Gender: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RXerself (bicara | kontrib)
Hipotesis konstruksi sosial seks/jenis kelamin: Nicholson, 1994; Fausto-Sterling, 2000
RXerself (bicara | kontrib)
Hipotesis konstruksi sosial seks/jenis kelamin: Priess, et al., 2009; Ridgeway dan Correll, 2004
Baris 72:
Fausto-Sterling (2000) di dalam studinya mendeskripsikan sikap-sikap dokter terhadap kondisi [[interseks]]. Ia memulai argumennya dengan mengatakan, "Pengertian kita terhadap konsep dasar gender membentuk dan mencerminkan cara kita membangun sistem dan aturan sosial kita serta pemahaman kita mengenai tubuh fisik kita."<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Inggris: "our conceptions of the nature of gender difference shape, even as they reflect, the ways we structure our social system and polity; they also shape and reflect our understanding of our physical bodies."</ref>{{sfn|Fausto-Sterling|2000|p=45}} Fausto-Sterling kemudian menyebutkan akibat dari asumsi kita mengenai gender terhadap penelitian ilmiah mengenai seks dengan mengambil kasus penelitian terhadap orang interseks. Ia berkesimpulan bahwa para peneliti tidak mempertanyakan asumsi dasar mereka bahwa "hanya ada dua jenis kelamin" karena, menurut Fausto-Sterling, penelitian mereka terhadap orang interseks dilakukan sebagai perbandingan perkembangan jenis kelamin yang "normal".{{sfn|Fausto-Sterling |2000|p=46}} Ia juga menyebutkan mengenai bahasa yang digunakan oleh para dokter ketika berbicara dengan orang tua dari anak dengan kondisi interseks. Ia menyatakan bahwa karena para dokter memiliki kepercayaan bahwa si anak itu sebetulnya hanya laki-laki/perempuan dengan kondisi yang berbeda, mereka menyampaikan kepada orang tua si anak bahwa akan perlu waktu lebih untuk menentukan apakah anak tersebut laki-laki atau perempuan. Fausto-Sterling menyebut perilaku para dokter tersebut dibentuk oleh asumsi gender kultural mereka yang mengatakan bahwa hanya ada dua jenis kelamin. Ia menyebutkan pula bahwa perbedaan cara dokter di daerah-daerah yang berbeda dalam menangani kasus orang interseks memberikan gambaran baik mengenai konstruksi sosial jenis kelamin dan dengan demikian budaya memiliki peran dalam menentukan gender, terutama pada kasus anak-anak interseks.{{sfn|Fausto-Sterling|2000}} Sebagai contoh,
 
<blockquote>Beberapa dokter dari Arab Saudi juga pernah menemukan beberapa kasus anak interseks ber[[kromosom]] XX dengan [[hiperplasia adrenal kongenital]] (''congenital adrenal hyperplasia'', CAH) yaitu kondisi genetis berupa gangguan pada enzim yang berperan dalam pembuatan [[hormon steroid]]. [...] Di Amerika Serikat dan Eropa, anak-anak XX dengan CAH, karena mereka berpeluang untuk bisa hamil pada usia dewasanya, umumnya akan dibesarkan sebagai anak perempuan. Dokter di Arab Saudi yang dididik dari pendidikan serupa menyarankan tindakan tersebut kepada orang tua-orang tua anak XX dengan CAH. Akan tetapi, beberapa orang tua menolak tindakan tersebut untuk anaknya, yang pada awalnya diidentifikasi sebagai laki-laki [karena kondisi CAH], untuk dibesarkan sebagai perempuan. Mereka juga menolak operasi feminisasi terhadap anaknya. [...] Hal ini pada dasarnya merupakan bentuk dari sikap masyarakat lokal yang [...] lebih memilih memiliki anak laki-laki.<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Inggris: A group of physicians from Saudi Arabia recently reported on several cases of XX intersex children with congenital adrenal hyperplasia (CAH), a genetically inherited malfunction of the enzymes that aid in making steroid hormones. [...] In the United States and Europe, such children, because they have the potential to bear children later in life, are usually raised as girls. Saudi doctors trained in this European tradition recommended such a course of action to the Saudi parents of CAH XX children. A number of parents, however, refused to accept the recommendation that their child, initially identified as a son, be raised instead as a daughter. Nor would they accept feminizing surgery for their child. [...] This was essentially an expression of local community attitudes with [...] the preference for male offspring.</ref>{{sfn|Fausto-Sterling|2000|p=58–59}}</ref></blockquote>
 
Priess, et al. (2009) meneliti mengenai apakah anak perempuan dan laki-laki dapat mulai memiliki variasi identitas gender pada masa remajanya. Mereka mendasari penelitian tersebut berdasarkan hipotesis intensifikasi gender yang digagas oleh Hill dan Lynch (1989)<ref>{{cite book|last1=Hill |first1=J. P.|last2=Lynch |first2=M. E.|year=1983 |chapter=The Intensification of Gender-Related Role Expectations during Early Adolescence |editor-last1=Brooks-Gunn |editor-first1=J. |editor-last2=Petersen |editor-first2=A. C. |title=Girls at Puberty|publisher= Springer|location=Boston}}</ref> yang menyebutkan bahwa ucapan dan perilaku orang tua serta interaksi antara anak dan orang tua menentukan dan "mengintensifkan" identitas [[peran gender]] anak-anak mereka. Priess, et al. tidak menemukan kondisi tersebut pada penelitian mereka.<ref>{{Cite journal|last1=Priess|first1=H. A.|last2=Lindberg|first2=S. M.|last3=Hyde|first3=J. S. |authorlink3=Janet Shibley Hyde |title=Adolescent Gender-Role Identity and Mental Health: Gender Intensification Revisited|jstor=25592088|volume=80|issue=5|pages=1531–1544|doi=10.1111/j.1467-8624.2009.01349.x|journal=Child Development|pmc=4244905|pmid=19765016|year=2009}}</ref>
 
Ridgeway dan Correll (2004) mengatakan bahwa gender itu tidak hanya sebuah identitas atau peran namun sesuatu yang dilembagakan melalui "konteks hubungan sosial"&mdash; yang mereka definisikan sebagai, "Situasi apapun saat individu mendefinisikan dirinya sendiri dalam hubungannya dengan individu lain untuk bertindak."<ref group="cat.">Teks asli dalam bahasa Inggris: "any situation in which individuals define themselves in relation to others in order to act."</ref> Mereka juga menyebutkan bahwa selain dari konteks hubungan sosial, budaya juga berpengaruh terhadap sistem gender. Ridgeway dan Correl mengatakan bahwa setiap orang dipaksa untuk mengakui dan berinteraksi dengan orang lain melalui cara-cara yang terikat dengan gender. Setiap individu berinteraksi dengan individu lain dan patuh terhadap standar kepercayaan [[hegemoni]] di masyarakat, yang salah satunya adalah peran gender.<ref name="Wiley">{{Cite journal|last1=Ridgeway|first1=C. L.|last2=Correll|first2=S. J.|title=Unpacking the Gender System: A Theoretical Perspective on Gender Beliefs and Social Relations|jstor=4149448|volume=18|issue=4|pages=510–531|doi=10.1177/0891243204265269|journal=Gender|year=2004}}</ref>
 
== Catatan kaki ==