Suku Bayan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 6:
 
== Sistem Kekerabatan Suku Bayan ==
Sistem kekerabatan berdasarkan hubungan dari leluhur yang sama di dalam masyarakat Suku Bayan disebut dengan ''Kadang Waris'', yaitu: hubungan keturunan dari pihak kerabat tunggal leluhur asal laki-laki (patrilineal). Ikatan kekerabatan ini diperoleh berdasarkan genealogis dari suatu perkawinan. Mereka yang telah berkeluarka biasanya tinggal bersama di tempat kediaman keluarga laki-laki dalam suatu pekarangan (''keluarga segubuk'' atau keluarga luas), namun masing-masing terpecah dalam keluarga-keluarga intinya yang berdekatan satu sama lain.
 
Pada sistem perkawinan masyarakat Suku Bayan dikenal dengan nama ''kawin perodongan'' (perjodohan), yaitu perkawinan antara laki-laki dengan perempuan yang masih merupakan kerabat dekat atas kemauan kedua orang tua tanpa sepengetahuan kedua mempelai; ''kawin lamar'', yaitu perkawinan antara laki-laki dengan perempuan yang masih merupakan kerabat dekat atas dasar suka sama suka, baik karena kemauan kedua orang tua maupun dari orang tua pihak laki-laki saja; ''kawin marariq'', yaitu perkawinan antara laki-laki dan perempuan atas dasar suka sama suka, tetapi tidak mendapatkan persetujuan dari orang tua; serta ''bero'', yaitu perkawinan ''incest (sumbang'') yang ditabukan secara adat, yaitu perkawinan anak dengan sepupu derajat pertama dan perkawinan antara seorang laki-laki dengan kemenakannya sendiri. Bentuk perkawinan yang ideal dalam Suku Bayan adalah ''paternal pararel cousin'' (perkawinan dengan saudara misan) karena dianggap dapat memelihara kemurnian darah keturunan, menambah ikatan kekerabatan, serta dapat mempertahankan keutuhan warisan.<ref>{{Cite book|title=Begawe Alip: Suatu Upacara Perbaikan Makam Leluhur Pada Komunitas Petani Suku Sasak di Desa Bayan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat|last=Arsana|first=Ida Bagus Anom|publisher=FS-Unud|year=1993|isbn=|location=Denpasar|pages=80-82}}</ref>
 
== Sistem Kepercayaan Suku Bayan ==
Suku Bayan mengkonsep alam ke dalam tiga golongan yang saling bertentangan. Golongan pertama disebut dengan ''gumi beliq'' (makrokosmos/alam semesta), yang bersifat sakral, suci, keramat, dan memiliki kekuatan ataupun sifat baik. Golongan kedua disebut dengan ''gumi beriq'' (mikrokosmos/manusia), yang bersifat tidak keramat, profan (tidak suci), dan memiliki kekuatan ataupun sifat buruk. Golongan ketiga disebut dengan ''gumi baqiq'' (alam roh-roh halus), yang merupakan kombinasi dari sifat golongan pertama dan kedua.<ref name=":0" />
 
Konsep tentang ''gumi beliq, gumi beriq'', dan ''gumi baqiq'' tersebut merupakan suatu orientasi nilai-nilai luhur dalam kehidupan masyarakat Suku Bayan yang berhubungan dengan alam sekitar mereka. Hal tersebut diyakini dapat mengantisipasi sikap masyarakat dalam mengelola alam secara semena-mena. Untuk menyelaraskan kehidupan yang harmoni dengan alam sekitar dan menghormati para leluhur, maka Suku Bayan melaksanakan upacara ritual yang disebut dengan Upacara Bagawe Aliq. Upacara tersebut dilaksanakan setiap tahun pertama dalam rangkaian delapan tahun yang seluruhnya menjadi satu windu dan diselenggarakan di atas sebuah bukit yang terletak di tengah-tengah wilayah desa.<ref name=":0" />
Baris 17:
Suku Bayan pernah menganut agama [[Islam]] yang disebut dengan ''Islam Wetu Telu''. Pada saat ini, kepercayaan tersebut semakin berkurang jumlahnya. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan mereka menjadi sasaran kegiatan-kegiatan dakwah yang terus meningkat dari kalangan Islam Waktu Lima yang telah berhasil mengkonversi banyak penganut ''Islam Wetu Telu''. ''Islam Wetu Telu'' adalah suatu sistem kepercayaan yang dianut oleh sekelompok [[Suku Sasak]] di beberapa desa yang berada di [[Pulau Lombok]]. ''Islam Wetu Telu'' dikembangkan oleh Nursada, putra bungsu dari Pangeran Sanga Pati yang menyebarkan ajaran agam Islam di [[Pulau Lombok]]. Sistem kepercayaan ini terkait dengan ajaran Islam murni, yang mereka sebut "Islam Waktu Lima". Pengikut ''Islam Wetu Telu'' percaya kepada [[Allah|Allah SWT]], [[Muhammad|Nabi Muhammad Saw]] sebagai utusan [[Allah|Allah SWT]], dan [[Al-Qur'an|Alquran]] sebagai kitab sucinya. Istilah ''Islam Wetu Telu'' itu sendiri tidak pernah dikenal pada masa awal perkembangan agama [[Islam]] di [[Pulau Lombok]]. Istilah tersebut dikenal sejak [[Belanda]] masuk ke pulau ini dan menajamkan istilah itu dengan "Waktu Lima" untuk memecah-belah sesuai dengan naluri para penjajah.<ref>{{Cite book|title=Islam Sasak: Wetu Telu Versus Waktu Lima|last=Budiwanti|first=Erni|publisher=LKIS|year=2000|isbn=|location=Yogyakarta|pages=2-6}}</ref>
 
