Pantun Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Wonxxi (bicara | kontrib)
beberapa tata kalimat dan penambahan kata-kata
Baris 9:
 
== Pertunjukan ==
Seni Pantun disajikan masyarakat Sunda dalam dua bentuk yang disesuaikan dengan fungsi pertunjukannya. Pertama, untuk hiburan, dan kedua untuk acara ritual (ruwatan). Sajian hiburan, ceritanya mengambil dari salah satu cerita pantun yang dikuasai juru pantun, atau atas permintaan penanggap. Sedangkan untuk acara ritual dalam ruwatan, ceritanya sama dengan dalam pertunjukan wayang, yaitu ''Batara Kala'', ''Kama Salah'' atau ''Murwa Kala''.
 
Dalam sajian pantun untuk ruwatan (tolak bala) diperuntukkan bagi orang-orang yang termasuk dalam sukerta, di antaranya anak tunggal, anak kembar, lima anak laki-laki, atau untuk keselamatan rumah baru, bangunan baru dan lain-lain. Pertunjukannya biasa dimulai sekitar pukul 02.00 - 05.00. Rajah dalam pertunjukan ruwatan lebih panjang lebih tampak kesakralannya. Sedangkan sajian pantun untuk kepentingan hiburan biasanya diadakan di rumah penanggap yang waktunya pada malam hari. Pertunjukan dimulai pukul 20.00 dan berakhlr sekitar pukul 04.00. Sekalipun pertunjukan Pantun untuk hiburan, namun tidak sembarangan disajikan. Pantun masih dianggap oleh masyarakat Sunda memiliki sifat sakral yang selalu dikaitkan dengan upacara penghormatan pada leluhur. Dengan demikian bentuk pertunjukan Pantun biasanya masih diikat dengan struktur pertunjukan yang baku dengan lakon yang selalu berkisar tentang raja-raja Sunda atau legenda masyarakat Sunda Secara umum pola pertunjukan Pantun dapat diurutkan sebagai berikut: penyediaan sesajen; ngukus (membakar kemenyan); mengumandangkan ''rajah pamunah''; babak cerita dari pembukaan hingga penutupan; ditutup dengan mengumandangkan rajah pamungkas.
 
Sebagai kesenian yang hidup sejak zaman Hindu sampai Islam yang jadi anutan masyarakat, tak heran jika ungkapan dan ajaran (petuah) ki juru pantun merupakan pembauran keduan zaman itu. Selain isthigfar (Islam) terdengar pula ungkapan kepada dewata, Pohaci, para ''karuhun'' (leluhur), buyut, dan dlllain-lain.
 
Kesenian Pantun Sunda yang bercirikan budaya Sunda dengan berbagai aspeknya, terutama aspek kepercayaan Sunda Kuna, memberi dampak pada nilai kedudukan seni Pantun di masyarakat Sunda yang berbeda dengan kesenian-kesenian lain. Seni Pantun bagi masyarakat Sunda merupakan medium untuk dapat merasakan kembali sebuah masa keemasan sejarah masa lampau masyarakatnya.
 
Dewasa ini perkembangan seni Pantun harus diakui sangat memprihatinkan, namuntetapi dari sisi lain ada hal yang cukup mengesankan,. bahwa seniSeni Pantun pun dapat bertahan dengan tidak meleburkan diri menjadi satu bentuk kesenian yang pop/kitchs. Seni Pantun dpatdapat bertahan sebagai seni yang adiluhung sekalipun dewasa ini ada sedikit pergeseran-pergeseran dibanding pada masa lalu, terutama pada fungsinya yang sakral menjadi profan.
 
== Daftar Cerita Pantun ==