Suku Donggo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 7:
== Pakaian Adat ==
Laki-laki tua dan dewasa pada masyarakat dewasa Donggo Ipa mengenakan ''sambolo'' (ikat kepala) yang terbuat dari kain kapas bercorak kotak-kotak tanpa disngket dengan baju berkerah warna hitam atau biru tua, tetapi terdapat juga orang yang memakai baju putih berlengan pendek. ''Salongo'' (ikat pinggang) terbuat dari kain kapas yang ditenun sendiri. Umumnya ''salongo'' terbuat dari benang kapas yang dipintal sendiri kemudian dicelupkan pada ramuan tumbuhan perdu
Perempuan tua dan dewasa menggunakan ''kababu'' (baju hitam khas Donggo) yang terbuat dari benang katun dengan warna hitam yang dibuat menyerupai ''baju poro'' (baju pendek) dengan bentuk yang sederhana. Lalu, bawahan menggunakan ''deko'' (celana panjang) dibawah lutut atau lebih yang berwarna hitam. Sarung menggunakan ''tambe me'e kala'' (kain hitam atau biru tua yang cukup panjang tanpa dijahit). Sarung dipakai dengan dililitkan secara lepas di luar ''deko'' dan ujungnya diselempangkan atau diikat satu kali. Perhiasan yang biasanya dipakai adalah kalung dari manik-manik giwang, seperti ''karabu'', ''jima'' (gelang) ''gilo'', j''ima bula'', dan ''jima edi''.
Laki-laki remaja mengenakan ''baju'' ''mbolo wo'o'' (baju leher bundar) yang umumnya seperti kaos. Baju tersebut terbuat dari benang kapas berwarna hitam dan bergaris-garis putih. ''Salongo'' yang digunakan berwarna merah atau kuning yang mempunyai fungsi sebagai tempat untuk merapatkan ''pisau mone'' (pisau laki-laki). Kemudian aksesoris yang digunakan adalah ''pisau mone'' berhulu panjang berbentuk agak menjorok.
Perempuan remaja memakai pakaian yang disebut dengan ''kani dou sampela''. Mereka memakai ''kababu'' (baju hitam khas Donggo) yang terbuat dari benang katun dan dibentuk menjadi baju berlengan pendek. Lalu, celana yang dikenakan adalah ''deko'' dengan bentuk segitiga yang panjangnya sampai dengan lutut. Sarungnya adalah ''tembe'' Donggo berwarna hitam dengan kotak-kotak putih dipakai dengan mengikatkan dibagian perut. Perhiasan yang dipakai adalah kalung dari manik-maik merah yang dililitkan dan dibiarkan berkali-kali terjuntai dari leher ke dada.
Untuk pakaian bepergian, laki-laki menggunakan ''sambolo'' (ikat kepala) sari katun berwarna hitam atau biru tua. ''Tembe me'e'' Donggo berwarna hitam dengan garis-garis kecil dan ''salampe'' dari kain yang digunakan sebagai ikat pinggang. Alas kaki yang dipakai adalah ''sapoda'', yang merupakan hasil buatan sendiri dari kulit binatang. Perempuan dewasa menggunakan perhiasan kalung manik-manik berwarna merah untuk bepergian dan memakai alas kaki. Untuk pakaian sehari-hari, laki-laki Donggo menggunakan ''sambolo'' seperti masyarakat Bima pada umumnya, ''kababu'' berwarna hitam atau biru tua, ''tembe me'e'' Donggo yang berwarna senada dengan ''kababu'', lalu menggunakan ''salongo'', dan tanpa alas kaki.<ref>{{Cite web|url=http://www.bimasumbawa.com/2016/06/busana-donggo-yang-anggun.html|title=Hitam Yang Menawan - BIMASUMBAWA.COM {{!}} Budaya dan Pariwisata|website=www.bimasumbawa.com|access-date=2019-04-10}}</ref>
Baris 21:
Londo Dou merupakan simbolik keturunan dari beberapa klan keluarga di Donggo yang mengungkapkan asal garis keturunan mereka. Londo Duo berguna untuk mengumpulkan anggota keluarga yang masih satu keturunan pada klan keluarga yang bersangkutan. Setiap klan Londo Dou mempunyai seorang pemimpin yang disebut dengan ''parafu.'' Untuk memilih ''parafu'', orang akan diperintahkan untuk duduk pada daun pisang (''soro kalo''). Apabila daun pusang tersebut menempel pada seseorang ketika ia berdiri hingga berjalan, maka dia akan dipilij menjadi Parafu di keluarganya.
Menurut Johanes Elbert, seorang antropolog dari Jerman, terdapat lima Londo Dou, yaitu : ''Londo Dou Deke'', ''Londo Dou Duna'', ''Londo Dou Gande'', ''Londo Dou Oi'', dan ''Londo Dou Winte''. Lima Londo Dou tersebut masing-masing mempunyai kelas sosial dan fungsi dalam tatanan masyarakat. Mereka biasanya mewariskan keahlian turun temurun pada keluarganya.
''Londo Dou Deke'' adalah keluarga orang Nggeko (tempat asal usul Dou Donggo bermukim) yang paling tua dan paling dihormati dari keluarga ''parafu''. ''Londo Dou Dona'' yang berasal dari Waro merupakan kelompok Londo Dou yang dahulunya hidup terpisah-pisah, namun sekarang sudah membaur dan melakukan perkawinan dengan klan lain. ''Londo Dou Gande'', keluarga besarnya terpusat di Desa Kananta. ''Londo Dou Oi'', bermukim di wilayah Tuntu. ''Londo Dou Winte'', mayoritas mendiami Desa Sai.
Baris 35:
=== Belaleha ===
Belaleha merupakan lantunan syair yang biasanya digunakan pada saat acara sunatan atau pesta pernikahan. Belaleha hanya boleh diiringi dengan irama mulut tanpa alunan musik apapun serta hanya boleh dilantunkan oleh kaum wanita. Para pelantun Belaleha tidak dibatasi jumlahnya, semakin banyak semakin baik. Syair Belaleha variatif, baik dari syair lama maupun baru yang mencerminkan kegembiraan atau kesedihan, dan berisi petuah kehidupan dari leluhur.<ref>{{Cite web|url=http://www.mbojoklopedia.com/2015/03/lantunan-syair-bingkai-kehidupan-di.html|title=Lantunan Syair Bingkai Kehidupan Di Lembah Sambori|last=mbojoklopedia|website=Mbojoklopedia|access-date=2019-04-10}}</ref>
== Upacara Adat ==
|