Penjarahan Amorion: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 47:
Saat melakukan pergerakan menuju Amorion, pasukan Abbasiyah terbagi menjadi tiga, dengan Asyinas yang memimpin pasukan depan, khalifah di tengah, dan Afsyin di belakang. Mereka menjarah daerah pedesaan selama perjalanan mereka dan akhirnya mencapai kota Amorion tujuh hari setelah mereka berangkat dari Ankira, Mereka pun mulai mengepung kota tersebut pada tanggal 1 Agustus (atau 6 Ramadan dalam kalender Hijriyah).{{sfn|Bury|1912|p=267}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=160–161}}{{sfn|Ibrahim|Saleh|1996|p=385}} Teofilos ingin sekali mencegah kejatuhan kota Amorion, sehingga ia meninggalkan Konstantinopel dan bertolak ke [[Dorilaion]]. Sari situ ia mengirim utusan-utusan ke al-Mu'tashim. Para utusannya, yang tiba tak lama sebelum atau pada hari-hari pertama pengepungan, memberikan jaminan bahwa tindakan kejahatan di Zibathra bertentangan dengan perintah kaisar. Mereka juga menawarkan bantuan untuk membangun ulang kota tersebut, ditambah dengan tawaran untuk memulangkan semua tahanan Muslim dan membayar upeti. Namun, Khalifah al-Mu'tashim tak hanya menolak permintaan para utusan tersebut, tetapi juga menahan mereka di perkemahannya agar mereka dapat menyaksikan langsung peristiwa pengepungan ini.{{sfn|Bury|1912|pp=266–267}}{{sfn|Rekaya|1977|p=64}}{{sfn|Vasiliev|1935|p=160}}
 
Pertahanan Amorion terbilang kuat. Kota tersebut dikelilingi oleh parit yang lebar dan tembok yang tebal yang juga dilengkapi dengan 44 menara (menurut ahli geografi pada masa itu, [[Ibnu Khordadbeh|Ibnu Khurdadzbih]]). Khalifah al-Mu'tashim menugaskan setiap panglimanya di salah satu sisi tembok. Baik para pengepung maupun pihak yang terkepung memiliki banyak [[mesin kepung]]. Selama tiga hari, kedua belah pihak berbalas tembakan, sementara para penggali terowongan Abbasiyah mencoba merobohkan tembok tersebut dari bawah. Menurut catatan sejarah Abbasiyah, seorang tahanan Arab yang pernah masuk Kristen membelot dan berbalik kepada khalifah. Ia memberitahukan pihak Abbasiyah mengenai tempat di tembok kota Amorion yang telah mengalami kerusakan berat akibat hujan yang deras. Bagian tersebut tidak diperbaiki dengan baik akibat kecerobohan panglima kota Amorion. Oleh sebab itu, pasukan Abbasiyah memusatkan serangan mereka ke bagian tersebut. Pasukan Bizantium mencoba melindungi tembok kota dengan menggantung balok-balok kayu untuk meredam guncangan dari mesin-mesin pengepungan, tetapi balok-balok tersebut patah. Setelah dua hari, tembok kota pun berhasil dijebol.{{sfn|Bury|1912|p=267}}{{sfn|Treadgold|1988|p=302}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=161–163}} Aetios langsung sadar bahwa pertahanannya sudah bobol. Ia memutuskan untuk mencoba melewati para pengepung pada malam hari dan berkumpul dengan pasukan Teofilos. Ia mengirim dua utusan untuk menghadap kaisar, tetapi keduanya ditangkap oleh pasukan Abbasiyah dan dibawa ke hadapan khalifah. Keduanya bersedia untuk [[mualaf|masuk Islam]]. Setelah al-Mu'tashim memberikan hadiah yang berlimpah kepada mereka, ia mengarak-arak kedua orang tersebut di sekitar tembok kota sembari dilihat oleh Aetios dan pasukannya. Untuk menghindari segala upaya untuk melarikan diri, pasukan Abbasiyah memperkuat penjagaan dan melakukan patroli pasukan berkuda secara terus menerus bahkan pada malam hari.{{sfn|Bury|1912|p=268}}{{sfn|Treadgold|1988|p=302}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=163–164}}
 
