Kabupaten Aceh Tamiang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Angayubagia (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 21:
|hari jadi = -
|kepala daerah = [[Bupati]]
|nama kepala daerah = [[Mursil SH MKn]]<ref name="BPS">{{cite web|url=https://acehtamiangkab.bps.go.id/publication/2017/08/11/e249ba2cbc441c71cc139847/kabupaten-aceh-tamiang-dalam-angka-2017.html |title=Kabupaten Aceh Tamiang
|wakil kepala daerah = [[Wakil Bupati]]
|nama wakil kepala daerah = T Insyafuddin ST
Baris 36:
|dau = Rp. 532.641.693.000,-
|dauref = (2018)<ref name="APBD 2018"/>
|IPM = 67,41 (2016)<ref name="BPS
|suku bangsa = Melayu Aceh
|bahasa = Tamiang, Aceh
Baris 49:
[[Berkas:Kuala Paret by Ican2.jpg|300px|jmpl|Kuala Paret, salah satu tujuan wisata alam di Aceh Tamiang]]
'''Kabupaten Aceh Tamiang''' (Melayu Jawi:كابوڤاتين اچيه تميانڠ) adalah salah satu [[kabupaten]] di [[Provinsi]] [[Aceh]], [[Indonesia]]. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari [[Kabupaten Aceh Timur]] dan terletak di perbatasan [[Aceh]]-[[Sumatra Utara]]
Kabupaten ini berada di jalur timur [[Sumatra]] yang strategis dan hanya berjarak lebih kurang 250 km dari Kota [[Medan]] sehingga akses serta harga barang di kawasan ini relatif lebih murah daripada daerah Aceh lainnya. Di samping itu, kawasan ini relatif lebih aman semasa GAM berjaya dahulu. Ketika seruan mogok oleh [[GAM]] diberlakukan di seluruh Aceh, hanya kawasan ini khususnya [[Kota Kuala Simpang, Aceh Tamiang|Kota Kuala Simpang]] yang aktivitas ekonominya tetap berjalan.
Baris 55:
== Sejarah ==
=== Sebelum kemerdekaan ===
Kerajaan Tamiang pernah mencapai puncak kejayaannya dibawah pimpinan seorang Raja Muda Setia yang memerintah selama tahun 1330 - 1366 M.<ref name="BPS"/> Pada masa itu kerajaan tersebut dibatasi:
1. Sungai Raya/Selat Malaka di bagian Utara
Baris 65:
4. Gunung Segama (Gunung Bendahara/''Wilhelmina Gebergte'') di bagian Barat.
Pada masa kesultanan Aceh, Kerajaan Tamiang telah mendapat ''cap Sukureung'' dan ''hak Tumpang Gantung'' (Zainuddin, 1961: 136-137) dari Sultan Aceh Darussalam atas wilayah Negeri Karang dan Negeri Kejuruan Muda. Sementara negeri Sultan Muda Seruway, Negeri Sungai Iyu, Negeri Kaloy, dan Negeri Telaga Meuku merupakan wilayah-wilayah yang belum mendapat ''cap Sukureung''. Karena itu negeri-negeri tersebut dijadikan sebagai wilayah pelindung bagi wilayah yang telah mendapat ''cap Sukureung''.<ref name="BPS"/>
Pada tahun 1908, dengan berlakunya Staatblad No.112 tahun 1878, maka wilayah Tamiang dimasukkan ke dalam ''Geuverment Aceh en Onderhoorigheden''. Maksudnya adalah, Tamiang berada dibawah status hukum '' Onderafdelling''.<ref name="BPS"/> Dalam ''Afdeling Oostkust Van Atjeh'' (Aceh Timur) beberapa wilayah Landschaps berdasarkan ''Korte Verklaring'' diakui sebagai ''Zelfbestuurder'', dengan status hukum ''Onderafdelling'' Tamiang, termasuk wilayah - wilayah:
1. ''Landschap'' Karang
Baris 82:
=== Asal kata "Tamiang" ===
Nama Tamiang tumbuh dari legenda "''Te-Miyang''" atau "''Da-Miyang''" yang berarti tidak kena gatal atau kebal gatal dari miang bambu. Hal tersebut berhubungan dengan cerita sejarah tentang Raja Tamiang yang bernama ''Pucook Sulooh''. Ketika masih bayi, ia ditemukan dalam rumpun bambu betong (istilah Tamiang adalah ''bulooh'') oleh seorang raja berjulukan "''Tamiang Pehok''". Menginjak dewasa, ''Pucook Sulooh'' dinobatkan menjadi Raja Tamiang bergelar "''Pucook Sulooh Raja Te-Miyang''", yang artinya "seorang raja yang ditemukan di rumpun rebong, tetapi tidak kena gatal atau kebal gatal".<ref name="BPS"/>
Menurut sumber lain, kata Tamiang berasal dari kata “Da Miang”. Sejarah menunjukkan tentang eksistensi wilayah Tamiang melalui prasasti [[Sriwijaya]]. Tak kurang pula sastra tulis Cina karya ''Wee Pei Shih'' mencatat pula keberadaan negeri ''Kan Pei Chiang'' (Tamiang), atau ''Tumihang'' dalam Kitab Negara Kertagama. Daerah ini juga berjuluk ''Bumi Muda Sedia'', sesuai dengan nama Raja Muda Sedia yang memerintah wilayah ini selama 6 tahun (1330-1336). Raja ini mendapatkan cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh atas wilayah Karang dan Kejuruan Muda kala itu.<ref name="BPS"/> Selengkapnya, data-data tentang Kerajaan Tamiang setidaknya termaktub dalam:
1. Prasasti Sriwijaya yang diterjemahkan oleh Prof. Nilkanta Sastri dalam ''The Great Tamralingga (capable of) Strong Action in dangerous Battle'' (Moh. Said, 1961:36).
2. Data kuno [[Tiongkok]] (dalam buku ''Wee Pei Shih'') ditata kembali oleh ''I.V.Mills'', 1937, halaman 24, tercatat negeri ''Kan Pei Chiang'' (Tamiang) yang berjarak 5 kilometer (35 mil) dari ''Diamond Point'' (Posri).
3. Kerajaan Islam Tamiang dalam ''The Rushinuddin's Geographical Notices'' (1310 M).
Baris 96:
5. Benda-benda peninggalan budaya yang terdapat pada situs Tamiang (Penemuan ''T. Yakob'', ''Meer Muhr'', serta ''Sartono'', dkk).
Berkaitan dengan data-data tersebut dan ditambah penelitian terhadap penemuan fosil sejarah, maka nama Tamiang dipakai menjadi usulan bagi pemekaran status wilayah Pembantu Bupati Aceh Timur Wilayah-III, yang meliputi wilayah bekas Kewedanaan Tamiang.<ref name="BPS"/>
== Pemerintahan ==
|