Kabanti: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k telah selesai |
menambahkan artikel |
||
Baris 1:
'''Kabanti''' adalah tradisi lisan dan tulisan yang berupa nyanyian atau syair di seluruh wilayah [[Kesultanan Buton]]. Pelantunnya disebut 'pekabanti'. Tradisi kabanti ini muncul ketika penyebaran agama Islam di Buton tengah gencar-gencarnya dan termasuk di dalamnya budaya tulis menulis. Oleh sebab itu, kabanti ditulis dengan menggunakan aksara Arab, Arab Melayu, dan Aksara Walio.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/kabanti/|title=KABANTI|last=ditindb|date=2015-12-17|website=Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya|language=id-ID|access-date=2019-03-12}}</ref> Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Buton terutama bagian [[Kabupaten Wakatobi|Wakatobi]] pada saat itu telah menampilkan sisi kreativitas dan tingginya tingkat intelektual masyarakat tersebut dalam membentuk peradaban pada masa itu.<ref>https://ugm.ac.id/id/newsPdf/9901-teliti.kabanti.raih.doktor.di.fib.ugm</ref>
Masyarakat Buton pada umumnya memang menempatkan syariat Islam di atas segalanya. Hal itu terlihat dari falsafah Buton, "Bolimo karo sumanamo lipu, bolimo lipu sumanamo sara, bolimo sara sumanamo agama". Maknanya adalah, "Tidak perlu diri asalkan negara tetap utuh, tidak perlu negara asalkan hukum tetap tegak, tidak perlu hokum tegak asalkan agama dilaksanakan".<ref name=":1">{{Cite web|url=https://www.researchgate.net/publication/285304910_Kearifan_Lokal_Pada_Kabanti_Masyarakat_Buton_dan_Relevansinya_dengan_pendidikan_Karakter|title=(PDF) Kearifan Lokal Pada Kabanti Masyarakat Buton dan Relevansinya dengan pendidikan Karakter {{!}} Academic Article|website=ResearchGate|language=en|access-date=2019-03-12}}</ref> Isi kabanti itu sendiri banyak mengambil dari syariat Islam yang kemudian digunakan selain sebagai hiburan, juga untuk menyampaikan kearifan lokal sebagai dasar karakter masyarakatnya.<ref>{{Cite web|url=http://www.orang-gu.com/2015/04/kabanti-kaluku-panda-rahasia-seks-orang.html|title=Kabanti Kaluku Panda: Rahasia Seks Orang Buton|last=alt="">|first=<img src="//lh4 googleusercontent com/-uFoQRxT7-3M/AAAAAAAAAAI/AAAAAAAAAVY/WeJZv9hE9q8/s35-c/photo jpg" width="35" height="35" class="photo"|access-date=2019-03-12}}</ref>
== Fungsi Kabanti
Dalam penggunaannya, Kabanti
a. sebagai hiburan atau penyemangat kerja: kabanti dengan irama dan syair yang bersemangat biasa dinyanyikan saat bekerja di kebun bagi para petani, saat mendayung sampan bagi para nelayan, dan saat mendirikan bangunan bagi para buruh bangunan.
b. sebagai wadah untuk menyampaikan nasihat agama: kabanti dalam kegunaannya menyampaikan nasihat agama juga berperan dalam pembentukan karakter masyarakat Wakatobi seutuhnya, sebagai contoh kabanti untuk penghalus rasa dapat dilihat dari teks I bait ke-53 dan 54:
'''E ara no-sangga-ko te mia'''
'''E hoto’imani mpuu kita'''
Kalau kamu dicemburui orang
Berimanlah sungguh-sungguh
'''E te imani-’a ngku-imani'''
'''E dahani na tumpu balaa'''
Kalau beriman aku beriman
Tidak tahu kalau dengan datangnya bala<ref name=":2">{{Cite web|url=https://www.scribd.com/doc/19230077/Kabanti-Sebagai-Media-Pembelajaran-Sastra-Pada-Usia-Dini|title=Kabanti Sebagai Media Pembelajaran Sastra Pada Usia Dini|website=Scribd|language=id|access-date=2019-03-12}}</ref>
c. sebagai pengingat suatu peristiwa. Sebagai contoh adalah ingatan kolektif mengenai batas wilayah Wanci dan Mandati yang sempat menjadi perselisihan dan tertuang dalam kabanti berikut ini:
'''E te wanse-mo te mandati-mo'''
'''E di Endapo nang kaselapa'''
Baik (orang) Wanse maupun (orang) Mandati
Di Endapo batas wilayahnya
d. sebagai pengantar tidur: menggunakan kabanti sebagai pengantar tidur anak memiliki banyak kegunaan, seperti sarana pendidikan kesusastraan bagi usia dini dan sebagai penghalus rasa karena pilihan kata-katanya. Contohnya adalah pembuka pengantar tidur di bawah ini:
'''E bue-bue anedo pei'''
'''E anedo te ditemba-temba'''
Ku ayun-ayun semasih bodoh masih harus ditimang-timang
'''E ku-bumue-bue nggala-ne'''
'''E mina anedo no-bahuli'''
Aku akan mengayun-ayunnya dulu
Sewaktu ia masih kecil
'''E ku-bumue-bue nggalane'''
'''E mondo-mo ku-sala te laro'''
Aku akan mengayun-ayunnya dulu
Sudah pernah aku menyalahi perasaanya
e. sebagai sarana transfer budaya dari satu generasi ke generasi lainnya: hal ini diterapkan dengan penggunaan kabanti dalam tradisi ritual (''pakande kandea''). Atau dalam acara ''mangania kabuena'' dan acara ''mangania nu uwe''. Dalam sebuah acara, kabanti digunakan sebagai pengantar tarian adat atau bagian dari tarian. Contohnya: tari ''pajogi'' dan tari ''lariangi.''
g. sebagai wadah menyampaikan protes sosial, contohnya pada teks I bait ke-11 hingga ke-13:
'''E na boha-boha-nto salimbo'''
'''E te paira na nsababu-no'''
Beratnya kita sekampung
Apa yang menjadi penyebabnya?
'''E sababu te mingku paira'''
'''E dimai-no kua iaku'''
Sikap apa yang menjadi penyebabnya?
Yang datangnya dariku
'''E no-mingku toumpa namia?'''
'''E no-awane na ngkakobea'''
Bagaimana sikapnya orang?
Mereka mendapatkan kebenaran
Pada lirik kabanti di atas menggambarkan situasi masyarakat yang sudah tidak lagi memperlihatkan persahabatan, melainkan saling mencurigai dan menyalahkan.<ref name=":2" />
<br />
== Falsafah Kabanti ==
Jabaran pada bait-bait kabanti mengarah pada falsafah Buton, yaitu ''bhinci bhinciki kuli'' atau biasa dikenal dengan istilah ''sara pataanguna'' atau 'hukum yang empat'. Falsafah tersebut tertuang pada empat prinsip hidup masyarakat Buton<ref name=":1" />:
# Sesama manusia harus saling menghormati
|