Otto Djaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2:
 
== Riwayat Hidup ==
Otto Djaya atau lengkapnya Raden Otto Djaya Suntara lahir di [[Rangkasbitung, Lebak|Rangkasbitung]], [[Kabupaten Pandeglang]] tanggal 6 Oktober 1916. Ia adalah anak kedua dari pasangan Raden Wirasandi Natadiningrat-Sarwanah Sunaeni. Di atasnya ada [[Agus Djaya|Agus Djaya Suminta]] (1913 – 1994) dan di bawah Otto adalah adik perempuannya, Neneng Khatidjah (1921-2010). Otto bukan berasal dari kalangan bawah, Ayahnya merupakan seorang keturunan keluarga ningrat [[Banten]] yang bekerja pada [[Kawedanan|Bupati Wedana]] (kepala wilayah Pandeglang ) yang nota bene berada di bawah Pemerintahan Kolonial [[Hindia Belanda]]. Tugasnya waktu itu menjadi Pengawas Hutan di Banten<ref name=":0" />.
 
== Pendidikan ==
Pada tahun 1923 Raden Wirasandi Natadiningrat memasukkan Otto di sekolah Belanda khusus Bumiputera ([[Hollandsch-Inlandsche School]]) di Pandeglang. Ketertarikannya terhadap seni lukis dimulai di sekolah tersebut. Tujuh tahun berikutnya Otto pergi ke [[Kota Bandung|Bandung]] untuk melanjutkan pendidikannya  di [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs|Meer Vitgebreid Lager Onderwijs]], atau sekolah dasar lanjutan selama tiga tahun berikut. Pendidikan formalnya berlanjut di [[Algemeene Middelbare School|Algemene Middelbare School]] Bandung pada tahun 1933. Otto lulus ketika ia berusia 20 tahun. Lalu dilanjutkan ke Sekolah Arjuna di Petojo, [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Diperkirakan selama setahun ia bersekolah disana. Yang jelas Agus Daya sudah menjadi guru di sekolah ini selama periode tahun 1930 –1933<ref name=":0" />.
 
Pada tanggal 9 Maret 1942 Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian secara resmi wilayah Indonesia jatuh ke tangan Jepang<ref>{{Cite book|title=Serangan Umum 11 Maret 1949 Dalam Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia|last=Hutagalung|first=Batara R.|publisher=LkiS|year=2010|isbn=979-1283-94-X|location=Yogyakarta|page=|edition=I}}</ref>. Meski sudah berkuasa penuh, negaranegeri Sakura tersebut memandang perlu dibentuknya pasukan sukarelawan lokal untuk memperkuat kesatuan tentara yang ada. Inisiatif tersebut disambut hangat kaum nasionalis Indonesia. Pada tanggal 3 Oktober 1943 PETA ([[Pembela Tanah Air]]) resmi dibentuk. Jepang lalu mengumumkan perekrutan dan pelatihan prajurit bagi orang lokal untuk mengisi posisi perwira (Komandan Kompi) PETA. Beberapa bulan kemudian atau sekitar tahun 1944 Otto mendaftarkan diri. Selama 3 bulan Otto mendapatkan pendidikan militer ala Jepang, untuk kemudian lulus berpangkat [[Mayor]]. Ke depan Mayor Raden Otto Djaya Suntara terlibat langsung dalam perang revolusi fisik.  
 
Setelah Jepang menyerah kalah dari [[Sekutu|Pasukan Sekutu]] dan [[Indonesia|Republik Indonesia]] diproklamirkan, [[Amerika Serikat]] mengumumkan pengalihan tanggung jawab atas wilayah Indonesia kepada [[Inggris]] yang tak lain adalah sekutu Belanda juga. Sebulan setelah pasukan Inggris di [[Bandar Udara Internasional Kemayoran|Bandara Kemayoran]], Jakarta, Gubernur-Jenderal [[Hubertus Johannes van Mook|Hubertus van Mook]] kembali datang ke [[Jawa|Pulau Jawa]] dengan misi kembali membangun pemerintahan kolonial Belanda. Pada tanggal 13 Juli 1946 Komando Pasukan Sekutu [[Asia Tenggara]] secara resmi menyerahkan Indonesia kepada Belanda (kecuali pulauPulau Jawa dan [[Sumatra|Sumatera]]).
 
Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia, memulai negosiasi dengan Gubernur-Jenderal Hubertus van Mook membentuk negara Republik Indonesia yang baru lewat [[Konferensi Malino]] Sulawesi. Singkatnya dibentuklah [[Republik Indonesia Serikat]] (RIS). Sebagai tindak lanjut dari itu, van Mook memprakarsai pendanaan atau beasiswa bagi murid-murid Indonesia untuk belajar di universitas-universitas danatau akademi-akademi di Belanda.
 
Pada akhir tahun 1946 Otto keluar dari dinas militer untuk kemudian melanjutkan profesinya sebagai pelukis. Tidak diketahui apa sebab dia keluar dari dinas kemiliterannya. Yang jelas pada awal tahun 1947 Otto beserta Agus Djaya direkomendasikan oleh SukarnoIr. Soekarno dan Menteri Pertahanan untuk ikutdisertakan dalam programProgram Malino. Karena sudah menjadi warga sipil, status Otto saat dikirim ke Belanda berstatus sebagaiadalah pelukis, utusan kesenian dan calon mahasiswa seni, bukan sebagai perwira militer.
 
Setiba di Belanda Otto Djaya dan abangnya belajar di Rijksakademie Van Beeldende Kunsten. Namun tidak diketahui apakah mereka lulus (diwisuda) dari akademi tersebut. Data dari arsip Rijksakademie diketahui bahwa masa studi Otto Djaya berakhir pada tanggal 10 Mei 1950. Otto kembali ke tanah air pada awal tahun 1950.
 
== Referensi ==