Walima: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 9:
Tradisi walima diawali dengan dikili, yaitu melantunkan zikir sepanjang malam hingga pagi hari di setiap masjid yang biasanya disertai dengan kisah Nabi Muhammad yang diceritakan dalam [[bahasa Gorontalo]].<ref>[https://humas.gorontaloprov.go.id/tradisi-walima-daya-tarik-wisata-religi-desa-bongo/ Humas Provinsi Gorontalo: Tradisi Walima Daya Tarik Wisata Religi Desa Bongo]. 25 November 2018. Diakses 13 Maret 2019.</ref> Di luar kegiatan di masjid, pada umumnya warga mengawalinya dengan menyiapkan kue-kue tradisional, seperti kolombengi, curuti, buludeli, wapili, dan pisangi yang disusun sedemikian rupa dan diarak dari rumah menuju masjid terdekat. Kue-kue yang disusun ini sebelumnya dikemas dalam plastik, ditata, dan dihias sedemikian rupa sebelum diarak, baik dengan berjalan kaki bersama atau dengan menggunakan kendaraan seperti mobil, yang mampu menarik perhatian ribuan warga yang memadati tepi jalan. Setiap perayaan ini, ratusan warga juga sudah ada yang berkumpul dan menunggu di masjid tempat walima menjadi tujuan akhir. Mereka sudah siap untuk berebutan kue walima yang disediakan dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
 
Sesampainya arak-arakan di masjid, warga masyarakat terlebih dahulu memanjatkan doa maulid atas kegiatan dan rasa syukur atas apa yang telah diberikan. Setelah doa maulid di masjid selesai, ribuan kue-kue tersebut direbut atau dibagi-bagikan kepada warga untuk dibawa pulang ke rumah, karena hal tersebut menurut mereka hal tersebut membawa sebuah keberkahan ketika mendapatkanmemperoleh makanan yang sudah didoakan. Menurut warga setempat, nenek moyang mereka mengatakan bahwa makan kue walima yang sudah dibawa ke masjid dan didoakan itu di dalamnya sudah terdapat berkah tersendiri, yaitu rezeki dan kesehatan yang akan berlimpah setelah mengkonsumsi kue walima.
 
Selain walima ada juga yang disebut dengan toyopo, yaitu anyaman daun kelapa muda yang diisi dengan nasi kuning, kue, dan telur rebus, yang juga menjadi sajian wajib dalam tradisi ini. Warga secara sukarela membuat kue dan toyopo untuk diantar ke masjid. Bedanya dengan walima, toyopo hanya diberikan kepada warga yang ikut serta berzikir di masjid sementara kue walima dapat dibagi-bagikan kepada siapa saja.<ref>[https://www.liputan6.com/regional/read/3181655/maulid-nabi-warga-gorontalo-bersemangat-gelar-tradisi-walima Liputan 6: Maulid Nabi, Warga Gorontalo Bersemangat Gelar Tradisi Walima]. 1 Desember 2017. Diakses 13 Maret 2019.</ref>
 
Karena itu, walima juga menjadi salah satu daya tarik wisata religi di provinsi Gorontalo. Pemerintah provinsi juga mulai memfasilitasi kegiatan ini mulai dari awal hingga akhir penyelenggaraannya meskipun belum seluruh daerah. Penyelenggaraan juga tidak melulu hanya sekedar arak-arakan, di halaman masjid terkadang disajikan pertunjukan seni lain seperti tari-tarian khas daerah sebelum arak-arakan tiba di masjid yang dituju. pelaksanaan Festival Walima sudah masuk dalam kegiatan tahunan dari pemerintah daerah [[Kabupaten Gorontalo]]. Salah satu desa yang memiliki perayaan walima yang khas adalah desa Bubohu. Di desa tersebut, Walima merupakan hasil kerja sama antara masyarakat, yayasan pengelola terpilih, dan pemerintah daerah Kabupaten Gorontalo. Di Bubohu ada keunikan dalam kegiatan perayaan walima nya, yaitu seluruh rumah-rumah di desa Bubohu melaksanakan ''open house''. Pengunjung dari luar Gorontalo bisa datang ke rumah penduduk sekitar dan nantinya akan dijamu oleh penduduk usai pembacaan doa yang digelar di masjid At Taqwa di Desa Bubohu, Bongo.<ref>[https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/travelling/16/01/03/o0dr9v384-ribuan-warga-padati-festival-walima-gorontalo Republika: Ribuan Warga Padati Festival Walima Gorontalo]. 3 Januari 2016. Diakses 13 Maret 2019.</ref>