Kopi daun: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Ejaan saja. |
Menambahkan informasi sejarah. |
||
Baris 4:
== Sejarah ==
Kopi kawa atau masyarakat sekarang menyebutnya kopi daun merupakan kebudayaan lama masyarakat dalam hal berkebun dan hal ini seiring dengan kebudayaan orang meminum teh.<ref name=":1" /> Jadi sebelum [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] masuk kebudayaan meminum daun kopi sudah ada, justru kehadiran VOC adalah mengajarkan masyarakat bahwa kopi memanfaatkan bijinya bukan daunnya. Ada kekeliruan publik yang mengaitkannya daun kawa atau aia kawa dengan adanya [[Cultuurstelsel|tanam paksa]] dalam kekuasaan [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]]. Penduduk di [[Sumatera Barat]] dilarang menikmati biji kopi untuk diri sendiri meskipun dipaksa untuk menanamnya demi kepentingan perdagangan. Peraturan ini diakali dengan menggunakan dedaunan kopi yang dipercaya masih mengandung [[kafeina]].<ref name="singgalang">[http://hariansinggalang.co.id/kawa-daun-sejarah-di-sayak-tempurung/ Kawa Daun, Sejarah di Sayak Tempurung, diakses dari situs berita Harian Singgalang]</ref>
Dalam novel [[Max Havelaar]] karya [[Eduard Douwes Dekker|Multatuli]], istilah kopi daun juga disinggung, misalnya dalam percakapan antara tokoh Pengawas Verbrugge dan Letnan Duclari. Komandan garnisun itu terkejut saat mendengar ada minuman bernama "kopi daun", dan Verbrugge mengatakan bahwa minuman tersebut sudah biasa diminum orang-orang di Sumatera.<ref>{{cite book|last=Multatuli|first=|authorlink=|coauthors=|title=Max Havelaar|publisher=Penerbit Qanita|date=|location=Bandung|pages=102-103|url=|doi=|id=|isbn=978-602-1637-45-6|year=2014|trans-title=Max Havelaar: Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company, diterjemahkan oleh Ingrid Dwijani Nimpoeno}}</ref>
== Tradisi meminum ==
|