Suku Bayan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 11:
== Sistem Kepercayaan Suku Bayan ==
Suku Bayan mengkonsep alam ke dalam tiga golongan yang saling bertentangan. Golongan pertama disebut dengan ''gumi beliq'' (makrokosmos/alam semesta), yang bersifat sakral, suci, keramat, dan memiliki kekuatan ataupun sifat baik. Golongan kedua disebut dengan ''gumi beriq'' (mikrokosmos/manusia), yang bersifat tidak keramat, profan (tidak suci), dan memiliki kekuatan ataupun sifat buruk. Golongan ketiga disebut dengan ''gumi baqiq'' (alam roh-roh halus), yang merupakan kombinasi dari sifat golongan pertama dan kedua.<ref name=":0" />
Konsep tentang ''gumi beliq, gumi beriq'', dan ''gumi baqiq'' tersebut merupakan suatu orientasi nilai-nilai luhur dalam kehidupan masyarakat Suku Bayan yang berhubungan dengan alam sekitar mereka. Hal tersebut diyakini dapat mengantisipasi sikap masyarakat dalam mengelola alam secara semena-mena. Untuk menyelaraskan kehidupan yang harmoni dengan alam sekitar dan menghormati para leluhur, maka Suku Bayan melaksanakan upacara ritual yang disebut dengan Upacara Bagawe Aliq. Upacara tersebut dilaksanakan setiap tahun pertama dalam rangkaian delapan tahun yang seluruhnya menjadi satu windu dan diselenggarakan di atas sebuah bukit yang terletak di tengah-tengah wilayah desa.<ref name=":0" />
Suku Bayan pernah menganut agama [[Islam]] yang disebut dengan ''Islam Wetu Telu''. Pada saat ini, kepercayaan tersebut semakin berkurang jumlahnya. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan mereka menjadi sasaran kegiatan-kegiatan dakwah yang terus meningkat dari kalangan Islam Waktu Lima yang telah berhasil mengkonversi banyak penganut ''Islam Wetu Telu''. ''Islam Wetu Telu'' adalah suatu sistem kepercayaan yang dianut oleh sekelompok [[Suku Sasak]] di beberapa desa yang berada di [[Pulau Lombok]]. ''Islam Wetu Telu'' dikembangkan oleh Nursada, putra bungsu dari Pangeran Sanga Pati yang menyebarkan ajaran agam Islam di [[Pulau Lombok]]. Sistem kepercayaan ini terkait dengan ajaran Islam murni, yang mereka sebut "Islam Waktu Lima". Pengikut ''Islam Wetu Telu'' percaya kepada [[Allah|Allah SWT]], [[Muhammad|Nabi Muhammad Saw]] sebagai utusan [[Allah|Allah SWT]], dan [[Al-Qur'an|Alquran]] sebagai kitab sucinya. Istilah ''Islam Wetu Telu'' itu sendiri tidak pernah dikenal pada masa awal perkembangan agama [[Islam]] di [[Pulau Lombok]]. Istilah tersebut dikenal sejak [[Belanda]] masuk ke pulau ini dan menajamkan istilah itu dengan "Waktu Lima" untuk memecah-belah sesuai dengan naluri para penjajah.<ref>{{Cite book|title=Islam Sasak: Wetu Telu Versus Waktu Lima|last=Budiwanti|first=Erni|publisher=LKIS|year=2000|isbn=|location=Yogyakarta|pages=2-6}}</ref>
Dalam pelaksanaannya, mereka melakukan berbagai upacara yang banyak menyimpang dari ajaran [[Islam]] yang murni. Mereka hanya melaksanakan empat dari lima [[Rukun Islam|rukun Islam]], yaitu: [[syahadat]], [[Salat|shalat]], [[zakat]], dan [[puasa]], sedangkan [[Haji|ibadah haji]] tidak mereka kenal. Orang yang wajib melaksanakan ajaran itu terbatas pada orang-orang yang disebut dengan ''lebe'' (kiai atau guru), sedangkan orang yang bukan ''lebe'' tidak perlu mengerjakan ibadah haji karena sudah diwakili oleh mereka.
|