Pasukan Abbasiyah lalu melancarkan serangan berulang ke sisi tembok yang telah dijebol, tetapi pasukan Bizantium masih mampu bertahan. Menurut ath-Thabari, alat-alat pelontar yang masing-masing diawaki oleh empat orang ditempatkan di atas landasan beroda. Menara-menara yang dapat digerakkan dan masing-masing diawaki oleh sepuluh orang dibangun dan dikerahkan ke tepi parit. Paritnya sendiri juga mulai diisi dengan kulit-kulit domba (dari hewan-hewan yang mereka bawa untuk dijadikan makanan) yang berisi tanah. Namun, pengerjaan tersebut tidak dilakukan dengan merata karena para prajurit takut terkena lemparan alat-alat pelontar Bizantium. al-Mu'tashim harus memerintahkan agar tanah dilemparkan ke atas kulit-kulit tersebut untuk menutupi permukaan. Sebuah menara didorong melewati parit yang telah terisi, tetapi kemudian menyangkut di tengah-tengah, sehingga menara tersebut dan mesin-mesin kepung lainnya terpaksa ditinggalkan dan dibakar.{{sfn|Bury|1912|p=268}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=164–165}} Serangan lain yang dilancarkan pada hari berikutnya, yang dipimpin oleh Asyinas, gagal akibat sempitnya sisi tembok yang telah jebol. al-Mu'tashim kemudian memerintahkan pengerahan lebih banyak alat-alat pelontar. Pada keesokan harinya, Afsyin dengan pasukannya menyerang daerah tembok yang jebol. Itakh juga melakukan hal yang sama pada hari sesudahnya.{{sfn|Vasiliev|1935|pp=165–167}} Pasukan Bizantium secara perlahan semakin menipis akibat serangan-serangan yang terus menerus dilancarkan. Pengepungan terjadi selama sekitar dua minggu. Para penulis modern memperkirakan tanggalnya adalah 12, 13, atau 15 Agustus.<ref>{{harvnb|Kiapidou|2003}}, [http://asiaminor.ehw.gr/forms/fLemmaBodyExtended.aspx?lemmaID=7898#noteendNote_19 Catatan 19].</ref> Aetios mengirim utusan yang dipimpin oleh uskup kota yang menawarkan penyerahan kota Amorion. Sebagai gantinya, mereka meminta agar para penduduk dan garnisun kota diizinkan pergi, tetapi al-Mu'tashim menolak. Walaupun begitu, panglima Bizantium Boiditzes, yang bertugas di bagian tembok yang telah dijebol, memutuskan untuk mengadakan perundingan langsung dengan khalifah atas kehendaknya sendiri, kemungkinan dengan maksud membelot. Ia datang ke perkemahan Abbasiyah dan memberikan perintah kepada pasukannya di daerah tembok yang telah dijebol untuk berhenti bertarung sampai ia kembali. Saat Boiditzes sedang berbicara dengan sang khalifah, pasukan Abbasiyah semakin mendekati daerah tembok yang telah dijebol dan akhirnya berhasil memasuki kota Amorion.{{sfn|Bury|1912|pp=268–269}}{{sfn|Treadgold|1988|pp=302–303}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=167–168}} Pasukan Bizantium dikejutkanterkejut dan mereka lalu mengobarkan perlawanan secara terpisah. Beberapa pasukan berusaha bertahan di sebuah biara dan akhirnya terbakar sampai mati. Sementara itu, Aetios dengan para perwiranya mengungsi ke sebuah menara sebelum akhirnya dipaksa untuk menyerah.{{sfn|Bury|1912|pp=269–270}}{{sfn|Treadgold|1988|p=303}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=169–170}}
 
Kota tersebut dijarah dan dirampok habis-habisan. Menurut catatan sejarah Abbasiyah, penjualan hasil rampasan berlangsung selama lima hari. Penulis kronik Bizantium [[Theophanes Continuatus|Teofanes Kontinuatus]] menyatakan bahwa terdapat 70.000 orang yang tewas, sementara penulis Arab al-Mas'udi menyebutkan 30.000 korban jiwa. Para penduduk yang selamat dijadikan budak yang dibagi-bagi oleh para pemimpin pasukan, kecuali untuk para pemimpin kota. Sementara itu, militer akan ditentukan nasibnya oleh sang khalifah sendiri. Setelah mengizinkan para utusan Teofilos untuk pulang dengan membawa kabar kejatuhan Amorion, al-Mu'tashim membakar kota tersebut sampai rata dengan tanah, dan yang masih tersisa hanyalah tembok kotanya.{{sfn|Treadgold|1988|p=303}}{{sfn|Rekaya|1977|p=64}}{{sfn|Ivison|2007|pp=31, 53}}{{sfn|Vasiliev|1935|pp=170–172}} Salah satu jarahan yang dirampas adalah pintu-pintu besi raksasa dari kota tersebut, yang mulanya dibawa oleh al-Mu'tashim ke Samarra dan dipasang di pintu masuk istananya. Dari situ pintu-pintu ini diambil (kemungkinan menjelang akhir abad) dan dipasang di [[Raqqa]]. Pintu-pintu tersebut masih ada di kota tersebut sampai tahun 964. Penguasa [[Hamdaniyah]] [[Sayf al-Dawla]] kemudian menyingkirkannya dan memadukannya dengan gerbang [[Bab Qinnasrin|Bab al-Qinnasrin]] di ibu kotanya di [[Aleppo]].{{sfn|Meinecke|1995|pp=411, 412}}
Baris 76:
Di sisi lain, pihak Abbasiyah mengelu-elukan perebutan Amorion (disebut Ammuriyah dalam teks Arab), yang kemudian menjadi subjek dari karya terkenal [[Abu Tammam]], ''Syair Pujian tentang Penaklukan Amuriyyah'' ({{lang-ar|بمناسبة معركة عمورية}}).{{sfn|Canard|1986|p=449}}<ref>Untuk teks Arab dan terjemahan Inggris dari puisi Abu Tammam, lihat {{harvnb|Arberry|1965|pp=50–62}}.</ref> Serangan tersebut dianggap sebagai pembalasan terhadap serangan Bizantium ke kota Zibathra (Sozopetra).{{sfn|Kennedy|2003|pp=25}} Selain itu, al-Mu'tashim memanfaatkan peristiwa ini untuk melegitimasi kekuasaannya dan membenarkan tindakan yang ia ambil sesudahnya untuk mencabut nyawa keponakannya sekaligus pewaris sah al-Ma'mun, al-Abbas.{{sfn|Kennedy|2003|pp=23–26}}
 
