Madraisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 23:
* ''Hirup Kudu Silih Tulungan'' (hidup harus saling tolong menolong).
 
== Ajaran ==
Pandangannya memperoleh wujud yang semakin jelas lewat ajaran pemikiran yang disebut dengan ''Pikukuh Tilu'' yang masih diterapkan dan masih dijalankan oleh para penghayat ADS di Cigugur. ‘Pikukuh’ yang berarti peneguh dan ‘Tilu’ yang berarti tiga. Tiga peneguh sebagai landasan hidup untuk mencapai kesempurnaan hidup. Isi pikukuh tilu tersebut ialah ‘ngaji badan’, ‘tuhu mituhu kana tanah’, dan ‘madep ka ratu-raja 3-2-4-5 lilima 6’. ‘Ngaji badan’ berarti kita harus menyadari tentang adanya sifat-sifat lain yang ada disekitar kita. ‘Tuhu kana Tanah’ adalah tuhu atau bersikukuh kepada kebangsaan, jadi yang dimaksud dengan ‘kuhu kana tanah’ adalalah agar kita selaku manusia yang telah diciptakan menjadi anggota suatu bangsa harus mencintai bangsanya dengan cara melestarikan cara ciri bangsa sendiri.
 
=== Konsep ketuhanan ===
Dalam keyakinan ADS, posisi Tuhan berada di posisi yang tertinggi, tempat yang berada di atas segala-galanya. Tuhan begitu sempurna karena sifat-Nya. Tuhan tidak berada di sisi yang jauh, tapi selalu dekat. Bahkan, tidak dapat dipisahkan dari ciptaan-Nya, terutama dari manusia yang merupakan makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna. Para penghayat ADS menyebut Tuhan dengan sebutan Gusti Sikang Sawiji-Wiji. Wiji artinya adalah inti, yaitu inti dari kelangsungan kehidupan di dunia. Sebagai inti dari segala kehidupan, eksistensi Tuhan dapat ditransformasikan menjadi daya atau energi yang sifatnya konkrit. Dalam hal ini, Tuhan melekat pada setiap ciptaan-Nya atau dengan kata lain inheren pada setiap entitas yang ada. Tuhan adalah penyebab eksistensi manusia di muka bumi karena itu keberadaan manusia tergantung sepenuhnya pada eksistensi Tuhan. Adanya manusia merupakan bukti yang paling riil dari adanya Tuhan. Pemahaman Agama Jawa Sunda tentang Tuhan bisa pula ditelisik melalui ungkapan Tri Panca Tunggal. Penganut ADS meyakini bahwa manusia dan Tuhan adalah manunggal. Arti kata manunggal adalah menyatu, karena dalam pandangan ageman ini tidak ada keterpisahan antara Tuhan sebagai Pencipta dan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Dengan kata lain, penyatuan itu telah lengkap karena adanya kemanunggalan yang sempurna antara Tuhan yang transenden dan Tuhan yang imanen.
 
=== Pikukuh tilu ===
Pandangannya memperoleh wujud yang semakin jelas lewat ajaran pemikiran yang disebut dengan ''Pikukuh Tilu'' yang masih diterapkan dan masih dijalankan oleh para penghayat ADS di Cigugur. Pikukuh Tilu berasal dari kata “pikukuh” dan “tilu”. Pikukuh artinya adalah peneguh. Kata ini berasal dari kata kerja kukuh yang diberi awalan pi, dimana kukuh berarti pasti, tetap, teguh dan konsisten, sementara awalan pi mempunyai fungsi untuk membentuk kata kerja menjadi kata benda. Kata tilu sendiri adalah tingkatan bilangan yang dalam bahasa Indonesia berarti tiga. Jadi pikukuh tilu artinya adalah “tiga peneguh yang menjadi landasan hidup manusia untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia”. Tiga peneguh ini adalah pedoman yang berupa tiga ketentuan yang harus selalu dipegang dan dilakukan secara konsisten dalam kehidupan. Terkait hal ini, Djatikusumah yang merupakan cucu pendiri dan pemimpin Agama Djawa Sunda kontemporer, menjelaskan konsep Pikukuh Tilu dengan mencacahnya menjadi urutan huruf yang masing-masing hurufnya memiliki makna unik dan khas.
 
