Perang Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
X0X758 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
X0X758 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: menghilangkan bagian [ * ] Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 5:
 
~DeadSec~
 
== Jalan peperangan ==
[[Berkas:Mataram Baru 1830.png|jmpl|Peta Mataram Baru setelah Perang Diponegoro pada tahun 1830]]
[[Berkas:Diepo Negoro.jpg|jmpl|220px|Diponegoro]]
[[Berkas:Sentot, opperbevelhebber der rebellen.jpg|jmpl|ka|220px|Alibasah Sentot]]
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan [[infantri]], [[kavaleri]] dan [[artileri]] (yang sejak [[perang Napoleon]] menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal) di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan [[kota]] dan [[desa]] di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur [[logistik]] dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh-puluh kilang [[mesiu]] dibangun di [[hutan|hutan-hutan]] dan di dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung terus sementara peperangan sedang berkecamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama, karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui penguasaan informasi.
 
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan [[hujan|penghujan]]; para senopati menyadari sekali untuk bekerja sama dengan alam sebagai "senjata" tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha-usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit [[malaria]], [[disentri]], dan sebagainya merupakan "musuh yang tak tampak", melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan [[provokator]] mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang di bawah komando Pangeran Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
[[Berkas:Aankomst van Dipo Negoro te Magelang.jpg|jmpl|Pencarian Diponegoro di Magelang.]]
Pada tahun [[1827]], Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun [[1829]], [[Kyai Madja|Kyai Mojo]], pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran [[Mangkubumi]] dan panglima utamanya [[Sentot Prawirodirdjo|Alibasah Sentot Prawirodirjo]] menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal [[28 Maret]] [[1830]], Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke [[Manado]], kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal [[8 Januari]] [[1855]].
 
[[Berkas:Gevecht bij Ploentaran.jpg|jmpl|Pertempuran di Pluntaran.]]
Berakhirnya Perang Jawa merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 [[pribumi]], dan 200.000 orang Jawa.<ref name="Ricklefs">M.C. Ricklefs: ''A History of modern Indonesia since 1300'', p.&nbsp;117.</ref> Setelah perang berakhir, jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya.
 
Karena bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, konon keturunan Diponegoro tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton hingga [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]] memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.
 
== Akhir Perang ==