Gender: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RXerself (bicara | kontrib)
RXerself (bicara | kontrib)
→‎Hipotesis konstruksi sosial seks/jenis kelamin: Nicholson, 1994; Fausto-Sterling, 2000
Baris 64:
=== Hipotesis konstruksi sosial seks/jenis kelamin ===
{{See also|Perbedaan seks dan gender}}
[[File:WomanFactory1940s.jpg|thumb|"[[Rosie the Riveter]]" adalah ikon dari [[front dalam negeri]] di Amerika Serikat selama [[Perang Dunia II]] yang dilihat sebagai sebuah ikon perubahan [[peran gender]] sebagaiuntuk [[Perang total|kebutuhan perang]].]]
Gender di dalam sosiologi umumnya dipahami sebagai sebuah konstruksi sosial. Di sisi lain, beberapa ilmuwan dan kalangan [[feminisme|feminis]] menilai bahwa seks hanya merupakan sebuah aspek biologi dan bukan soal konstruksi sosial atau kultural. Sebagai contoh, [[seksologi|seksolog]] Selandia Baru yaitu [[John Money]] menyebutkan perbedaan antara seks biologis dan gender sebagai peran.<ref name=j1 /> Sosiolog Britania Raya yaitu [[Ann Oakley]] mengatakan bahwa, "Keutuhan seks itu harus diakui, tapi begitu pula untuk keberagaman gender."<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Ingrris: "the constancy of sex must be admitted, but so also must the variability of gender."</ref><ref>{{cite book|last=Oakley|first=A. |year=1972|title=Sex, Gender and Society|location=London |publisher=Temple Smith|page=16|isbn=0-85117-020-X}}</ref> Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, "'Seks' merupakan karakteristik biologis dan fisiologis yang mendefinisikan pria dan wanita ... 'gender' merupakan peran, perilaku, aktivitas, dan sifat-sifat yang dikonstruksi secara sosial dan dianggap di dalam masyarakat tertentu sebagai pantas bagi pria dan wanita."<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Inggris: "'Sex' refers to the biological and physiological characteristics that define men and women ... 'gender' refers to the socially constructed roles, behaviours, activities, and attributes that a given society considers appropriate for men and women."</ref><ref name="www.who.int"/> Dengan demikian, seks dipandang sebagai sebuah objek kajian biologi (ilmu alam) sementara gender dipandang sebagai sebuah kajian dalam ilmu [[humaniora]] dan [[ilmu sosial]]. Lynda Birke, seorang biolog feminis, berpendapat bahwa biologi bukan sesuatu yang dapat berubah.<ref name="Birke, Lynda 2001" /> Meskipun demikian, terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa seks juga merupakan hasil konstruksi sosial. Judith Butler mengatakan, "Mungkin, hasil konstruksi yang disebut 'seks' ini memang betul hasil konstruksi kultural seperti gender. Mungkin memang yang ada hanya gender, sehingga antara seks dan gender tidak ada perbedaannya sama sekali."<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Inggris: "perhaps this construct called 'sex' is as culturally constructed as gender; indeed, perhaps it was always already gender, with the consequence that the distinction between sex and gender turns out to be no distinction at all."</ref>{{sfn|Butler|1990|p=7}} Butler juga mengatakan,
<blockquote>Dengan demikian, mendefinisikan gender sebagai sebuah interpretasi kultural dari seks menjadi tidak akan masuk akal jika seks itu sendiri pengelompokkannya berpusat pada gender. Gender seharusnya tidak dipahami hanya sebagai sebuah penentuan arti kultural terhadap seks tertentu (sebuah formulasi yuridis). Gender juga harus menentukan perangkat dari cara seks-seks itu sendiri ditentukan. [...] Sebelum ada diskusi lain-lain tentang ini, ditentukannya seks itu sendiri harus dipahami sebagai akibat dari perangkat konstruksi sosial berdasarkan gender.<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Inggris: "It would make no sense, then, to define gender as the cultural interpretation of sex, if sex is itself a gender-centered category. Gender should not be conceived merely as the cultural inscription of meaning based on a given sex (a juridical conception); gender must also designate the very apparatus of production whereby the sexes themselves are established. [...] This production of sex as the pre-discursive should be understood as the effect of the apparatus of cultural construction designated by gender."</ref>{{sfn|Butler|1990|p=10}}</blockquote>
 
