Suku Ketungau: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 4:
Bahasa yang digunakan suku Ketungau masih menjadi bagian dari bahasa Dayak Iban. Nothofer, James T. Collins, A. B. Hudson, dan Paul Kroeger mengatakan bahwa bahasa Dayak Iban merupakan bahasa kelompok besar yang menganggotai beberapa bahasa subsuku Dayak yang lain, seperti bahasa suku Dayak Kantu’, Ketungau, Mualang, dan Desa. Oleh karena itu, para ahli lingusitik di atas menggunakan istilah Ibanik. <ref>{{Cite web|url=https://www.kompasiana.com/elda.unitri/552919f46ea8340c4d8b45b0/interaksi-simbolik-suku-dayak-iban-yang-dianggap-suku-penuh-magic|title=Interaksi Simbolik Suku Dayak Iban yang Dianggap Suku Penuh Magic|last=Kompasiana.com|website=KOMPASIANA|language=id|access-date=2019-04-09}}</ref>
==
=== Beumo ===
Berladang padi sebagai satu sistem pertanian tradisional tidak bisa dipisahkan dari satu suku besar yang ada di Kalimantan Barat yakni suku Dayak. Suku Dayak, termasuk Dayak Ketungau Sesat di Sekadau telah menjadikan berladang sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Masyarakat Dayak Ketungau Sesat menyebut aktivitas berladang padi sebagai ''beumo''. ''Beumo'' adalah suatu cara bertani dengan memanfaatkan hutan sebagai lahan. ''Beumo'' telah menjadi mata pencaharian utama masyarakat Dayak Ketungau Sesat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi masih lestari hingga kini. peralatan, proses, nama tempat, pertumbuhan padi, jenis tanah, hasil, dan tanda yang berkaitan dengan aktivitas ''beumo'' tersebut masih dijaga dengan baik sampai sekarang. Masyarakat Dayak Ketungau Sesat mengolah lahan di perbukitan yang luas dengan cara berpindah, menggunakan teknik tradisional membakar lahan dengan tetap mengedepankan kearifan lokal, bergotong royong, panen setahun sekali, dan adanya syukuran selesai panen yang biasa disebut ''begawai''. Alat yang digunakan dalam berladang berupa alat tradisional yang telah ada secara turun temurun yang dibuat sendiri oleh masyarakat Dayak Ketungau Sesat menggunakan alat dan proses tradisional pula.Tahapan dalam ''Beumo'' (berladang padi) yaitu pramenanam, menanam, memanen, dan pascapanen. Tahap pramenanam diawali dengan ''manggol'' (memeriksa lahan) sampai dengan ''nganik'' (membersihkan kayu-kayu sisa pembakaran ladang). Tahap menanam diawali oleh ''nugal'' (menanam padi) sampai ''ngemabau'' (merumput). Tahap memanen diawali dari ''matah'' (mengambil semangat padi) sampai dengan ''mutei kemureik'' (memanen sisa-sisa padi yang belum dipanen). Tahap pascapanen diawali dengan ''beirik'' (proses mengirik padi) sampai dengan ''makai padei bareu'' (makan padi baru).<ref>{{Cite journal|last=Simon|first=Pabianus|year=2017|title=PERISTILAHAN DALAM BEUMO (BERLADANG PADI) PADA MASYARAKAT DAYAK KETUNGAU SESAT: KAJIAN SEMANTIK|url=https://media.neliti.com/media/publications/193915-ID-peristilahan-dalam-beumo-berladang-padi.pdf|journal=Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Untan|volume=6|issue=3|pages=|doi=}}</ref>
== Ritual ==
=== Adat Besepie' ===
Pada sebagian sub suku Dayak, mengenal yang namanya bersunat. Disamping bermanfaat untuk kesehatan, bersunat menjadi adat kebudayaan yang memiliki ritual tertentu. Pada zaman dahulu, masyarakat Dayak Ketungau Sesat percaya bahwa jika seseorang belum Besepie’ (bersunat) maka ia tidak boleh menduduki jabatan dalam masyarakat, sulit mendapatkan jodoh, bahkan hidupnya dikucilkan. Saat ini, mereka percaya bahwa orang yang belum Besepie' tidak mempunyai harga diri dan dianggap belum dewasa. Besepie’ biasa dilakukan saat anak lelaki berumur 10-15 tahun, yang dipimpin oleh seorang ''Manang Sepie’'' (pemimpin upacara adat Besepie’). Dan memasang sepie’ biasanya dilakukan pagi hari.<ref name=":0" />
Upacara di awali dengan menggigit besi pihak yang di Sepie’ (yang disunat), kemudian ''Manang'' mengibas-ngibaskan ayam jago ke atas yang akan disunat (disebut Berebu), artinya M''anang'' menerangkan kepada penguasa alam dan orang-orang yang hadir bahwa akan ada lelaki yang melepas masa anak-anaknya dengan Besepie’. Setelah itu, dilaksanakan Nyepie’ dimana seseorang yang akan disepie’ harus mengenakan sarung. Lalu, mereka dibawa ke sungai untuk berendam dan ditunggui sampai ''Manang'' selesai menyiapkan ''Belanya’'' (bahan sajian). Adat Sepit dilakukan dengan ''Menara’'' (memberi sesajian dan memohon). Kemudian, dilanjutkan dengan ''Ngantung Ancak'' dan ''Ngante’ Tejuk'''''.''' ''Ancak'' digantungkan di atas pintu masuk, khusus untuk roh-roh.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://budaya-indonesia.org/Adat-Besepie-Bersunat-Dayak-Ketungau-Sesat-Kalimantan-Barat|title=Adat Besepie’ (Bersunat) Dayak Ketungau Sesat . Kalimantan Barat » Perpustakaan Digital Budaya Indonesia|website=budaya-indonesia.org|access-date=2019-04-09}}</ref>
== Referensi ==
<references />
|