Otto Djaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Otto Djaya''' atau lengkapnya '''Raden Otto Djaya Suntara''' merupakan pelukis handal asal [[Indonesia]] yang berkarya dalam beberapa jaman: Mulai era Pemerintahan [[Hindia Belanda]], [[Jepang|Pendudukan Kerajaan Jepang]], [[Revolusi Nasional Indonesia|Revolusi Fisik]], [[Orde Lama]], [[Orde Baru]], sampai [[Era Reformasi|Jaman Reformasi.]] Meski ia keukeuhbersikeras tidak mau terjebak dalam gaya-gaya klasik manapun, Otto adalah pelukis beraliran ekpresionis. Karya-karya lukisannya digemari dan diakui hingga mancanegara. Salah satu pengkoleksi karyanya adalah [[Presiden Indonesia|Presiden Republik Indonesia]] pertama, [[Soekarno|Ir. Soekarno]]. Otto merupakan seniman lukis sekaligus pejuang revolusikemerdekaan<ref name=":0">{{Cite book|title=Dunia Sang Otto Djaya, 1916 - 2002|last=Holst|first=Inge-Marie|publisher=|year=2016|location=|edition=3 Dalam Bahasa Indonesia}}</ref>.
 
== Riwayat Hidup ==
Baris 21:
Setiba di Belanda Otto Djaya dan abangnya belajar di Rijksakademie Van Beeldende Kunsten. Namun tidak diketahui apakah mereka lulus (diwisuda) dari akademi tersebut. Data dari arsip Rijksakademie diketahui bahwa masa studi Otto Djaya berakhir pada tanggal 10 Mei 1950. Otto kembali ke tanah air pada awal tahun 1950.
 
== Pelukis dan Pejuang ==
Otto adalah veteran perang RI. Sebagai mantan prajurit PETA (terdaftar sebagai NPV 8.20.585) Otto menerima penghargaan jasa tiga bintang emas di era kepemimpinan [[Soeharto|Presiden Suharto]]. Meski karir militernya sangat singkat hanya dua tahun (1944-1946), Otto beberapa kali terlibat langsung dalam pertempuran fisik. Yang unik dari dirinya adalah meski berstatus sebagai tentara Otto tetap produktif menghasilkan karya-karya lukisan.
 
Ketika menjadi kadet saat mengikuti pelatihan militer PETA di [[Kota Bogor|Bogor]], waktu-waktu istirahatnya selalu diisi dengan melukis. Menurutnya, melukis adalah salah satu cara agar dirinya tetap "waras". Bukannya apa-apa, latihan fisik di PETA itu sangat keras. Selama tiga bulan para kadet digembleng fisiknya siang malam dan terisolasi dari dunia luar. Seusai latihan mereka tidak bisa berbuat apa-apa kecuali istirahat lalu tidur. Namun, Otto memaksakan diri menggunakan waktu-waktu istirahatnya dengan melukis dan melukis. Ternyata para serdadu Jepang meminati karya-karya indah Otto. Semua lukisannya laku terjual. Bahkan ada beberapa dibawa ke Jepang untuk kemudian dijual disana.
 
Keterlibatan Mayor Otto Djaya (beserta Agus Djaya) dalam pertempuran pertama kali ketika ia beserta pasukannya (Resimen III Divisi III plus masyarakat sipil Sukabumi) mendapat tugas menghadang pasukan Sekutu (Inggris dan Belanda). Bulan Desember 1945, tentara Sekutu memasuki kawasan Sukabumi dalam rangka mengamankan jalan-jalan antara Bogor dan Sukabumi. Tidak berimbang, Sekutu bersenjata lengkap plus tank-tank amphibinya sedangkan pasukan Indonesia hanya menggunakan senjata pampasan dari pasukan Jepang yang telah menyerah. Pasukan Indonesia terjepit. Beruntung, berkat hujan deras dan kabut yang tebal, Resimen III Divisi III berhasil lolos dari kepungan Sekutu. Ribuan orang dinyatakan gugur dalam kontak bersenjata yang kemudian dikenal sebagai pertempuran [[Bojongkokosan, Parungkuda, Sukabumi|Bojong Kokosan]] itu.
 
4 Januari 1946 Sukarno dan Hatta pindah ke Yogyakarta untuk mendirikan pemerintahan sementara. Otto beserta seniman-seniman lainnya, termasuk Agus Djaya, hijrah mengikuti Presiden Sukarno. Misi mereka adalah mendukung revolusi dengan membuat propaganda lewat karya-karya seni. Di kota pelajar itu Otto dan Agus mendirikan Sanggar Pelukis Rakyat (SPR). SPR merupakan ide Pelukis [[Affandi]] dan [[Hendra Gunawan (pelukis)|Hendra Gunawan]] yang didukung oleh Presiden Sukarno. Sanggar ini lalu memegang peranan penting atas perkembangan seni rupa di Indonesia. Banyak pelukis-pelukis sanggar melukiskan potret-potret para pejuang revolusi dan saat sedang berperang.
 
Meski dengan keterbatasan alat, Otto dan seniman lain tetap semangat untuk berkarya. Wajar saja, saat itu Indonesia terisolasi dari dunia luar. Berdirinya STR membuat Yogyakarta terkenal sebagai pusat kesenian bangsa. Selepas dari Yogyakarta, Otto lalu berkesempatan mengikuti Bung Karno tur keliling nusantara. Tugas Otto adalah melukis Sukarno ketika berorasi. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri buat seorang Otto Djaya.
 
 
<br />