Butler juga mengatakan, "Tubuh hanya tampak, hanya bertahan, hanya hidup dalam kondisi produktif dari suatu skema regulasi gender tertentu"<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Inggris: "bodies only appear, only endure, only live within the productive constraints of certain highly gendered regulatory schemas"</ref>{{sfn|Butler|1993|p=xi}} dan seks "bukan lagi sebuah sifat fisik yang ditentukan dan direka oleh konstruksi gender, namun sebagai sebuah norma kultural yang mengatur materialisasi tubuh."<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Inggris: "[sex] is no longer as a bodily given on which the construct of gender is artificially imposed, but as a cultural norm which governs the materialization of bodies."</ref>{{sfn|Butler|1993|p=2-3}} Lugones (2008) menyebutkan bahwa [[orang Yoruba|masyarakat Yoruba]] di Afrika tidak memiliki konsep mengenai gender dan sistem gender sebelum datangnya [[kolonialisme]]. Ia mengatakan bahwa para penjajah menggunakan sistem gender untuk berkuasa dan di saat yang sama mengubah dasar hubungan sosial masyarakat pribumi di daerah jajahan.<ref>{{cite journal|last=Lugones|first=M.|year=2008|title=Heterosexualism and the Colonial/Modern Gender System|journal=Hypatia|volume=22|issue=1|pages=196–198|doi=10.1353/hyp.2006.0067}}</ref> Nicholson (1994) menunjukkan bahwa pemahaman mengenai perbedaan seksual tubuh manusia tidak seragam di sepanjang periode sejarah. Ia menyatakan bahwa kelamin laki-laki dan perempuan dipandang sama di masyarakat Barat sebelum abad ke-18. Kala itu, kelamin perempuan dianggap sebagai kelamin laki-laki yang tidak sempurna dan keduanya merupakan tahapan kelamin yang berbeda&mdash;dengan kata lain, sebuah tahapan bentuk fisik atau sebuah spektrum.<ref>{{cite journal|year=1994 |title="Interpreting Gender". Signs |journal=Journal of Women in Culture and Society |volume=20 |issue=1 |pages=79–105 |doi=10.1086/494955 |jstor=3174928 |last=Nicholson |first=L.}}</ref>
 
Fausto-Sterling (2000) di dalam studinya mendeskripsikan sikap-sikap dokter terhadap kondisi [[interseks]]. Ia memulai argumennya dengan mengatakan, "Pengertian kita terhadap konsep dasar gender membentuk dan mencerminkan cara kita membangun sistem dan aturan sosial kita serta pemahaman kita mengenai tubuh fisik kita."<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Inggris: "our conceptions of the nature of gender difference shape, even as they reflect, the ways we structure our social system and polity; they also shape and reflect our understanding of our physical bodies."</ref>{{sfn|Fausto-Sterling|2000|p=45}} Fausto-Sterling kemudian menyebutkan akibat dari asumsi kita mengenai gender terhadap penelitian ilmiah mengenai seks dengan mengambil kasus penelitian terhadap orang interseks. Ia berkesimpulan bahwa para peneliti tidak mempertanyakan asumsi dasar mereka bahwa "hanya ada dua jenis kelamin" karena, menurut Fausto-Sterling, penelitian mereka terhadap orang interseks dilakukan sebagai perbandingan perkembangan jenis kelamin yang "normal".{{sfn|Fausto-Sterling |2000|p=46}} Ia juga menyebutkan mengenai bahasa yang digunakan oleh para dokter ketika berbicara dengan orang tua dari anak dengan kondisi interseks. Ia menyatakan bahwa karena para dokter memiliki kepercayaan bahwa si anak itu sebetulnya hanya laki-laki/perempuan dengan kondisi yang berbeda, mereka menyampaikan kepada orang tua si anak bahwa akan perlu waktu lebih untuk menentukan apakah anak tersebut laki-laki atau perempuan. Fausto-Sterling menyebut perilaku para dokter tersebut dibentuk oleh asumsi gender kultural mereka yang mengatakan bahwa hanya ada dua jenis kelamin. Ia menyebutkan pula bahwa perbedaan cara dokter di daerah-daerah yang berbeda dalam menangani kasus orang interseks memberikan gambaran baik mengenai konstruksi sosial jenis kelamin dan dengan demikian budaya memiliki peran dalam menentukan gender, terutama pada kasus anak-anak interseks.{{sfn|Fausto-Sterling|2000}} Sebagai contoh,
 
<blockquote>Beberapa dokter dari Arab Saudi juga pernah menemukan beberapa kasus anak interseks ber[[kromosom]] XX dengan [[hiperplasia adrenal kongenital]] (''congenital adrenal hyperplasia'', CAH) yaitu kondisi genetis berupa gangguan pada enzim yang berperan dalam pembuatan [[hormon steroid]]. [...] Di Amerika Serikat dan Eropa, anak-anak XX dengan CAH, karena mereka berpeluang untuk bisa hamil pada usia dewasanya, umumnya akan dibesarkan sebagai anak perempuan. Dokter di Arab Saudi yang dididik dari pendidikan serupa menyarankan tindakan tersebut kepada orang tua-orang tua anak XX dengan CAH. Akan tetapi, beberapa orang tua menolak tindakan tersebut untuk anaknya, yang pada awalnya diidentifikasi sebagai laki-laki [karena kondisi CAH], untuk dibesarkan sebagai perempuan. Mereka juga menolak operasi feminisasi terhadap anaknya. [...] Hal ini pada dasarnya merupakan bentuk dari sikap masyarakat lokal yang [...] lebih memilih memiliki anak laki-laki.<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Inggris: A group of physicians from Saudi Arabia recently reported on several cases of XX intersex children with congenital adrenal hyperplasia (CAH), a genetically inherited malfunction of the enzymes that aid in making steroid hormones. [...] In the United States and Europe, such children, because they have the potential to bear children later in life, are usually raised as girls. Saudi doctors trained in this European tradition recommended such a course of action to the Saudi parents of CAH XX children. A number of parents, however, refused to accept the recommendation that their child, initially identified as a son, be raised instead as a daughter. Nor would they accept feminizing surgery for their child. [...] This was essentially an expression of local community attitudes with [...] the preference for male offspring.</ref>{{sfn|Fausto-Sterling|2000|p=58–59}}</ref></blockquote>
 
== Catatan kaki ==