Seni rupa Buddhisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 179:
Antara abad pertama dan abad ke-8, beberapa kerajaan bersaing untuk memperebutkan pengaruh di kawasan ini (terutama [[Kerajaan Funan]] di Kamboja dan Kerajaan Mon di Burma) menyumbangkan karakteristik artistik, kebanyakan dipengaruhi gaya [[Kekaisaran Gupta|Gupta]]. Dipadukan dengan gaya Hindu yang telah meresap, rupa Buddha, loh pemujaan, dan prasasti berbahasa Sanskerta ditemukan di kawasan ini.
 
Sejak abad ke-9 hingga ke-13, di Asia Tenggara tumbuh bersemi kemaharajaan kuat yang menjadi demikian giat dalam penciptaan seni rupa dan arsitektur Buddha. Kemaharajaan [[Sriwijaya]] di selatan dan [[Kerajaan Khmer]] di utara saling bersaing memperebutkan pengaruh dan kejayaan, keduanya menganut ajaran Buddha aliran Mahayana, dan mengekspresikan daya keseniannya dalam perwujudan panteon [[Bodhisatwa]] yang demikian kaya. Seni rupa Buddha gaya Sriwijaya dipengaruhi seni rupa [[Sailendra]] dari Jawa, berkembang pada abad ke-9 di Jawa Tengah, lalu menyebar ke SumateraSumatra, Semenanjung Malaya sampai Thailand Selatan.<ref name="ThaiWorld">{{cite web|title=Srivijaya Art In Thailand|url=http://www.thailandsworld.com/index.cfm?p=183 Srivijaya Art In Thailand|publisher=Asia's World|accessdate=28 Januari 2014}}</ref>
 
Buddha aliran [[Theravada]] dan kitab-kitab berbahasa Pali mulai diperkenalkan ke kawasan ini dari Sri Lanka sekitar abad ke-13, dan mulai dianut oleh kebanyakan [[orang Thai]] di [[Kerajaan Sukhothai]]. Buddha Theravada dari periode ini mengutamakan biara tempat Biksu tinggal sebagai bagian penting dari tata kota mereka para Biksu ini memberi petunjuk dan menengahi perselisihan para warga kota. Pembangunan "kompleks biara" memainkan peran penting dalam ekspresi artistik di Asia Tenggara pada periode ini.
Baris 227:
{{lihat|Agama Buddha di Indonesia}}
 
Seperti kebanyakan wilayah Asia Tenggara, [[Indonesia]] dipengaruhi seni budaya India sejak abad pertama Masehi. Bangunan Buddha tertua di Indonesia mungkin adalah stupa bata di [[Percandian Batujaya|Batujaya]] di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, diperkirakan berasal dari abad ke-4 M. Candi ini dibangun dari bahan bata merah yang dilapis lepa atau plaster. Pulau [[SumateraSumatra]] dan [[Jawa]] adalah wilayah kemaharajaan [[Sriwijaya]] (abad ke-8 sampai ke-13 M), yang kemudian tumbuh menjadi kekuatan bahari yang mendominasi kepulauan dan semenanjung Asia Tenggara. Sriwijaya menganut agama Buddha aliran Mahayana dan Wajrayana, di bawah perlindungan wangsa [[Sailendra]]. Sriwijaya menyebarkan kesenian Buddha ke semenanjung Asia Tenggara. Beberapa contoh arca Buddha Mahayana berupa arca bodhisatwa dari periode ini ditemukan di kawasan Asia Tenggara.<ref name="ThaiWorld"/>
 
[[Berkas:Avalokiteçvara, Malayu Srivijaya style.jpg|jmpl|lurus|Arca Awalokiteshwara perunggu berlapis emas gaya Malayu-Sriwijaya, ditemukan di Jambi, SumateraSumatra.]]
Karya arsitektur yang halus dan kaya dapat ditemukan di Jawa dan SumateraSumatra. Contoh yang paling luar biasa adalah [[Borobudur]], bangunan Buddha terbesar di dunia, dibangun pada kurun 780-825 M,<ref name="Guiness">
{{cite web| url=http://www.guinnessworldrecords.com/records-3000/largest-buddhist-temple/| title=Largest Buddhist temple| publisher=Guinness World Records| work=[[Guinness World Records]]| accessdate=27 Januari 2014}}</ref><ref name="JakartaPost1">{{cite web| url=http://www.thejakartapost.com/news/2012/07/04/guinness-names-borobudur-world-s-largest-buddha-temple.html| title=Guinness names Borobudur world’s largest Buddha temple | Author=Purnomo Siswoprasetjo| date=Rabu, 4 Juli 2012, 4:50 PM | publisher=The Jakarta Post| accessdate=27 Januari 2014}}</ref> sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.<ref name="unesco-whc">
{{cite web
Baris 240:
}}</ref> [[Candi]] ini dibangun berdasarkan bentuk [[stupa]] dan [[mandala]], sebagai model perwujudan alam semesta dalam ajaran Buddha, sekaligus perwujudan tingkatan ranah ''dhatu'', dari alam manusia yang masih terikat hawa nafsu menuju pencerahan dan terbebas dari belenggu hasrat duniawi dan keterbatasan fisik.<ref name="BuddhaNet"/> Candi ini memiliki 505 arca Buddha, stupa unik berwujud seperti lonceng berterawang yang didalamnya terdapat arca Buddha. Borobudur dihiasi serangkaian [[relief rendah]] yang menggambarkan kisah-kisah dari kitab suci Buddha. Seni rupa Buddha di Indonesia mencapai puncaknya pada masa wangsa Sailendra di Jawa Tengah. Arca-arca [[Bodhisatwa]], [[Tara (Bodhisatwa)|Tara]], dan [[Kinnara]] yang ditemukan di [[Candi Kalasan]], [[Candi Sewu|Sewu]], [[Candi Sari|Sari]], dan [[Candi Plaosan|Plaosan]] adalah contoh keanggunan dan keteduhan ekspresi seni rupa. Sementara di dalam [[Candi Mendut]] terdapat arca Buddha [[Wairocana]], [[Awalokiteswara]], dan [[Wajrapani]] berukuran besar. Arca-arca seni rupa Buddha Indonesia dari periode Jawa kuno dan Sriwijaya memiliki ciri; wujudnya yang realis-naturalis, perhatian terhadap ekpresi, proporsi tubuh, dan keluwesan sikap tubuh, kehalusan pengerjaan, selera estetika yang unggul, serta kecanggihan teknik pembuatannya.
 
Di [[SumateraSumatra]] kerajaan Sriwijaya kemungkinan membangun [[Candi Muara Takus]] dan [[Candi Muaro Jambi]]. Sementara di SumateraSumatra Utara [[Kerajaan Panai]] mungkin membangun kompleks [[Candi Bahal]]. Kemaharajaan Sriwijaya mulai mundur karena terlibat konflik dengan kerajaan Chola dari India. Contoh mahakarya seni rupa Buddha dari periode klasik Jawa adalah arca [[Prajnaparamita]] (koleksi [[Museum Nasional Indonesia]] Jakarta), arca dewi kebijaksanaan transendental dari periode [[Kerajaan Singhasari]].<ref>{{cite book|title=Violence and Serenity: Late Buddhist Sculpture from Indonesia|first=Natasha|last=Reichle|url=http://books.google.co.id/books?id=4DQDOTLw4d4C&hl=id&source=gbs_similarbooks|publisher=University of Hawaii Press, 2007|isbn=9780824829247|accessdate=28 Januari 2014}}</ref> Di [[Jawa Timur]], Kerajaan Singhasari pada abad ke-13 mewariskan beberapa candi Buddha seperti [[Candi Jawi]] dan [[Candi Jago]] yang merupakan perpaduan [[Siwa-Buddha]] dan stupa [[Sumberawan]].<ref>{{cite book|title=Worshiping Siva and Buddha: The Temple Art of East Java|author=Ann R. Kinney|url=http://books.google.co.id/books/about/Worshiping_Siva_and_Buddha.html?id=sfa2FiIERLYC&redir_esc=y|publisher=University of Hawaii Press, 2003|isbn=0824827791|accessdate=28 Januari 2014}}</ref> Kemudian berkembanglah kerajaan [[Majapahit]] sebagai penerus Singhasari. Kerajaan ini melindungi agama Hindu dan Buddha, agama resmi negara, juga melindungi keberadaan aliran sinkretis Siwa-Buddha. Contoh candi Buddha zaman Majapahit adalah [[Candi Brahu]] dan [[Candi Jabung]]. Kemudian, perlahan-lahan jumlah penganut Hindu dan Buddha kian merosot, seiring berkembangnya ajaran Islam di Nusantara sejak abad ke-13 M dan mencapai akhirnya dengan keruntuhan Majapahit di akhir abad ke-15 M.
 
== Seni rupa Buddha kontemporer ==