Deliar Noer: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 9:
|birth_name =
|birth_date = {{Birth date|1926|2|9}}
|birth_place = {{negara|Holland}} [[Kota Medan|Medan]], [[SumateraSumatra Utara]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{Death date and age|2008|6|18|1926|2|9}}
|death_place = {{negara|Indonesia}} [[Jakarta]], [[Indonesia]]
Baris 17:
|occupation = [[Ilmuwan]], [[dosen]], [[politikus]]
}}
'''Prof. Dr. Deliar Noer, M.A.''' ({{lahirmati|[[Kota Medan|Medan]], [[SumateraSumatra Utara]]|9|2|1926|[[Jakarta]]|18|6|2008}}) adalah seorang [[dosen]], pemikir, [[peneliti]], dan [[politikus]] asal [[Indonesia]]. Ia pernah menjabat sebagai rektor [[Universitas Negeri Jakarta|IKIP Jakarta]], pendiri dan Ketua Umum [[Partai Ummat Islam]]. Deliar merupakan sedikit dari intelektual dan ilmuwan politik yang memiliki integritas tinggi dan aktif menulis. Ia juga merupakan salah seorang perintis dasar-dasar pengembangan ilmu politik di Indonesia.
 
== Latar belakang ==
Deliar Noer lahir dari orang tua yang berasal dari ParakLaweh, Pakan Kamih, [[Tilatang Kamang, Agam]], [[SumateraSumatra Barat]]. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ayahnya, Noer bin Joesof, merupakan kepala pegadaian di [[Kota Medan|Medan]], [[SumateraSumatra Utara]]. Pada mulanya ia diberi nama '''Muhammad Zubair'''. Namun karena sering sakit-sakitan, namanya diganti menjadi Deliar.
 
Karena hidup berpindah-pindah, maka ia bersekolah di berbagai tempat. Dia mendapatkan pendidikan di [[HIS]] Taman Siswa [[Tebing Tinggi]], [[MULO]] Bukittinggi, INS Kayutanam, Tyugakko di Medan, dan SMT ([[Kolese Kanisius]]) di [[Jakarta]]. Setelah lulus dari SMT, ia melanjutkan pendidikannya ke [[Universitas Nasional]].<ref>{{harvnb|Rosidi|2010|pp=185}}</ref> Setelah memperoleh gelar sarjana, ia terus ke [[Cornell University]], [[Amerika Serikat]] untuk mengambil gelar master (1960) dan doktor (1963). Melalui disertasinya yang berjudul : Gerakan Islam Modernis di Indonesia 1900-1942, ia menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar [[Ph.D.]] dalam ilmu politik,<ref>{{harvnb|Rosidi|2010|pp=185–186}}</ref>
Baris 29:
Tahun 1950 ia ditunjuk menjadi Ketua Umum [[Himpunan Mahasiswa Islam]] (HMI) cabang Jakarta. Tiga tahun kemudian ia terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar HMI. Dari organisasi inilah kemudian ia berkenalan dengan tokoh-tokoh nasional seperti [[Hamka]], [[Natsir]], dan [[Mohammad Roem]].
 
Tahun 1951 ia bekerja sebagai staf [[Departemen Luar Negeri Republik Indonesia|Departemen Luar Negeri]]. Sepulang dari Amerika Serikat pada tahun 1963 ia menjadi dosen di [[Universitas SumateraSumatra Utara]]. Di universitas ini ia hanya mengajar selama dua tahun sebelum akhirnya diberhentikan oleh [[Syarif Thayeb]], yang menjabat sebagai Menteri Ilmu Pengetahuan Alam dan Pendidikan. Ia dituduh subversi dan dianggap sebagai kaki tangan Amerika Serikat.<ref>{{harvnb|Rosidi|2010|pp=183–184}}</ref>
 
Pada tahun 1967 ia menjabat sebagai rektor IKIP Jakarta (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta). Di bulan Juni 1974, ia kembali diberhentikan karena kritis terhadap tindakan represif pemerintah dalam penanganan [[Peristiwa Malari]]. Setelah dilarang mengajar di seluruh Indonesia, ia menerima tawaran untuk menjadi peneliti dari [[Universitas Nasional Australia]]. Tahun kedua di Australia, ia menjadi dosen tamu di Universitas Griffith.<ref>{{harvnb|Rosidi|2010|p=184}}</ref> Setelah mengajar selama lima tahun, ia dan [[Mohammad Natsir]] membentuk Lembaga Islam untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat.