Rumah musalaki: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 23:
Sao Ata Mosa Lakitana adalah salah satu rumah adat atau rumah tradisional yang juga berasal dari [[provinsi]] [[Nusa Tenggara Timur]], [[Indonesia]]. Rumah ini beberapa kali kerap disalahartikan sebagai rumah Musalaki, padahal terdapat banyak perbedaan di antara kedua rumah ini. Hal ini disebabkan nama dari Sao Ata Mosa Lakitana juga terdapat kata ''mosa'' dan ''laki'', sama seperti asal dari kata rumah Musalaki. Sao Ata Mosa Lakitana sendiri merupakan rumah adat asli dari [[Pulau Timor|Timor]]. Berbeda dengan rumah Musalaki yang berbentuk panggung, Sao Ata Mosa Lakitana mempunyai bentuk seperti bulat telur dan tanpa tiang. Di dalam rumah adat ini terdapat suatu tempat suci untuk arwah nenek moyang yang pada saat-saat tertentu selalu diberi sesaji.
Berbeda dengan rumah Musalaki, bentuk bangunan Sao Ata Mosa Lakitana dibedakan dalam 3 bentuk yang didasarkan pada model atapnya, yaitu berjoglo yang merupakan rumah adat [[suku Sumba]], kerucut bulat yang merupakan rumah adat [[suku Timor]], dan atap seperti perahu terbalik yang merupakan rumah adat [[suku Rote]]. Tidak hanya suku Rote, masyarakat [[suku Sabu]] yang berada di [[Kabupaten Sabu Raijua]] juga menggunakan konsep atap perahu terbalik dari Sao Ata Mosa Lakitana dan memiliki nilai filosofis tersendiri. Mayoritas masyarakat suku Sabu yang berprofesi pelaut ulung membangun rumahnya menyerupai perahu yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan serta kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh atap yang berbentuk perahu terbalik, menandakan bahwa masyarakat daerah ini mengenal perahu dan lau sebagai alamnya. Hampir seluruh bagian rumah diberi nama dari bagian perahu seperti haluan, anjungan (duru), dan buritan (wui). Duru merupakan bagian yang diperuntukkan bagi kaum laki-laki, sedangkan Wui bagian yang diperuntukkan bagi kaum perempuan. Sementara di wilayah perkampungannya, rumah adat dari suku Sabu dibedakan menjadi dua. Kedua rumah tersebut adalah ''ammu kelaga'' atau rumah adat berpanggung, dan ''ammu laburai'' atau rumah adat berdinding tanah. Ammu kelaga sendiri merupakan bentuk bangunan rumah adat suku Sabu asli yang mempunyai lantai panggung difungsikan sebagai balai-balai dan disebut sebagai ''"kelaga"''. Bangunan ini mempunyai bentuk persegi panjang dengan atap yang lancip dan mirip dengan perahu terbalik. Tiangnya berbentuk bulat terbuat dari kayu pohon lontar, kayu enau, kayu hitam, atau kayu besi. Lantai panggungnya memiliki tiga tingkatan, yakni ''kelaga rai'' (panggung tanah), ''kelaga ae'' (panggung besar), dan ''kelaga dammu'' (panggung loteng) yang mencerminkan kepercayaan masyarakat suku Sabu adanya tingkatan dunia, yakni dunia bawah
== Referensi ==
|