Penjarahan Amorion: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Baris 30:
Pada tahun 837, atas desakan dari Babak, Teofilos memutuskan untuk memanfaatkan kemelut yang dihadapi oleh Abbasiyah dengan melancarkan kampanye militer terhadap [[Al-'Awasim|zona perbatasan yang dikuasai Muslim]]. Ia mengumpulkan pasukan dalam jumlah yang sangat besar,{{cref|a}} yang terdiri dari sekitar 70.000 prajurit tempur dengan jumlah keseluruhan sebesar 100.000 orang (menurut [[Muhammad bin Jarir al-Tabari|ath-Thabari]]). Ia kemudian menyerang wilayah Abbasiyah di sekitar daerah hulu [[Sungai Efrat]] tanpa menghadapi perlawanan yang berarti. Pasukan Bizantium merebut kota Zibathra ([[Sozopetra]]) dan [[Arsamosata]], menjarah daerah pedesaan, memperoleh pembayaran dari berbagai kota agar pasukan Bizantium tidak menyerang mereka, dan mengalahkan sejumlah pasukan Abbasiyah yang berjumlah kecil.{{sfn|Bury|1912|pp=259–260}}{{sfn|Treadgold|1988|pp=286, 292–294}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=137–141}} Menurut sumber Abbasiyah, seorang wanita dari [[Bani Hasyim]] ditawan oleh pihak Bizantium dan berteriak "''Wa-Mu'tashimah''" (Wahai Mu'tashim!), dan seruan ini konon menggerakkan sang Khalifah.{{sfn|Arberry|1965|p=52}}{{sfn|Ibrahim|Saleh|p=384}}
 
Saat Teofilos berpulang untuk merayakan [[kemenangan Romawi|kemenangan]] di [[Hipodrom Konstantinopel]] sebagai "juara tiada banding", para pengungsi dari Zibathra mulai tiba di ibu kota al-Mu'tashim di [[Samarra]]. Pemerintah Abbasiyah dibuat murka oleh kekejaman yang dilakukan oleh para penyerang tersebut. Bizantium tidak hanya bersekongkol dengan para pemberontak Khurramiyah, tetapi konon di Zibathra (yang diklaim sebagai tempat kelahiran al-Mu'tashim oleh beberapa sumber){{cref|b}} mereka juga membantai tawanan-tawanan pria dan menjual sisanya sebagai budak, sementara beberapa tawanan wanita diperkosa oleh pasukan Khurramiyah.{{sfn|Bury|1912|pp=261–262}}{{sfn|Treadgold|1988|pp=293–295}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=141–143}}<ref name="EHW1">{{harvnb|Kiapidou|2003}}, [http://asiaminor.ehw.gr/Forms/fLemmaBodyExtended.aspx?lemmaid=7898&boithimata_State=&kefalaia_State=#chapter_1 Bab 1].</ref> Namun, perang yang dikobarkan oleh Teofilos tak mampu menyelamatkan Babak dan para pengikutnya, karena pada akhir tahun 837, mereka dikalahkan di benteng pegunungan mereka oleh panglima [[Afshin (Jenderal Kekhalifahan)|Afsyin]]. Babak melarikan diri ke [[Keamiran Armenia|Armenia]]. Namun, tetapiBabak iakemudian dikhianati, diserahkan kepada Abbasiyah, dan akhirnya mati disiksa.{{sfn|Vasiliev|1935|p=143}}
 
Dengan berakhirnya ancaman dari Khurramiyah, khalifah al-Mu'tashim mulai mengerahkan pasukannya untuk membalas tindakan Bizantium.{{sfn|Vasiliev|1935|p=144}} Pasukan Abbasiyah yang berjumlah besar berkumpul di [[Tarsus (kota)|Tarsus]]. Menurut catatan sejarah yang dapat diandalkan (ditulis oleh [[Mikael orang Siria]]), pasukan tersebut berjumlah sekitar 80.000 prajurit dengan 30.000 pelayan dan pengikut serta 70.000 hewan pengangkut. Penulis lain memberikan angka yang jauh lebih besar, dari 200.000 sampai 500.000 menurut [[al-Mas'udi]].{{cref|a}}{{sfn|Bury|1912|p=263 (Catatan #3)}}{{sfn|Treadgold|1988|p=297}}{{sfn|Vasiliev|1935|p=146}} Tak seperti kampanye-kampanye militer sebelumnya yang hanya menyasar benteng-benteng di wilayah perbatasan, ekspedisi ini dimaksudkan untuk memasuki wilayah pedalaman [[Asia Kecil]] sebagai pembalasan dendam. Kota besar [[Amorion]] adalah sasaran utamanya. Kronik-kronik Abbasiyah mencatat bahwa al-Mu'tashim meminta para penasihatnya untuk menyebutkan nama benteng Bizantium yang "paling sulit ditaklukan dan paling kuat pertahanannya", dan para penasihat tersebut menyebut nama Amorion, dan mereka juga berkata bahwa "Tidak ada seorang Muslim pun yang pernah memasukinya semenjak Islam ada. Ia jantung Kristen dan lebih agung dari Konstantinopel."{{sfn|Ibrahim|Saleh|p=384-385}} Menurut sumber-sumber Bizantium, khalifah al-Mu'tashim memerintahkan agar nama kota tersebut ditulis di perisai-perisai dan panji-panji para prajuritnya.{{sfn|Bury|1912|pp=262–263}}{{sfn|Treadgold|1988|p=297}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=144–146}} Sebagai ibu kota distrik [[Anatolikon]], kota tersebut memiliki posisi strategis di ujung barat [[dataran tinggi Anatolia]] dan mengendalikan jalur selatan yang sering digunakan dalam serangan pasukan Muslim terhadap Bizantium. Pada masa itu, Amorion adalah salah satu kota terbesar di Kekaisaran Bizantium dan kota paling penting kedua setelah Konstantinopel. Kota tersebut juga merupakan tempat lahir ayah Teofilos, [[Mikael II orang Amorion]] (memerintah 820–829), dan mungkin Teofilos sendiri.{{sfn|Bury|1912|pp=262–263}}{{sfn|Kazhdan|1991|pp=79, 1428, 2066}}{{sfn|Whittow|1996|p=153}} Akibat nilai strategisnya, kota tersebut menjadi sasaran serangan Muslim pada abad ke-7 dan ke-8, dan pendahulu al-Mu'tashim, al-Ma'mun, dikatakan tengah berencana menyerang kota tersebut saat ia wafat pada 833.{{sfn|Bury|1912|p=262}}{{sfn|Kazhdan|1991|p=79}}{{sfn|Ivison|2007|p=26}}