilos untuk mencetak berbagai kemenangan dalam selang waktu beberapa tahun. Selain itu, ia juga dapat menggelembungkan jumlah pasukannya dengan tambahan sekitar 14.000 pengungsi Khurramiyah yang dipimpin oleh Nasr. Nasr sendiri kemudian dibaptis menjadi Kristen dan menyandang nama [[Teofobos]].{{sfn|Treadgold|1988|pp=280–283}} Kemenangan yang diperoleh oleh Teofilos sebenarnya biasa-biasa saja, tetapi setelah dirundung kekalahan dan perang saudara selama dua dasawarsa di bawah kepemimpinan kaisar-kaisar yang "ikonofil", Teofilos merasa bahwa ia berhak mengklaim kemenangan tersebut untuk memperkuat kebijakan ikonoklasmenya. Maka dari itu, sang kaisar mulai mengaitkan dirinya dengan kaisar ikonoklas sebelumnya yang fanatik dan berjaya dalam hal militer, [[Konstantinus V]] (memerintah 741–775). Ia juga mengeluarkan koin ''[[follis]]'' tembaga jenis baru yang dicetak dalam jumlah besar; penggambaran pada koin tersebut menampilkan dirinya sebagai kaisar Romawi yang gemilang.{{sfn|Treadgold|1988|pp=283, 287–288}}{{sfn|Whittow|1996|pp=152–153}}
 
Pada tahun 837, atas desakan dari Babak, Teofilos memutuskan untuk memanfaatkan kemelut yang dihadapi oleh Abbasiyah dengan melancarkan kampanye militer terhadap [[Al-'Awasim|zona perbatasan yang dikuasai Muslim]]. Ia mengumpulkan pasukan dalam jumlah yang sangat besar,{{cref|a}} yang terdiri dari sekitar 70.000 prajurit tempur dengan jumlah keseluruhan sebesar 100.000 orang (menurut [[Muhammad bin Jarir al-Tabari|ath-Thabari]]). Ia kemudian menyerang wilayah Abbasiyah di sekitar daerah hulu [[Sungai Efrat]] tanpa menghadapi perlawanan yang berarti. Pasukan Bizantium merebut kota Zibathra ([[Sozopetra]] (Zibathra) dan [[Arsamosata]], menjarah daerah pedesaan, memperoleh pembayaran dari berbagai kota agar pasukan Bizantium tidak menyerang mereka, dan mengalahkan sejumlah pasukan Abbasiyah yang berjumlah kecil.{{sfn|Bury|1912|pp=259–260}}{{sfn|Treadgold|1988|pp=286, 292–294}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=137–141}} Menurut [[Arthur John Arberry|A. J. Arberry]], seorang wanita dari [[Bani Hasyim]] ditawan oleh pihak Bizantium dan berteriak "''Wa-Mu'tashimah''" (Wahai Mu'tashim!), dan seruan ini konon menggerakkan sang Khalifah.{{sfn|Arberry|1965|p=52}}{{sfn|Ibrahim|Saleh|p=384}}
 
Saat Teofilos berpulang untuk merayakan [[kemenangan Romawi|kemenangan]] di [[Hipodrom Konstantinopel]] sebagai "juara tiada banding", para pengungsi dari SozopetraZibathra mulai tiba di ibu kota al-Mu'tashim di [[Samarra]]. Pemerintah Abbasiyah dibuat murka oleh kekejaman yang dilakukan oleh para penyerang tersebut: Bizantium tidak hanya bersekongkol dengan para pemberontak Khurramiyah, tetapi konon di SozopetraZibathra (yang diklaim sebagai tempat kelahiran al-Mu'tashim oleh beberapa sumber){{cref|b}} mereka juga membantai tawanan-tawanan pria dan menjual sisanya sebagai budak, sementara beberapa tawanan wanita diperkosa oleh pasukan Khurramiyah.{{sfn|Bury|1912|pp=261–262}}{{sfn|Treadgold|1988|pp=293–295}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=141–143}}<ref name="EHW1">{{harvnb|Kiapidou|2003}}, [http://asiaminor.ehw.gr/Forms/fLemmaBodyExtended.aspx?lemmaid=7898&boithimata_State=&kefalaia_State=#chapter_1 Bab 1].</ref> Namun, perang yang dikobarkan oleh Teofilos tak mampu menyelamatkan Babak dan para pengikutnya, karena pada akhir tahun 837, mereka dikalahkan di benteng pegunungan mereka oleh panglima [[Afshin (Jenderal Kekhalifahan)|Afsyin]]. Babak melarikan diri ke [[Keamiran Armenia|Armenia]], tetapi ia dikhianati, diserahkan kepada Abbasiyah, dan akhirnya mati disiksa.{{sfn|Vasiliev|1935|p=143}}
 
