Suku Lauje: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 33:
Komunitas Suku Lauje terkenal hidup dari alam oleh karena itu mereka sangat menghormati alam. Rasa cinta mereka terhadap alam salah satunya bisa dilihat dari Tradisi Moganoi yang masih berlangsung, seperti di Desa Bambasiang, Kecamatan Palasa<ref name=":3">{{Cite journal|last=Rosita|first=|last2=Rachman|first2=Imran|last3=Alam|first3=Andi Sahri|date=Maret 2017|title=Kearifan Masyarakat Lokal Suku Lauje Dalam Pengelolaan Hutan di Desa Bambasiang Kecamatan Palasa Kabupaten Parigi Moutong|url=|journal=WARTA RIMBA ISSN: 2579-6267|volume=Volume 5, Nomor 1 Hal: 80-86|issue=|doi=|pmid=|access-date=}}</ref>.
 
Moganoi merupakan tradisi memberikan sesajen dalam rangka meminta restu kepada penguasa gaib yang dipercaya hidup dan menguasai lingkungan tersebut. Biasanya dilakukan sebelum mereka membuka hutan. Didampingi olongian (pemimpin adat) warga yang hendak membuka lahan di hutan terlebih dahulu mempersiapkan isi sesajen.
 
Sesajen harus berupa buah pinang (mandulang), kapur (tilong), daun sirih tembako (taba’o), uang logam (do’i mo’oat). harusSetelah disiapkan terlebih dahulu yangsiap, lalu harussesajen diletakkan di atas kain putih, ditata sedemikan rupa hinggasehingga terlihat rapih. Selanjutnya dibiarkanditinggalkan saja selama dua malam.
 
Setelah didiamkan, orang yang hendak membuka hutan harus mengecek kembali sesajen itu. Jika tidak rapi lagi berarti tanda bahwa yang bersangkutan tidak diperbolehkan membuka lahan. Namun jika sebaliknya, tetap rapih, maka orang tersebut boleh membuka hutan (menebang phonpohon) untuk ditanami.
 
<br />