Demokrasi di Jerman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 28:
== Otoritarianisme Nazi ==
[[Berkas:Bundesarchiv Bild 102-14439, Rede Adolf Hitlers zum Ermächtigungsgesetz.jpg|jmpl|[[Adolf Hitler]] berpidato di [[Reichstag]] saat [[Partai Nazi]] masih berkuasa]]
Ditengah keputusasaan rakyat [[Jerman]] dan tingkat ketidakpercayaan yang semakin tinggi terhadap pemerintah, partai-partai politik saling berebut untuk berkuasa di [[Reichstag]] ([[Parlemen Jerman]]), salah satu partai politik yang mampu merebut simpati masyarakat Jerman saat itu adalah [[Partai Nazi|Nationalsozialistische Deutsche Arbeiter Partei]] (NSDAP) atau biasanya disebut [[Partai Nazi]] saja. Sejak Partai Nazi berdiri pada 1919 dan partai ini masih dipimpin oleh [[Anton Drexler]], mereka hanya memiliki 12 kursi di Reichstag pada 1928. Elektabilitas Partai Nazi baru meningkat, ketika estafet kepemimpinan diambil alih oleh [[Adolf Hitler]],. jumlahJumlah kursi Reichstag yang berhasil diperoleh Partai Nazi dibawah pimpinan Hitler pada 1930 adalah 107 kursi, kemudian jumlah ini berlipat menjadi 230 pada Juli 1932.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref>
 
Kekuatan Partai Nazi yang semakin besar di Reichstag semakin menekan kekuatan partai-partai [[demokrat]] di [[Reichstag]], mendirikan sebuah pemerintahan demokratis yang stabil semakin tidak memungkinkan bahkan dengan koalisi partai sekalipun, karena kekuatan Partai Nazi semakin tidak bisa dikalahkan di Reichstag saat itu. Selain itu, Presiden [[Paul von Hindenburg]] akhirnya menunjuk [[Adolf Hitler]] sebagai [[Kanselir Jerman]] pada Januari 1933. Dengan berkuasanya Partai Nazi di Reichstag dan naiknya Adolf Hitler sebagai kanselir, demokrasi di Jerman masih seumur jagung itupun semakin terancam.<ref>Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, diterjemahkan dari judul asli Introduction to Political Science, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 418</ref>