Mintobasuki, Gabus, Pati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 34:
Rata rata penduduk Mintobasuki bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Padi merupakan pertanian utama di daerah ini. selain itu, Jagung dan kacang-kacangan juga merupakan hasil pertanian penduduk di desa ini meskipun hanya sebatas sebagai tanaman sela atau tanaman ganti sementara padi. Tanah pertanian sawah di desa ini merupakan lahan kering dan minim saluran irigasi pada musim kemarau sehingga menggantungkan air dari air hujan (sawah '''''tadah hujan''''') dan dari air sungai Silugonggo dan tembusannya. Air dari sungai dipompa dengan menggunakan mesin pompa air untuk mengairi sawah pertanian warga. Beberapa warga juga mulai beralih ke pertanian tebu. Hal tersebut bisa dilihat dengan bertambahnya lahan garapan tebu di desa tersebut meskipun kurang begitu masif. Minimnya pengairan merupakan alasan utama mereka untuk mengganti jenis tanamannya dari padi dan kacana-kacangan ke jenis tebu. Beberapa warga dea Mintobasuki merupakan masyarakat nelayan meskipun tingkat progresivitasnya semakin menurun. Warga merupakan nelayan kali dan nelayan laut. Warga di daerah sungai Silugonggo pada zaman dahulu sering melaut dari Juwana untuk mencari ikan di laut Jawa meskipun jarak desa ini dengan pantai lumayan jauh. Sekarang hasil tangkapan ikan mereka kurang dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga profesi ini sudah mulai ditinggalkan saat ini.
 
Warga Pati daerah selatan merupakan warga yang identik dengan budaya merantau meskipun tradisi asli warga pati adalah pertanian dan perikanan ('''''Bumi Mina Tani'''''). Hal itu juga terjadi di desa Mintobasuki, warga desa ini mayoritas penduduknya merupakan perantauan. Motif ekonomi merupakan dasar mereka dalam merantau yang pada akhirnya menjadi budaya di daerah ini. Pemuda desa yang sudah tidak sekolah, sudah hampir dapat dipastikan tidak ada di desa dikarenakan merantau ke luar daerah. Beberapa warga desa ini sudah menetap di daerah SumateraSumatra (khususnya di Jambi dan SumateraSumatra Selatan). Warga desa merantau ke SumateraSumatra bekerja sebagai tukang sadap karet (warga disitu menyebutnya "'''''motong'''''"). Kegiatan ini dilakukan warga turun temurun sehingga pelak warga di desa ini khususnya dan warga Pati pada umumnya terkenal ahli dalam menyadap pohon karet. Selain menyadap karet, warga merantau sebagai petani sawit. Profesi ini merupakan peralihan dari profesi menyadap karet dikarenakan harga karet yang kian merosot tajam. Selain merantau ke SumateraSumatra, warga di desa Mintobasuki juga banyak yang merantau ke Jakarta, kalimantan, dan Papua. Bahkan, beberapa warga desa merantau ke Malaysia, Korea, dan Taiwan.
 
Ada hal yang menarik terhadap desa Mintobasuki selain hal terkait beberapa masyarakatnya yang dahulu sering melaut yaitu desa ini terkenal dengan "Banjirnya". Banjir merupakan agenda rutin tahunan yang sering terjadi. Letak teritorial desa ini yang dilewati Sungai Silugonggo yang menjadikannya menjadi langganan banjir. Sungai ini pada musim penghujan dengan intensitas tinggi sering tidak dapat menampung air, terlebih air bukan hanya berasal dari Pati tetapi juga merupakan air kiriman sungai dari Kudus dan Purwodadi. Alhasil, banjir merupakan fenomena yang tak terelakkan pada setiap tahunnya. Anehnya, meskipun sering terlanda banjir, warga yang sering terkena banjir enggan untuk meninggalkan desa mereka. Warga lebih memilih bertahan karena menganggap hal tersebut merupakan suatu hal yang biasa. Berdasarkan cerita tutur tinular (gethok sambel) dari para sesepuh desa, banjir terparah yang dialami warga desa ini adalah banjir pada tahun 2013. Banjir pada tahun tersebut merendam seluruh desa dengan kedalaman yang cukup dalam serta merendam desa-desa yang lainnya.