Kenyataannya, kampanye militer tersebut tidak terlalu berdampak terhadap Bizantium secara militer: walaupun banyak pasukan dan warga Amorion yang berguguran, tidak banyak korban yang berjatuhan di antara prajurit angkatan darat Bizantium di Anzen. Pemberontakan Khurramiyah dapat dipadamkan tanpa pertumpahan darah pada tahun berikutnya dan pasukan-pasukannya kembali disatukan dengan pasukan Bizantium. Ankira dengan cepat dibangun ulang dan kembali diisi oleh penduduk, dan begitu pula kota Amorion. Tetapi, kota Amorion tidak dapat lagi bangkit seperti sebelumnya dan ibu kota distrik Anatolikon sempat dipindah ke [[Polibotus]].<ref name="EHW3"/>{{sfn|Treadgold|1988|pp=304, 313–314}}{{sfn|Kazhdan|1991|pp=79–80}}{{sfn|Whittow|1996|p=153}} Setelah dibangun kembali, Amorion kembali dihancurkan pada 931 oleh serangan dari [[Tsamal al-Dulafi|Tsamal ad-Dulafi]], wali negeri Tarsus. Setelah itu, Amorium tidak lagi memiliki peran sejarah yang besar, walaupun secara geografi masih dianggap penting menurut karya-karya geografi hingga abad ke-14.{{sfn|Canard|1986|p=449}}
 
Berdasarkan hasil tinjauan Warren Treadgold, salah satu faktor utama penyebab kekalahan pasukan Bizantium di Anzen dan Amorion adalah keadaan yang tidak menguntungkan mereka dan bukannya ketidakmampuan atau ketidakcakapan. Selain itu, sikap Teofilos yang terlalu percaya diri juga merugikan pasukannya sendiri, baik itu kemauannya untuk membagi pasukannya dalam menghadapi pasukan Abbasiyah yang jumlahnya lebih besar, maupun ketergantungannya yang terlalu besar terhadap pasukan Khurramiyah.{{sfn|Treadgold|1988|pp=304–305}} Namun demikian, kekalahan yang dialami Teofilos membuatnya melancarkan perombakan besar-besaran terhadap pasukannya, yang meliputi pendirian komando-komando perbatasan yang baru dan pemencaran pasukan Khurramiyah yang lalu disatukan dengan pasukan-pasukan dari distrik-distrik Bizantium.{{sfn|Treadgold|1988|pp=351–359}}
 
Dampak jangka panjang dari kejatuhan Amorion terlihat jelas dari segi keagamaan dan bukannya dari segi militer. Para penganut ikonoklasme percaya bahwa tindakan mereka seharusnya diberkahi oleh Allah dan akan menjamin kemenangan yang gemilang. Tetapi, mereka tetap saja mengalami "bencana memalukan yang menyaingi kekalahan-kekalahan terburuk kaisar ikonofil manapun" (Whittow). Dalam catatan sejarah pada masa itu, peristiwa tersebut disandingkan dengan kekalahan besar yang dialami oleh [[Nikeforos I]] (memerintah 802–811) di [[Pertempuran Pliska|Pliska]]. Menurut Warren Treadgold, "hasilnya tidak membuktikan bahwa ikonoklasme itu salah ... tetapiTetapi memang menyingkirkan argumen paling meyakinkan dari kalangan ikonoklas kepada mereka yang pandangannya masih mengambang, yaitu [argumen bahwa] ikonoklasme membawa kemenangan dalam pertempuran". Beberapa tahun setelah Teofilos menjemput ajalnya, pada 11 Maret 843, diadakan sebuah [[sinode]] yang memulihkan praktik pemuliaan ikon, dan ikonoklasme sendiri dinyatakan sesat.{{sfn|Treadgold|1988|p=305}}{{sfn|Whittow|1996|pp=153–154}}
 
== Catatan ==