Dalam pelaksanaannya, mereka melakukan berbagai upacara yang banyak menyimpang dari ajaran [[Islam]] yang murni. Mereka hanya melaksanakan empat dari lima [[Rukun Islam|rukun Islam]], yaitu: [[syahadat]], [[Salat|shalat]], [[zakat]], dan [[puasa]], sedangkan [[Haji|ibadah haji]] tidak mereka kenal. Orang yang wajib melaksanakan ajaran itu terbatas pada orang-orang yang disebut dengan ''lebe'' (kiai atau guru), sedangkan orang yang bukan ''lebe'' tidak perlu mengerjakan ibadah haji karena sudah diwakili oleh mereka.
 
== Organisasi Sosial ==
Masyarakat Bayan memiliki struktur pemerintahan desa yang tidak jauh berbeda dengan pemerintah desa lainnya. Organisasi pemerintahan desa meliputi: pemerintahan umum, bidang agama, adat-istiadat, dan bidang sosial-ekonomi. Sistem kepemimpinan masyarakat Bayan terbagi menjadi dua bagian, yaitu: sistem kepemimpinan desa dinas dan sistem kepemimpinan desa adat. Desa dinas secara vertikal terjalin secara struktural ke kecamatan, sedangkan desa adat yang secara otonom memiliki kepengurusan dan kepemimpinan yang bertanggung jawab ke dalam masyarakat harus disesuaikan sesuai dengan adat yang berlaku. Selain dipimpin oleh seorang kepala desa, masyarakat Bayan juga dipimpin oleh penghulu yang bertugas mengurus dan melaksanakan adat-istiadat yang berhubungan dengan upacara-upacara keagamaan.<ref name=":0">{{Cite book|title=Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia (Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur)|last=Soeriadiredja|first=Purwadi|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|year=2015|isbn=|location=Jakarta|pages=26-27}}</ref>
 
Pada masa lalu, kepala desa disebut dengan ''pemusungan'' dan warga masyarakat desa dipanggil dengan sebutan ''kanoman''. Di dalam masyarakat Suku Bayan ada juga yang disebut dengan ''klian'' atau ''keliang'' (kepala dusun) yang bertugas membantu kepala desa untuk menyelesaikan masalah-masalah kehidupan warga masyarakatnya. ''Klian'' atau ''keliang'' itu juga berfungsi sebagai ''pemangku''. ''Pemangku'' adat ini bertugas sebagai perantara yang berhubugan dengan dunia gaib dan makhluk-makhluk halus yang menjaga tempat-tempat tertentu. Selain itu, ''pemangku'' juga bertugas membantu mengobati warga masyarakat yang mendapatkan gangguan dari ''anta boga tau selaq'' (makhluk halus yang jahat) yang menyebabkan munculnya berbagai macam penyakit.<ref name=":0" /> Dalam melaksanakan tugasnya, ''keliang'' dibantu oleh ''jerowarah'' (juru arah) yang mewakilinya apabila dirinya sedang berhalangan.
 
Dahulu, lembaga masyarakat pedesaan di Bayan dikenal dengan sebutan ''Krama Desa'', yang merupakan lembaga pembuat keputusan bersangkutan dengan semua aspek pembangunan serta tata hukum yang berlaku dan tata kesusilaan di tingkat desa, sedangkan di tingkat kampung lembaga ini disebut ''Krama Gubuk'', namun berdasarkan Keputusan Mendagri No. 27 tahun 1984 namanya kemudian diubah menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa.<ref>{{Cite book|title=Begawe Alip: Suatu Upacara Perbaikan Makam Leluhur Pada Komunitas Petani Suku Sasak di Desa Bayan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat|last=Arsana|first=Ida Bagus Anom|publisher=FS-Unud|year=1993|isbn=|location=Denpasar|pages=65-75}}</ref>
Baris 28:
== Lihat Pula ==
 
* [[Suku Sasak]].
* [[Pulau Lombok]].
* [[Nusa Tenggara Barat|Nusa Tenggara Barat.]]
 
== Referensi ==
<references /><br />
 
[[Kategori:Suku bangsa di Indonesia]]