Pandangannya memperoleh wujud yang semakin jelas lewat ajaran pemikiran yang disebut dengan ''Pikukuh Tilu'' yang masih diterapkan dan masih dijalankan oleh para penghayat ADS di Cigugur. ‘Pikukuh’ yang berarti peneguh dan ‘Tilu’ yang berarti tiga. Tiga peneguh sebagai landasan hidup untuk mencapai kesempurnaan hidup. Isi pikukuh tilu tersebut ialah ‘ngaji badan’, ‘tuhu mituhu kana tanah’, dan ‘madep ka ratu-raja 3-2-4-5 lilima 6’. ‘Ngaji badan’ berarti kita harus menyadari tentang adanya sifat-sifat lain yang ada disekitar kita. ‘Tuhu kana Tanah’ adalah tuhu atau bersikukuh kepada kebangsaan, jadi yang dimaksud dengan ‘kuhu kana tanah’ adalalah agar kita selaku manusia yang telah diciptakan menjadi anggota suatu bangsa harus mencintai bangsanya dengan cara melestarikan cara ciri bangsa sendiri.
 
‘Madep ka ratu raja 3-2-4-5 lilima 6’, madep berati mengarah kepada tujuan ratanya diatas 3, 2, 4, 5, lilima enam yang mengandung arti sebagai berikut.
Baris 33 ⟶ 41:
* Ratu-raja lilima: sifat dari fungsi indera artinya walaupun dalam sifat panca indera kita sama, tetapi sifat-sifat bangsa yang satu dengan yang lain berbeda cara-cirinya;
* Ratu-Raja 6: tunggal wujud manusia seutuhnya. Wujud kita adalah manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang diberi tugas untuk mewujudkan kedamaian di alam lahir sesuai dengan sifat dan kodrat yang diberikan kepada manusia yaitu peri kemanusiaan.
 
=== Hukum ===
 
==== Sunat ====
Para pengikut ADS tidak diperkenankan oleh pemimpinnya untuk melakukan sunat. Menurut Aqiqah dalam kesimpulan penelitiannya, khitan (sunat) dalam kepercayaan Madrais adalah sama halnya dengan menghilangkan sebagian anggota tubuh manusia. Tindakan itu sama sekali tidak dianjurkan dalam kepercayaan Madrais karena Tuhan telah menciptakan manusia dengan sangat sempurna, tidak perlu lagi ada yang dikurangi ataupun ditambahkan. Jika manusia melakukan praktek sunat, yang berarti tidak menjaga kesempurnaan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Dengan demikian, orang yang melakukan sunat dianggap sebagai orang yang tidak dapat bersyukur dan juga sangat kufur. Para penghayat Agama Djawa Sunda (ADS) meyakini bahwa Gusti Kang Sawiji-Wiji atau Tuhan Yang Maha Esa telah menciptakan seluruh alam beserta isinya itu dengan sangat lengkap dan sempurna. Manusia, sebagai salah satu ciptaan-Nya, diharuskan untuk menjaga apa yang telah diciptakan oleh Penguasa Alam ini.<ref>Siti Umi Aqiqah, “''Praktik-Praktik Diskriminasi terhadap Penghayat Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (Studi Kasus Sunat pada Kepercayaan Madrais''”, Skripsi tidak diterbitkan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), hlm. 53.</ref>
 
'''Pernikahan'''
 
