Lontong cap go meh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
OrophinBot (bicara | kontrib) |
||
Baris 22:
Para pendatang Tionghoa pertama kali bermukim di kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa, misalnya Semarang, [[Pekalongan]], Lasem, dan [[Surabaya]]. Hal ini berlangsung sejak zaman [[Majapahit]]. Pada saat itu hanya kaum laki-laki etnis Tionghoa yang merantau ke Nusantara, mereka menikahi perempuan Jawa penduduk lokal, hal ini melahirkan perpaduan budaya Peranakan-Jawa. Untuk merayakan [[Imlek]], saat [[Cap go meh]], kaum peranakan Jawa mengganti hidangan ''yuanxiao'' (bola-bola tepung beras) dengan [[lontong]] yang disertai berbagai hidangan tradisional Jawa yang kaya rasa, seperti [[opor ayam]] dan sambal goreng. Dipercaya bahwa hidangan ini melambangkan asimilasi atau semangat pembauran antara kaum pendatang Tionghoa dengan penduduk pribumi di Jawa.<ref name="Josh Chen">{{cite web |url=http://liburan.info/content/view/964/46/lang,indonesian/ |title=Asal Usul Lontong Cap Go Meh |author=Josh Chen |date= |work= |publisher=Liburan.info|language=Indonesian|accessdate=29 September 2012}}</ref> Dipercaya pula bahwa lontong cap go meh mengandung perlambang keberuntungan, misalnya lontong yang padat dianggap berlawanan dengan [[bubur]] yang encer. Hal ini karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang mengkaitkan bubur sebagai makanan orang miskin atau orang sakit, karena itulah ada tabu yang melarang menyajikan dan memakan bubur ketika Imlek dan Cap go meh karena dianggap ''ciong'' atau membawa sial. Bentuk lontong yang panjang juga dianggap melambangkan panjang umur. Telur dalam kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan, sementara kuah santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan, melambangkan emas dan keberuntungan.<ref name="Josh Chen"/>
Lontong Cap Go Meh adalah fenomena khusus Peranakan-Jawa; kaum peranakan di [[Semenanjung Malaya]], [[
== Referensi ==
|