Dengan berakhirnya ancaman dari Khurramiyah, khalifah al-Mu'tashim mulai mengerahkan pasukannya untuk membalas tindakan Bizantium.{{sfn|Vasiliev|1935|p=144}} Pasukan Abbasiyah yang berjumlah besar berkumpul di [[Tarsus (kota)|Tarsus]]; menurut catatan sejarah yang dapat diandalkan (ditulis oleh [[Mikael orang Siria]]), pasukan tersebut berjumlah sekitar 80.000 prajurit dengan 30.000 pelayan dan pengikut serta 70.000 hewan pengangkut. Penulis lain memberikan angka yang jauh lebih besar, dari 200.000 sampai 500.000 menurut [[al-Mas'udi]].{{cref|a}}{{sfn|Bury|1912|p=263 (Catatan #3)}}{{sfn|Treadgold|1988|p=297}}{{sfn|Vasiliev|1935|p=146}} Tak seperti kampanye-kampanye militer sebelumnya yang hanya menyasar benteng-benteng di wilayah perbatasan, ekspedisi ini dimaksudkan untuk memasuki wilayah pedalaman [[Asia Kecil]] sebagai pembalasan dendam. Kota besar [[Amorion]] adalah sasaran utamanya. Kronik-kronik Abbasiyah mencatat bahwa al-Mu'tashim meminta para penasihatnya untuk menyebutkan nama benteng Bizantium yang "paling sulit ditaklukan dan paling kuat pertahanannya", dan para penasihat tersebut menyebut nama Amorion, dan mereka juga berkata bahwa "Tidak ada seorang Muslim pun yang pernah memasukinya semenjak Islam ada. Ia jantung Kristen dan lebih agung dari Konstantinopel."{{sfn|Ibrahim|Saleh|p=384-385}} Menurut sumber-sumber Bizantium, khalifah al-Mu'tashim memerintahkan agar nama kota tersebut ditulis di perisai-perisai dan panji-panji para prajuritnya.{{sfn|Bury|1912|pp=262–263}}{{sfn|Treadgold|1988|p=297}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=144–146}} Sebagai ibu kota distrik [[Anatolikon]], kota tersebut memiliki posisi strategis di ujung barat [[dataran tinggi Anatolia]] dan mengendalikan jalur selatan yang sering digunakan dalam serangan pasukan Muslim terhadap Bizantium. Pada masa itu, Amorion adalah salah satu kota terbesar di Kekaisaran Bizantium dan kota paling penting kedua setelah Konstantinopel. Kota tersebut juga merupakan tempat lahir ayah Teofilos, [[Mikael II orang Amorion]] (memerintah 820–829), dan mungkin Teofilos sendiri.{{sfn|Bury|1912|pp=262–263}}{{sfn|Kazhdan|1991|pp=79, 1428, 2066}}{{sfn|Whittow|1996|p=153}} Akibat nilai strategisnya, kota tersebut menjadi sasaran serangan Muslim pada abad ke-7 dan ke-8, dan pendahulu al-Mu'tashim, al-Ma'mun, dikatakan tengah berencana menyerang kota tersebut saat ia wafat pada 833.{{sfn|Bury|1912|p=262}}{{sfn|Kazhdan|1991|p=79}}{{sfn|Ivison|2007|p=26}}
Baris 45:
 
== Pengepungan dan kejatuhan Amorion ==
Saat melakukan pergerakan menuju Amorion, pasukan Abbasiyah terbagi menjadi tiga, dengan Asyinas yang memimpin pasukan depan, khalifah di tengah, dan Afsyin di belakang. Mereka menjarah daerah pedesaan selama perjalanan mereka dan akhirnya mencapai kota Amorion tujuh hari setelah mereka berangkat dari Ankira, dan mereka pun mulai mengepung kota tersebut pada tanggal 1 Agustus (atau 6 Ramadan dalam kalender Hijriyah).{{sfn|Bury|1912|p=267}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=160–161}}{{sfn|Ibrahim|Saleh|1996|p=385}} Teofilos ingin sekali mencegah kejatuhan kota Amorion, sehingga ia meninggalkan Konstantinopel dan bertolak ke [[Dorilaion]], dan dari situ ia mengirim utusan-utusan ke al-Mu'tashim. Para utusannya, yang tiba tak lama sebelum atau pada hari-hari pertama pengepungan, memberikan jaminan bahwa tindakan kejahatan di SozopetraZibathra bertentangan dengan perintah kaisar, dan mereka juga menawarkan bantuan untuk membangun ulang kota tersebut, ditambah dengan tawaran untuk memulangkan semua tahanan Muslim dan membayar upeti. Namun, khalifah al-Mu'tashim tak hanya menolak permintaan para utusan tersebut, tetapi juga menahan mereka di perkemahannya agar mereka dapat menyaksikan langsung peristiwa pengepungan ini.{{sfn|Bury|1912|pp=266–267}}{{sfn|Rekaya|1977|p=64}}{{sfn|Vasiliev|1935|p=160}}
 
Pertahanan Amorion terbilang kuat, dan kota tersebut dikelilingi oleh parit yang lebar dan tembok yang tebal yang juga dilengkapi dengan 44 menara (menurut ahli geografi pada masa itu, [[Ibnu Khordadbeh]]). Khalifah al-Mu'tashim menugaskan setiap panglimanya di salah satu sisi tembok. Baik para pengepung maupun pihak yang terkepung memiliki banyak [[mesin kepung]], dan selama tiga hari kedua belah pihak berbalas tembakan, sementara para penggali terowongan Abbasiyah mencoba merobohkan tembok tersebut dari bawah. Menurut catatan sejarah Abbasiyah, seorang tahanan Arab yang pernah masuk Kristen membelot dan berbalik kepada khalifah, dan ia memberitahukan pihak Abbasiyah mengenai tempat di tembok kota Amorion yang telah mengalami kerusakan berat akibat hujan yang deras dan bagian tersebut tidak diperbaiki dengan baik akibat kecerobohan panglima kota Amorion. Oleh sebab itu, pasukan Abbasiyah memusatkan serangan mereka ke bagian tersebut. Pasukan Bizantium mencoba melindungi tembok kota dengan menggantung balok-balok kayu untuk meredam guncangan dari mesin-mesin pengepungan, tetapi balok-balok tersebut patah, dan setelah dua hari tembok kota pun berhasil dijebol.{{sfn|Bury|1912|p=267}}{{sfn|Treadgold|1988|p=302}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=161–163}} Aetios langsung sadar bahwa pertahanannya sudah bobol, dan ia memutuskan untuk mencoba melewati para pengepung pada malam hari dan berkumpul dengan pasukan Teofilos. Ia mengirim dua utusan untuk menghadap kaisar, tetapi keduanya ditangkap oleh pasukan Abbasiyah dan dibawa ke hadapan khalifah. Keduanya bersedia untuk [[mualaf|masuk Islam]]. Setelah al-Mu'tashim memberikan hadiah yang berlimpah kepada mereka, ia mengarak-arak kedua orang tersebut di sekitar tembok kota sembari dilihat oleh Aetios dan pasukannya. Untuk menghindari segala upaya untuk melarikan diri, pasukan Abbasiyah memperkuat penjagaan dan melakukan patroli pasukan berkuda secara terus menerus bahkan pada malam hari.{{sfn|Bury|1912|p=268}}{{sfn|Treadgold|1988|p=302}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=163–164}}
Baris 74:
Penjarahan Amorion adalah salah satu peristiwa yang paling menghancurkan bagi Bizantium dalam sejarah panjang serangan-serangan Muslim ke Anatolia. Teofilos dikabarkan jatuh sakit tak lama setelah kejatuhan kota tersebut, dan meskipun ia berhasil pulih, kesehatannya masih dalam keadaan buruk hingga kematiannya tiga tahun kemudian. Para sejarawan Bizantium pada masa berikutnya mengaitkan kematiannya pada usia yang belum mencapai 30 tahun dengan pilu yang begitu mendalam akibat kejatuhan kota tersebut, meskipun hal ini kemungkinan besar adalah sebuah legenda.<ref name="EHW3">{{harvnb|Kiapidou|2003}}, [http://asiaminor.ehw.gr/forms/fLemmaBodyExtended.aspx?lemmaid=7898&boithimata_State=&kefalaia_State=#chapter_6 Bab 3].</ref>{{sfn|Treadgold|1988|pp=304, 415}} Kejatuhan Amorion mengilhami beberapa legenda dan kisah di Kekaisaran Bizantium, dan kisah-kisah tersebut dapat ditemukan dalam karya-karya sastra yang masih ada seperti ''[[Lagu Armouris]]'' atau kidung ''[[Kastro tis Orias (kidung)|Kastro tis Orias]]'' ("Puri Gadis Cantik").{{sfn|Christophilopoulou|1993|pp=248–249}}
 
