Yangere: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambah kosmetika dan referensi Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
Perbaikan kosmetika Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
||
Baris 2:
== Sejarah ==
Pada awal abad ke-16,
Dengan tercipta alat musik yang diadopsi dari Portugis, warga pun mulai belajar untuk memainkannya. Pada awalnya musik Yangere dimainkan oleh sekelompok orang, yang dimainkan pada saat malam hari.<ref name=SEJARAH/> Memainkan musik ini kerap dilakulan ketika para warga kampung tengah beristirahat dari aktivitas berkebun. Pada sekitar tahun 80-an musik Yangere hanya didengar di pesta-pesta kebun pada saat panen atau ketika sekelompok pemuda duduk berkumpul di sudut-sudut jalan kampung. Pada awal tahun 90-an, musik Yangere mulai ditampilkan pada acara-acara resmi seperti peringatan hari-hari besar atau acara-acara pertemuan antar warga setempat. Sejak saat itu juga, musik Yangere mulai diadaptasi untuk mengiringi lagu-lagu pujian di gereja pada ritual keagamaan.<ref name=SEJARAH/> Tidak hanya sampai disitu, dalam perkembangannya dan demi merajut kebersamaan antar agama di [[Halmahera Utara]], pada Lebaran 2018 lalu, pertunjukan band Yangere dari komunitas [[Kristen]], turut memeriahkan Lebaran 2018.
Selain di Kota Tobelo, musik Yangere juga dapat ditemui di beberapa daerah lain. Daerah-daerah persebaran musik Yangere antara lain di seluruh pelosok Halmahera Utara, Kecamatan Galela Selatan, Kecamatan Ibu, Sahu dan [[Jailolo, Halmahera Barat|Kota Jailolo]]. Dalam persebarannya nama Yengere pun turut dipakai di daerah-daerah tersebut.<ref name=YANGERE1/>
== Bahan dan Cara Pembuatan ==
Baris 12:
Proses pembuatan instrumen-instrumen musik tersebut yakni ketika kayu Yangere masih dalam keadaan mentah atau belum kering. Hal ini dikarenakan kayu Yangere atau kayu Telur ini sangat mudah pecah jika sudah kering.<ref name=YANGERE/> Barulah alat musik Yangaren dibentuk sesuai bentuk dan ukuran Yangare pada umumnya.
== Instrumen Pengiring Yangere ==
Baris 18 ⟶ 17:
|title=Buku Penetapan WBTb 2018|last=|first=|website=www.warisanbudaya.kemdikbud.go.id|punlisher=|accessdate=26 Februari 2019}}</ref>
Alat musik "Bas Kasteh" atau Tali Dua, merupakan alat musik yang ruang resonansinya berbentuk persegi dan diberi gagang atau laras dengan dipasangkan tali atau senar. Biasanya masyarakat setempat menggunakan tali pancing. Bas Kasteh atau Tali Dua dimainkan dengan cara dipetik atau dipukul. Bas Kasteh dipukul menggunakan tongkat yang disebut "tongkat gogohara" yang terbuat dari rotan atau kayu berukuran kecil, dimana panjangnya dapat disesuaikan sesuai kebutuhan.<ref name=YANGERE1/>
Kemudian, "Kolole" merupakan alat musik yang bentuknya menyerupai Juk dan berfungsi sebagai pengiring satu. Kolole memiliki 3 buah tali senar dan cara memainkannya ialah dengan dipetik. Selanjutnya adalah alat musik "Koroncongan" berbentuk seperti Kolole dan juga memiliki tiga tali senar dan dimainkan dengan cara dipetik, namun ukuran alat musik Koroncongan lebih besar dari Kolole. Alat musik selanjutnya adalah "Hitaara Lamoko" memiliki bentuk menyerupai Kolole dan Koroncongan, hanya saja bentuknya lebih besar. Hitaara Lamoko memiliki lima tali atau senar dan dimainkan dengan cara dipetik.<ref name=YANGERE/>
Baris 31 ⟶ 30:
Yangere inipun ditetap sebagai salah satu [[Warisan Budaya Takbenda Indonesia]] 2018 oleh [[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan]],<ref>{{cite web|url=https://dapobud.kemdikbud.go.id/objek-tak-benda/5bf9707c369da50dd8b8d5ce/yangeretali-dua-halmahera-utara|title=Yangere Tali Dua, Halmahera Utara|last=|first=|website=www.dapobud.kemdikbud.go.id|publisher=|accessdate=27 Februari 2019}}</ref> di [[Gedung Kesenian Jakarta]] 10 Oktober 2018. Berbagai budaya dari seluruh Indonesia ditetap sebagai warisan budaya, supaya masyarakat bisa menjaga dan melestarikan budaya-budaya yang ada tersebut hingga bisa dinikmati oleh generasi masa depan [[Indonesia]].
Sebelumnya, pada bulan Oktober hingga September 2016 lalu, musik Yangere turut ditampilkan dalam memeriahkan acara ''Wonderful Morotai Islands
== Referensi ==
|