Dalam adat dan tradisi ADS, pernikahan itu bertumpu pada apa yang disebut sebagai awal tunggal akhir jadi sawiji (awalnya satu, akhirnya jadi menyatu). Artinya, setiap manusia itu pada mulanya tunggal (satu atau sendiri) sebagai hamba Tuhan dan tunggal hirup (hidup sendiri) tetapi kemudian pada akhirnya ia akan menyatu dengan pasangannya masing-masing dalam kehidupan melalui suatu hukum dan hubungan batin yang terjalin.135 Dalam ajaran ADS, pernikahan itu bukanlah semata-mata untuk menunaikan ibadah dan rasa cinta kepada Tuhan semata, namun juga jalan untuk memelihara keturunan manusia, menjaga keadaan alam semesta dan jalan untuk meraih kesempurnaan hidup. Calon pengantin diharuskan meminta persetujuan kepada kedua orang tuanya masing-masing. Ketika sudah disetujui, maka mereka akan diwajibkan menjalani tradisi masar, yaitu masa saling mengenal yang sekurang-kurangnya adalah 100 hari. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar kedua calon pasangan yang akan menikah itu jimah, tidak lagi berubah pikiran. Para penghayat kepercayaan ADS, tidak diperkenankan untuk mengikat janji suci perkawinan di depan seorang penghulu yang resmi ditunjuk pemerintah karena pemimpin upacara pernikahannya adalah penggawa khusus yang telah ditentukan oleh pimpinan ADS. Pernikahan yang telah terbina itu biasanya bersifat langgeng karena dalam ADS tidak ada kata berpisah.
 
==== Kematian ====
Untuk menghadapi kematian biasanya pengikut Madrais yang menghadapi sakarotul maut oleh kawan-kawannya ditunggu sambil dikatakan: ''wajon lawan'', artinya ayo lawan, dan bila ia meninggal mereka berkata: ''Hih Bet olehan'' sama artinya dengan Lo, tukang kalah. Setiap warga pengikut Agama Djawa Sunda (ADS) yang meninggal dunia, jenazahnya dibungkus dengan kain hitam, dimasukkan ke dalam peti mati kayu jati. Setelah dimasukkan ke dalam liang kubur, tempat peristirahatan jenazah itu ditaburi dengan arang, kapur dan beras di sekitar peti mati.141 Posisi orang yang meninggal itu diatur dengan sedemikian rupa, dimana posisi kaki dan tangannya harus agak terlipat (mentongkrong), dan sebisanya makam dari jenazah itu tidak berada satu tempat dengan pemakaman umat beragama lain, termasuk dengan makam orang Islam.<ref>S, Suwarno Imam. 2005. ''Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa''. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada</ref>
 
== Istilah-istilah keagamaan ==
Baris 40 ⟶ 60:
* Wajib menyembah kepada guru, ratu (pemerintah) dan kedua orang tua. Memelihara tanah dengan bercocok tanam dengan baik dan mengenai penghidupan, istilah menyembah tanah, mengkiblat ka ratu (artinya mentaati pemerintah)
* Dilarang menentang adat desa, sedangkan agama Islam disebut agama yang baik untuk orang Arab.
* Perkawinan, kematian dan sebagainya mempunyai cara sendiri di luar cara yang biasa dilakukan oleh umat Islam, dasar perkawinan suka-sama suka, pengikut Madrais dilarang kawin di penghulu. Untuk urusan cerai tidak ada, namun bila satu pasangan sudah tidak cocok satu sama lain mereka boleh berpisah begitu saja. Laki-laki kaum ADS dilarang untuk bersunat dan tidak boleh solat secara Islam, Soal warisan diatur berdasarkan hukum adat. Untuk menghadapi kematian biasanya pengikut Madrais yang menghadapi sakarotul maut oleh kawan-kawannya ditunggu sambil dikatakan: ''wajon lawan'', artinya ayo lawan, dan bila ia meninggal mereka berkata: ''Hih Bet olehan'' = Lo, tukang kalah, prosesi pemakaman mereka dimasukkan dalam peti kaki dan tangan agak dilipat (mentongkrong), biasanya mayat akan dikuburkan terpisah dari kuburan kaum muslim.
* Pikukuh tilu merupakan ajaran kuno suku sunda, istilah ini merupakan frase berbahasa sunda di lihat dari segi bahasa pikukuh tilu berasal dari dua kata, pikukuh dan tilu, pikukuh berarti yang bermakna suatu hal yang harus dipegang teguh karena sudah menjadi satu kepastian. Sedangkan kata tilu merupakan kata bilangan yang dalam bahasa Indonesia berarti tiga, jadi secara sederhana pikukuh tilu, bisa diartikan tiga hal yang harus senantiasa dipegang dalam kehidupan.