Suku Dayak Desa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambah Kategori:Suku Dayak menggunakan HotCat |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 9:
Tenun ikat menjadi kain khas bagi suku Dayak Desa. Kain tenun di dalam Bahasa Dayak Desa disebut dengan kain Pantang dan kegiatan menenun disebut denan mantang. Pada zaman dahulu, tenun ikat diyakini oleh buyut-buyut sebagai bentuk pengambaran terhadap suatu peristiwa yang sedang terjadi. Kegiatan menenun pada Suku Dayak Desa hanya dilakukan oleh kaum perempuan, kaum pria hanya berperan dalam menyiapkan peralatan untuk menenun.
Kerajinan tenun ikat tradisional ini bisa digunakan dalam acara-acara tertentu, misalnya pertemuan adat, gawai dayak, dan acara-acara besar Suku Dayak antara lain pernikahan. Hasil dari tenun ikat dapat dijadikan sebagai bahan untuk membuat baju adat, songket, selendang, pengikat kepala dan lainnya. Tenun ikat dianggap masyarakat sebagai aset budaya yang harus tetap dijaga dan terus dipelihara keberadaannya. Dalam kerajinan tenun ikat Dayak Desa ini, banyak sekali makna yang terkadung dan setiap torehan motif yang dibuat. Sebagian besar motif menggambarkan kehidupan sehari-hari. Suku Dayak Desa meyakini bahwa dari segi warna mereka mempercayai terdapat tiga warna yang menjadi dasar, yaitu warna merah, putih, dan hitam. Warna merah menggambarkan mega atau alam semesta, putih mengambarkan awan atau nirwana yang terbentang luas di langit semesta, dan hitam mencerminkan kegelapan atau bagian dari sirkulasi alam. Unsur alam juga dianggap oleh masyarakat Suku Dayak Desa sebagai tanda atau lambang yang di tenun dan memiliki kekuatan magis. Alat tenun yang digunakan bukanlah mesin. Proses pembuatan tenun oleh Suku Dayak Desa dilakukan dengan cara membuat hiasan dasar pada kain tenun, kemudian mengikat rencana gambar untuk beberapa warna sesudah itu ditenun. Sebelum ditenun, helaian benang dibungkus( diikat) dengan tali plastik sesuai dengan corak atau pola hias yang diinginkan. <ref>{{Cite journal|last=Efpriyani|first=|last2=Susilo|first2=Firman|last3=Amir|first3=Amriani|year=2014|title=ANALISIS SEMANTIK LEKSIKAL KOSAKATA PADA TENUN IKAT TRADISIONAL SUKU DAYAK DESA|url=http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/7654/7759|journal=Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Untan|volume=3|issue=11|pages=|doi=}}</ref> Untuk mendapatkan motif, benang yang sudah disusun sedemikian rupa diikat sesuai dengan motif yang dibutuhkan, kemudian dicelupkan ke wadah yang sudah mengandung zat pewarnaan. Bahan-bahan yang digunakan berasal dari akar kayu mengkudu, daun emarik, lemak berbagai binatang dan banyak bahan alam.
=== Nyapik Tangga ===
|