Di sisi lain, pihak Abbasiyah mengelu-elukan perebutan Amorion (disebut Ammuriyah dalam teks Arab), yang kemudian menjadi subjek dari karya terkenal [[Abu Tammam]], ''Syair Pujian tentang Penaklukan Amuriyyah'' ({{lang-ar|بمناسبة معركة عمورية}}).{{sfn|Canard|1986|p=449}}<ref>Untuk teks Arab dan terjemahan Inggris dari puisi Abu Tammam, lihat {{harvnb|Arberry|1965|pp=50–62}}.</ref> Serangan tersebut dianggap sebagai pembalasan terhadap serangan Bizantium ke kota SozopetraZibathra (ZibathraSozopetra).{{sfn|Kennedy|2003|pp=25}} Selain itu, al-Mu'tashim memanfaatkan peristiwa ini untuk melegitimasi kekuasaannya dan membenarkan tindakan yang ia ambil sesudahnya untuk mencabut nyawa keponakannya sekaligus pewaris sah al-Ma'mun, al-Abbas.{{sfn|Kennedy|2003|pp=23–26}}
 
Kenyataannya, kampanye militer tersebut tidak terlalu berdampak terhadap Bizantium secara militer: walaupun banyak pasukan dan warga Amorion yang berguguran, tidak banyak korban yang berjatuhan di antara prajurit angkatan darat Bizantium di Anzen, dan pemberontakan Khurramiyah dapat dipadamkan tanpa pertumpahan darah pada tahun berikutnya dan pasukan-pasukannya kembali disatukan dengan pasukan Bizantium. Ankira dengan cepat dibangun ulang dan kembali diisi oleh penduduk, dan begitu pula kota Amorion, tetapi kota Amorion tidak dapat lagi bangkit seperti sebelumnya dan ibu kota distrik Anatolikon sempat dipindah ke [[Polibotus]].<ref name="EHW3"/>{{sfn|Treadgold|1988|pp=304, 313–314}}{{sfn|Kazhdan|1991|pp=79–80}}{{sfn|Whittow|1996|p=153}} Setelah dibangun kembali, Amorion kembali dihancurkan pada 931 oleh serangan dari [[Tsamal al-Dulafi]], wali negeri Tarsus. Setelah itu, Amorium tidak lagi memiliki peran sejarah yang besar, walaupun secara geografi masih dianggap penting menurut karya-karya geografi hingga abad ke-14.{{sfn|Canard|1986|p=449}}
Baris 85:
{{refbegin}}
{{cnote|a|Laporan jumlah pasukan Teofilos selama ekspedisi tahun 837 dan kampanye militer balasan al-Mu'tashim terbilang tak lazim. Beberapa ahli, seperti Bury dan Treadgold, menganggap angka yang diberikan oleh at-Thabari dan Mikael orang Siria sebagai jumlah yang kurang lebih akurat,{{sfn|Bury|1912|p=263 (Catatan #3)}}{{sfn|Treadgold|1988|p=441 (Catatan #406)}} tetapi para peneliti modern lainnya meragukan jumlah sebesar itu, karena pasukan pada [[Abad Pertengahan]] jarang ada yang lebih dari 10.000 prajurit, dan risalah dan catatan militer Abbasiyah dan Bizantium menyatakan bahwa pasukan mereka biasanya berjumlah sekitar 4.000–5.000. Bahkan pada masa pembesaran militer Bizantium secara berkelanjutan pada akhir abad ke-10, panduan militer Bizantium menyebut angka 25.000 sebagai jumlah yang sangat besar dan layak untuk dipimpin oleh kaisar secara langsung. Sebagai perbandingan, jumlah pasukan militer biasa yang tersedia untuk Bizantium pada abad ke-9 diperkirakan berjumlah sekitar 100.000–120.000. Jika ingin membaca hasil peninjauan yang lebih rinci, lihat {{harvnb|Whittow|1996|pp=181–193}} dan {{harvnb|Haldon|1999|pp=101–103}}. }}
{{cnote|b|Klaim bahwa SozopetraZibathra atau Arsamosata adalah kota asal al-Mu'tashim hanya ditemukan dalam sumber-sumber Bizantium. Klaim ini disangkal oleh sebagian besar ahli sebagai hasil karangan.{{sfn|Bury|1912|p=262 (Catatan #6)}}{{sfn|Treadgold|1988|p=440 (Catatan #401)}}{{sfn|Vasiliev|1935|p=141}}<ref>{{harvnb|Kiapidou|2003}}, [http://asiaminor.ehw.gr/Forms/fLemmaBodyExtended.aspx?lemmaID=7898#endNote_1 Catatan 1].</ref>}}
{{refend}}