Nyalin: Perbedaan antara revisi

Pelaku yang terlibat dalam pra-kegiatan dan berlangsungnya kegiatan adalah ''wali puhun'' dan ''panyawah''.<ref name=":1" /> ''Wali Puhun'' disebut juga ''juru ijab'', yaitu seseorang yang dipercaya memimpin semua kegiatan dari aᴡal sampai akhir dan bisa menjadi perantara antara dunia nyata dan dunia gaib.<ref name=":1" /> ''Panyawah'' adalah petani yang sawahnya terpilih oleh sesepuh untuk melaksanakan tradisi nyalin.<ref name=":1" /> Pelaku kegiatan tradisi nyalin yang terlibat hanya dalam pra-kegiatan saja adalah sesepuh, ''juru kukumpul'', aparat desa, dan masyarakat.<ref name=":1" /> Sesepuh adalah orang yang dituakan karena dianggap memiliki pengalaman hidup yang luar biasa terutama dalam urusan budaya.<ref name=":1" /> ''Juru kukumpul'' adalah seseorang yang bertugas mengumpulkan segala keperluan tradisi nyalin dengan bantuan masyarakat.<ref name=":1" />

Secara umum urutan kegiatan upacara nyalin terdiri dari ''tatahar, ngukusan, sanduk-sanduk, mitembeyan mipit paré,'' dan ''ngaarwahan''.<ref name=":1" />

Dalam kegiatan ''tatahar'' terdapat sub kegiatannya yaitu ''gempungan, kukumpul, majang,'' dan ''riungan''.<ref name=":1" /> ''Tatahar'' adalah persiapan sebelum tradisi nyalin dimulai.<ref name=":1" /> Kegiatan pertama adalah ''gempungan'', yaitu musyawarah yang dilakukan sesepuh, ''wali puhun'', dan petani yang sawahnya terpilih untuk melaksanakan tradisi nyalin.<ref name=":1" /> ''Kukumpul'' adalah kegiatan mengumpulkan semua keperluan tradisi nyalin yang dilakukan oleh ''juru kukumpul''.<ref name=":1" /> ''Majang'' adalah kegiatan mempersiapkan dan membuat saung sanggar dan memasang semua barang-barang yang dibutuhkan sehari sebelum tradisi nyalin dilaksanakan.<ref name=":1" /> Selain itu juga menentukan lokasi padi yang akan dipanén terlebih dahulu dalam prosesi upacara.<ref name=":1" /> ''Riungan'' atau kendurian adalah kegiatan berdoa yang dilakukan bersama-sama di rumah petani yang sawahnya terpilih.<ref name=":1" /> Kegiatan ini dihadiri oleh masyarakat sekitar dan pelaksana upacara besok harinya.<ref name=":1" /> Kegiatan ini dilaksanakan malam hari sekitar pukul 19.00 WIB.<ref name=":1" />

Setelah semua kegiatan ''tatahar'' dilaksanakan, dilanjutkan dengan acara nyalin yang harus dilaksanakan tepat pukul 07.00 WIB.<ref name=":1" /> Kegiatan pertama nyalin di sawah adalah ''ngukusan''.<ref name=":1" /> ''Ngukusan'' adalah kegiatan membakar ''empos'' sebagai tanda akan dimulainya nyalin.<ref name=":1" />

''Sanduk-sanduk'' adalah kegiatan mendatangkan Nyi Pohaci Sanghyang berikut dengan meminta ijin kepada Tuhan dan mahluk lain yang berkaitan dengan Nyi Pohaci.<ref name=":1" />

''Mitembeyan mipit paré'' adalah kegiatan menuai padi dengan ''etem''.<ref name=":1" /> Padi yang dipotong hanya sedikit dan harus yang sedang kawin (merunduknya berhadap-hadapan). <ref name=":1" />Nantinya padi tersebut akan dijadikan ''indung pare'' atau benih untuk menanam padi selanjutnya.<ref name=":1" />

Kegiatan terahir adalah ''ngaarwahan'', yaitu membuka bekal (''timbel sapuratina'') yang dibawa oleh petani.<ref name=":1" /> Sebelum memakan perbekalan atau sarapan semua pelaku panén padi, terlebih dahulu berdoa kepada keluarga petani yang sudah meninggal,.<ref name=":1" /> ''karuhunKaruhun'' lembur dan wilayah lain yang dianggap berperan penting dalam upacara nyalin.<ref name=":1" />