Kerajaan Bedahulu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k cosmetic changes
Baris 24:
}}
 
'''Kerajaan Bedahulu''' atau '''Bedulu''' (disebut juga '''Kerajaan Pejeng''' karena lokasinya di [[Pejeng, Tampaksiring, Gianyar|Pejeng]]) adalah kerajaan kuno di pulau [[Bali]] pada abad ke-8 sampai abad ke-14, yang memiliki pusat kerajaan di sekitar Pejeng (baca: ''pèjèng'') atau [[Bedulu, Blahbatuh, Gianyar|Bedulu]], [[Kabupaten Gianyar]], [[Bali]].
 
Diperkirakan kerajaan ini diperintah oleh raja-raja keturunan [[dinasti Warmadewa]]. Penguasa terakhir kerajaan Bedulu (Dalem Bedahulu) menentang ekspansi [[kerajaan Majapahit]] pada tahun 1343, yang dipimpin oleh [[Gajah Mada]], namun berakhir dengan kekalahan Bedulu. Perlawanan Bedulu kemudian benar-benar padam setelah pemberontakan keturunan terakhirnya (''Dalem Makambika'') berhasil dikalahkan tahun 1347 M.
Baris 33:
Nama Pejeng mulai dikenal sejak tahun 1705, melalui laporan naturalis Belanda G.E. Rumphias berjudul ''Amboinsche Reteitkamer.'' Dalam laporan tersebut, Rumphius menyebut keberadaan genderang (nekara) berbahan perunggu yang kemudian hari disebut ''Bulan Pejeng''. Rumphius sendiri belum pernah melihat benda tersebut. Dia mendapat informasi dari orang lain yang menyatakan bahwa di Pejeng ada benda misterius dari perunggu. Benda ini dianggap meteorit dan bidang pukulnya yang bulat dianggap sebagai bulatan roda. Rumphius menulis, benda ini semula tergeletak di tanah, tidak seorang pun yang berani memindahkan karena takut mendapat celaka. Inventarisasi kepurbakalaan yang dilakukan ''Oudheidkundige Dienst'' (OD) atau Jawatan Purbakala Pemerintah [[Hindia Belanda]], yang kemudian diteruskan oleh Balai Kepurbakalaan Indonesia, menemukan kenyataan Desa Pejeng memiliki peninggalan arkeologis yang amat beragam dan tersebar hampir di seluruh pelosok desa. Peninggalan-peninggalan purba dan tulisan-tulisan yang ada membuat para ahli memperkirakan Pejeng adalah pusat Kerajaan Bali Kuno yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kerajaan Bedahulu (883-1343 M). Kata ''"pejeng"'' sendiri diduga berasal dari kata ''"pajeng"'' (payung), karena dari desa inilah raja-raja Bali Kuno memayungi rakyatnya. Ada juga yang menduga berasal dari kata ''pajang'', bahasa Jawa Kuno yang berarti sinar. Bagi tetua di Pejeng, sebelum Pejeng desa itu disebut Soma Negara, ibukota '''Kerajaan Singamandawa'''.
 
''Bulan Pejeng'' yang kini disimpan di Pura Penataran Sasih adalah nekara terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia: tinggi 186,5  cm dan garis tengah bidang pukul 160  cm. Nekara bertipe moko ini dalam perkembangan lebih lanjut menjadi model pertama untuk semua jenis moko yang kini banyak dijumpai di wilayah Indonesia lainnya dalam ukuran lebih kecil. Nama nekara terdapat dalam berbagai bahasa mulai dari ''kettledrum'' (Inggris), ''pauke'' atau ''metalltrommeln'' (Jerman), ''ketletrom'' (Belanda), kedeltrommeln (Denmark), hingga tambour metallique (Prancis), sebagai nama yang paling sering digunakan. Di Indonesia, nekara memiliki nama lokal beragam, seperti bulan untuk menyebut nama nekara dari Pejeng (Bali), tifa guntur (Maluku), makalamau (Sangeang), moko (Alor), kuang (Pulau Pantar), dan wulu (Flores Timur).
 
Bulan Pejeng berasal dari kebudayaan logam terutama perunggu di Asia Tenggara dimulai sekitar 3000-2000 SM berdasarkan hasil temuan di situs Dongson, Provinsi Thanh Hoc, Vietnam Utara. Nekara yang masih disakralkan oleh masyarakat Bali ini menunjukkan, bahwa di Masa Pra-Sejarah Pejeng telah dihuni oleh masyarakat yang memiliki tingkat kebudayaan tinggi dan terhubung dengan masyarakat internasional. Dan, jauh sebelum pengaruh agama Hindu sampai di Bali.