Pakaian kulit kayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rizkynandi (bicara | kontrib)
k pengubahan kata terakhir, bold di kata pembuka, pembaruan kategori yang lebih umum
Lylla08 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{sedang ditulis}}
{{sedang ditulis}}'''Pakaian kulit kayu''' adalah salah satu kekayaan [[budaya Indonesia]] yang telah ada ribuan tahun yang lalu. Nenek moyang bangsa Indonesia hidup berselaras dengan alam. Salah satu contohnya dapat dilihat dari terciptanya kulit kayu sebagai bahan pakaian. [[Hutan hujan tropika|Hutan hujan tropis]] yang tumbuh subur di Kepulauan [[Nusantara]] menjadi sumber kehidupan masyarakat yang hidup di sekitarnya. Tidak hanya sebagai sumber pangan dan papan, pohon-pohon itu juga digunakan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan sandang.
 
Pakaian kulit kayu bagi masyarakat Kulawi dan Kaili yang tinggal di [[Sulawesi Tengah]] selain dipakai untuk menutupi tubuh juga digunakan dalam berbagai kegiatan upacara adat. Mereka mengenal berbagai jenis pakaian kulit kayu, di antaranya ''kemeja'' (baju laki-laki), ''Vevo'' (celana), ''Topi Nunu'' ( rok), ''halili'' (blus), hingga ''kumpe'' (semacam selimut).<ref>{{Cite book|title="Kumpe" Kain Kulit Kayu dalam Kehidupan Masyarakat Sulawesi Tengah|last=Rumagit|first=Ricky|publisher=Direktorat Tradisi, Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni dan Film, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata|year=2011|isbn=978-602-9052-20-6|location=Jakarta|pages=105}}</ref> Ragam hias juga diaplikasikan ke dalam pakaian untuk menyimbolkan kegunaan dan arti tertentu. Contohnya adalah ragam hias tanduk kerbau yang menyimbolkan kehidupan. Menurut Antonius Taula, pelestari kain kulit kayu, kerbau tidak lepas dari kehidupan manusia dari proses kelahiran hingga kematian. Ragam hias yang dikenal lainnya seperti tumpal, tumbuh-tumbuhan, manusia, ''gampiri'', bunga, geometris dan lain-lain.<ref>{{Cite book|title=Buku Profil Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2018|last=Rukmana|first=Aan, dkk|publisher=Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|year=2018|isbn=|location=Jakarta|pages=134}}</ref>