Nahdlatul Ulama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 158.140.173.25 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Ardiansyah Bagus Suryanto
Tag: Pengembalian
Mahfudzz125 (bicara | kontrib)
Baris 39:
 
== Paham Keagamaan ==
NU menganut paham [[Ahlussunah waljama'ah]], merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya [[al-Qur'an]], [[sunnah]], tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti [[Abu al-Hasan al-Asy'ari]] dan [[Abu Mansur Al Maturidi]] dalam bidang [[teologi]]/ Tauhid/ketuhanan. Kemudian dalam bidang [[fiqih]] lebih cenderung mengikuti mazhab: Imam [[Syafi'i]] dan mengakui tiga madzhab yang lain: Imam [[Hanafi]], Imam [[Maliki]],dan Imam [[Hanbali]] sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang [[tasawuf]], mengembangkan metode [[Al-Ghazali]] dan [[Syeikh Juneid al-Bagdadi]], yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan [[syariat]].
 
Gagasan kembali kekhittahke khittah pada tahun [[1984]], merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
 
== Daftar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ==
Baris 49:
Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya.
 
Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBUPKB, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari<ref>Nalar Politik NU & Muhammadiyah, 2009</ref> memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU.
 
Berdasarkan lokasi dan karaktaristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau [[Jawa]], [[Kalimantan]], [[Sulawesi]] dan [[Sumatera]]. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesifitaskohesivitas yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus sunnahahlussunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
 
Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat ini di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap kepengurusan NU.
 
== Organisasi ==
Baris 71:
# Pengurus Wilayah (tingkat Provinsi), terdapat 33 Wilayah.
# Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri, terdapat 439 Cabang dan 15 Cabang Istimewa.
# Pengurus MajlisMajelis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan), terdapat 5.450 Majelis Wakil Cabang.
# Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan), terdapat 47.125 Ranting.
 
Baris 109:
Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan penanganan khusus. [http://www.nu.or.id/about/lajnah Berdasarkan perubahan AD/ART hasil Muktamar 33 NU di Jombang, Lajnah Nahdlatul Ulama]<ref>http://www.nu.or.id/about/lajnah</ref> digantikan dengan lembaga. Semula ada 3 (tiga) Lajnah yaitu:
# [[Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN-NU)]] menjadi Lembaga Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU)
# [[Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LF-NU)]] menjadi Lembaga FalakiyaFalakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU)
# [[Lajnah Pendidikan tinggi (LPT-NU)]] menjadi Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama (LPTNU)
 
Baris 137:
 
== NU dan Politik ==
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti [[pemilu 1955]]. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa [[Demokrasi Terpimpin]] NU dikenal sebagai partai yang mendukung [[Soekarno]], dan bergabung dalam NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis). Nasionalis diwakili Partai Nasional Indonesia (PNI), Agama Partai Nahdhatul Ulama dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
 
NU kemudian menggabungkan diri dengan [[Partai Persatuan Pembangunan]] pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa [[orde baru]]. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
 
Namun setelah [[reformasi 1998]], muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah [[Partai Kebangkitan Bangsa]] yang dideklarasikan oleh [[Abdurrahman Wahid]]. Pada [[pemilu 1999]] PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan [[Abdurrahman Wahid]] sebagai [[Presiden RI]]. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.